“Waktu itu kami berada di rumah bibinya Eva, di Norham Gardens OX2 8QB. Bibinya agak tua, sedang tidak enak badan dan tinggal seorang diri, tentu saja Eva tak tega. Ia mengajakku. Sesampainya di sana, kami berpikir untuk memotong rumputnya yang sudah agak menutupi pekarangan. Tak satupun gunting rumput di gudang kami temukan, begitulah.”
“Oh. Tidak ada pilihan lain ya?”
“Benar, Tuan Cake. Sebenarnya tidak seburuk itu kok. Ketika kami mengembalikan gunting rumput itu, kebetulan pembantunya yang keluar, cantik pula. Ia menjelaskan kepada kami dengan luwesnya, katanya dengan pelan, tangannya menutupi sekitar mulutnya ‘Maaf apabila Nona tadi memandang anda berdua dengan kasar, sebenarnya hatinya seimut tupai yang memakan kacangnya dengan terburu – buru!.’ Katanya sambil tertawa kecil. Lanjutnya sambil membungkukkan badan ’Terima kasih sudah mengembalikan’ kami hanya tertawa saja.” Jelas Nona Whiteney dengan memperagakan gaya pembantu tersebut.
“Ah, seseorang yang seperti itu memang ada. Saya mengenal satu orang.” Cake angkat bicara, matanya yang lembut melesu sesaat. “Bukan apa – apa. Apa ada hal yang menarik lainnya?”
“Tidak selain lelaki yang sangat tampan dan ramah senyuman itu! Juga Nona yang sangat keren! Pertama kalinya aku jatuh cinta pada wanita.”
Seketika itu obrolan semakin panjang, Cake membawa sepiring cemilan gratis Butter Cookies yang telah ia siapkan, untuk mengobrol sedikit lebih lama dan menggantikan piring – piring kosong milik pelanggannya itu. Tujuannya adalah informasi mengenai lokasi kasus yang temannya memberikan lembaran kertas tersebut siang tadi. Namun kedua wanita itu menolak untuk gratis, mereka tak mau membuat detektif tampan itu bangkrut. Tapi detektif itu pintar memutar otaknya, dengan sedikit pujian dan candaan, kedua wanita itu menerimanya. Lagipula mereka sudah sangat percaya, Cake pernah memberi mereka tumpangan menginap saat ketinggalan kereta menuju Plymouth. Keseruan mereka mengobrol, seakan – akan waktu tidak mengijinkan mereka untuk sadar bahwa senja sudah datang.
“Ah, seru sekali, Tuan Cake! sudah saya duga anda cocok berkumpul dengan wanita daripada laki – laki!” kata Emiralda dengan candaannya. “Ada lagi yang anda ingin ketahui?”
“Ah, satu lagi. Anda tahu keluarga Antoinette?”
“Eh? Mungkin Eva tahu?” tolehnya kepada temannya yang dipanggil Whiteney.
“Hey, aku baru ingat! Beberapa hari yang lalu saat Elvyn sudah pulang, ada lelaki brengsek yang menggodaku. Ia mabuk, rambutnya agak berantakan, berpakaian sangat mahal. Ia memegang bokongku dari belakang saat aku hendak membuang sampah. Dia tidak menggubrisku dan jalan begitu saja! Memang sialan!” ujarnya dengan kesal, matanya memancarkan kemarahan.
“Rumah Antoinette adalah salah satu yang terbesar di Norham Gardens OX2 9QB-10QB. Lelaki hidung belang itu kalau tidak salah menuju ke rumah itu,” tambahnya dengan raut wajah yang sudah kembali tenang. “Ah, laki – laki tampan dan nona keren yang disebutkan Elvyn juga di rumah itu, kalau dipikir – pikir.”
Temannya menjadi tambah kegirangan. Lalu Nona Whiteney didesaknya agar temannya itu bisa berkenalan dengan mereka.
Mata Nona Whiteney tiba – tiba bersinar lagi. Dari pikiran Cake, mulut wanita pirang itu hendak memberikan informasi yang diperlukannya.
“Iya juga, gunting rumput yang kami pinjam sebenarnya mungkin pemiliknya nama keluarga yang anda sebutkan.”
“Kenapa begitu?” tanya Cake dengan heran.
“Gunting itu dipinjam ketika wanita kaku itu sedang memakainya. Pekarangan luasnya bukan main. Itu benar - benar dua blok! Satu blok saja sudah membuat kami mandi keringat dengan pekarangan milik bibi.” tolehnya ke sebelah. Temannya mengangguk setuju.
Hari sudah mulai gelap, pria tampan itu memberitahu kepada teman mengobrolnya bahwa telah dipesankannya taksi.
“Wah, anda romantis sekali! Mungkin anda lebih baik dari pria tampan yang kulihat waktu itu.”
“Padahal kenalan lain menyebut saya kebalikannya,” ucap Cake dengan suara pelan. “Ngomong – ngomong, terima kasih sudah mampir, mademoiselle!”
Tak lama dari sejam, terdengarlah bunyi mesin motor yang tak asing. Kedua wanita itu merangkul tangan Cake yang hendak diantarnya keluar. Pikirnya akan gawat apabila ini dilihat oleh seseorang yang telah berjanji dengannya malam ini. Taksi sudah menunggu tepat di depan. Akhirnya dilepaskanlah tangan detektif tampan itu, mereka berpamitan. Taksi tersebut telah berangkat. Pikiran detektif itu semakin terwujudkan, matanya tak sengaja menoleh ke arah kanan. Dari agak kejauhan sekitar dua puluh langkah, sesosok matanya mendelik, langkahnya berhenti seakan – akan menyaksikan kejadian tadi.
Seketika langkahnya dimulai, semakin cepat detak jantung Cake, matanya penuh kekhawatiran. Boleh jadi jamuannya akan sia – sia. Kata – kata hutang sejak tadi pagi yang diucapkan oleh wanita itu semakin terdengar di pikirannya. Tubuhnya agak bergetar, badannya agak membantu, ketakutan memeluk sekujur tubuhnya. Gumamnya dengan putus asa, “Oh tuhan! kuatkan hati hamba!”
Tamunya yang tak diharapkan itu sudah diambang satu langkah dihadapannya, berhenti sejenak dan menatapnya sesaat. Mata malasnya menatap mata detektif yang dianggapnya tukang gombal itu, seakan membutuhkan penjelasan terhadap kejadian yang dilihatnya. Salah satu alisnya bergerak, wajahnya penuh dengan kelelahan. Detektif malang itu terpojokkan di pintu tokonya sendiri, keringat di keningnya menunjukkan kesan seberapa banyak alasan yang akan dibuatnya. Dengan spontan, tangan kanan Cake memegang bahu wanita itu.
ns3.22.79.2da2