Mereka kembali ke korridor, selanjutnya menuju kamar sebelahnya. Ditujulah pintu yang bertuliskan nama laki – laki. Nama itu pernah disebutkan beberapa kali. Kedua bawahan Inspektur Duncan disuruh kembali ke tempatnya berjaga.
“Padahal dia yang bilang sendiri, tapi menurut saya masihlah aneh.”
“Aneh, Inspektur Duncan?”
“Dia bilang tak mungkin, tapi ruangan itu sering dimasuki seluruh orang di rumah ini. Artinya siap seseorang punya kesempatan.”
Kata Desdemona, “Sangat mungkin sekali. Memang benar bila setiap orang cukup sibuk. Tapi tetap saja saya setuju bila semua orang punya kesempatan.”
“Oh? Persis, milady. Masalahnya adalah kecocokan waktu. Tentunya, kemarin baru saja ruangan itu selesai dibersihkan. Setidaknya itu adalah kabar baiknya.” Monkey mengetuk pintu tersebut.
Inspektur Duncan dan Nona Desdemona saling menatap, setidaknya mereka masih belum sama dengan pikiran detektif yang sebenarnya.
“Bersabarlah.” kata Monkey dengan lembut.
Tiba - tiba suara dibalik pintu itu menyentak. “Siapa disana!?” Kemudian pintu itu dibantingnya, menyiratkan ketidakinginan menyambut tamunya.
"Ada perlu ap-"
"Anda tidak diberitahu sebelumnya?" Desdemona menyela dengan agak tegas.
Seketika pria itu melembut, "O-oh? Tentu saja saya selalu memperbolehkan wanita masuk, apalagi yang secantik anda!"
Pintunya dibuka lebar, perangainya langsung berubah. "Silahkan, nona! Teman anda pun saya izinkan, meskipun sebenarnya itu tidak diperlukan."
Seorang laki - laki berambut gaya shaggy dicat agak pirang, jasnya yang putih ala Casanova. Penampilannya mencolok, namun perpaduannya tidak rapi, sama sekali tidak harmonis. Setidaknya pikiran Monkey tidak jauh - jauh dari seorang mafia. Tentunya hal itu bukanlah sebuah olokan semata, suara yang agak kasar menguatkan perannya. Disekanya rambut gondrong itu ke belakang untuk dikuncir. Jauh dari kata sederhana penampilan itu lebih ke arah glamour.
Sejauh mata memandang, tidak satu pun membuatnya tertarik, apalagi Inspektur Duncan. Selain perasaan jijik, Desdemona sebenarnya tidak mengharapkan apa – apa dari pria itu, langkah perkenalan formal langsung dilakukan, setelahnya dijelaskan secara keseluruhan penyebab kematian korban.
Monkey berjalan menuju rak kaca yang memajang banyak sekali botol. Pandangannya agak didekatkan, matanya dipicingkan. Terutama bagian paling atas, yang mempunyai tampilan botol unik.
“Hardy… Louis XIII… Hennesy… Lecompte….” Monkey membaca tulisan – tulisan pada labelnya.
Inspektur Duncan menghampirinya.
“Ini menarik, anda pengkoleksi merek mahal?”
Pria casanova itu tertawa agak semangat.
“Anda tahu banyak? Bagian yang itu memang untuk dipajang. Mungkin kedepannya saya jual. Begitulah hobi memang tidak menutup kemungkinan.”
“Hanya untuk dipajang?” Tanya Monkey heran.
“Sebenarnya saya ingin mencoba. Tapi lebih baik tidak. Kira – kira saya menghabiskan beberapa ratus ribu pound? Entahlah, tujuan saya pada akhirnya ke pelelangan.”
Monkey kaget.
“Pelelangan? Apakah minuman ini semahal itu?”
“Ah saya tau anda bukan peminum. Tapi beberapa penggemar yang melihat ini, mereka pasti terkesima. Well, setidaknya saya cukup kaget dengan Louis XIII.” Jelas Inspektur Duncan.
“Haha benar!” tambahnya sambil membuka rak itu dan mengambil botol bagian tengah. “Saya tipe peminum brendi. Biasanya terdiri dari cognag, armanag, atau calvados. Contohnya andalan saya Curvoiser. Hennesy juga enak saat makan malam.”
Pria itu mendekat perlahan, "Bagaimana kalau Nona mencoba salah satu koleksi saya?" Roman wajahnya sama sekali tak menunjukkan duka.
"Tidak. Bisakah anda tidak bercanda?"
Pria itu mencoba merenggut kedua tangan Desdemona dengan paksa. "Oh saya selalu serius! Setidaknya sekali sa-" sayangnya dengan cepat Monkey menangkis tangan jelalatan itu.
"Oh? Bisakah anda menceritakan kepada kami?" Nadanya lembut namun menyiratkan ancaman
Pria yang awalnya hanya memandang wanita itu mengernyitkan dahinya. Kini matanya menatap tajam lelaki tua yang menghentikannya. Lalu Monkey melepas tangannya setelah pria itu mengurungkan niat genitnya itu. Setelah sekian detik, roman wajahnya kembali pada sikap asalnya. Namun sepatah kata pun belum diucapkan.
Inspektur Duncan menggebrak meja.
“Bicara! Kami bisa mengambil langkah apapun yang boleh jadi sangat ingin anda hindari!” Tambahnya dengan lirih namun niatnya mengancam. “Ini kasus pembunuhan, anda mengerti bocah nakal?”
Pria itu sedikit mundur, walaupun roman wajahnya tidak berubah banyak. Namun pada kenyataannya, keningnya sudah basah keringat. Suasana malah tambah jadi hening.
ns3.22.79.2da2