Kemudian Monkey menuju temannya yang menunggu di sofa dan menjelaskan keseluruhan yang didengarnya. Kata – kata terakhirnya malah membuat berbagai spekulasi yang membuat lipatan – lipatan pada alis mereka. Diputuskannya hal itu nanti, kini mereka telah keluar dari kamar itu. Ditujulah kamar seberang. Saat pintunya diketuk dengan sopan, suara dari dalam seolah memberi izin. Pandangan mereka disambut dengan seseorang yang tengah berdiri pada sebuah rak buku, membuka lembar demi lembar dengan tenang.
Sebuah kamar yang desainnya tak jauh berbeda, warnanya cerah seperti tembok rumah sakit, putih tulang mengisi seisi ruangan. Sama sekali tak jauh beda selain dua lemari besar dan tata rias dari kamar sebelumnya, disini etalase penuh dengan obat – obatan. Dengan tambahan sekitar empat rak buku yang boleh jadi menemani bosannya. Jauh dari kata estetik dari kamar yang mereka kunjungi, namun ruangan itu setidaknya dekat dari kata nyaman, bahkan boleh jadi sangat nyaman. Ruangan yang kurang berkarakter, tanpa gambar, foto, atau suatu warna yang mencolok selain putih dan ukiran yang sama, sehingga siapapun yang mendiami pastilah bukan orang berjiwa seni.
“Silahkan, mari.” Roman wajah yang agak kurang ramah dari pria berambut pompadour coklat, namun tidak berarti orang yang buruk.
Nona Desdemona dan Inspektur Duncan mengambil tempat senyaman mungkin, sedangkan Monkey lebih tertarik ke arah rak buku. Untungnya masih sofa dan bukan warna putih. Sementara kaki kedua tamunya disilangkan, pemilik kamar itu mengambil sebuah kettleelektrik berukuran cukup besar dari etalase kaca itu. Tak lupa dengan sekotak kue dari kulkasnya.
“Maaf, saya hanya ada lemon mint hangat, tuan dan nona.” nadanya sopan, namun ekspresinya sangat kosong.
“Tidak masalah, Tuan Keith. Kami berterima kasih atas keramahan anda,” balas Nona Desdemona yang tangannya sudah mengambil secangkir. Kemudian dilanjutkannya perkenalan seperti sebelumnya.
“Tuan Keith, apakah saat kejadian anda berada di Ipswich?”
“Benar, saya kira orang rumah sudah memberitahu?”
“Secara garis besarnya, benar. Tapi secara spesifiknya saya harus mulai dari cerita anda.”
Keith menghembuskan nafas dengan malas. Pandangannya sama sekali bukan kesedihan, juga jauh dari rasa senang dan puas.
“Nona Desdemona, itu bukanlah hal menarik yang saya sangat enggan sekali menceritakannya,” tambahnya sambil menyerupu isi cangkirnya. “Seperti biasa, rumah sakit—cukup besar sayangnya—besar pula yang menyalahgunakan. Pria berjas putih, perutnya buncit, kadang – kadang dengan mudahnya meninggalkan bentengnya demi pelanggan yang membayarnya mahal. Anda tahu kan?”
Monkey mengambil salah satu buku dari rak tersebut, “Praktek pribadi dengan memotong jam kerja. Mereka sangat pintar berdalih, Tuan Keith?”
“Para babi itu sangat pandai menggerakan mulutnya, kadang – kadang sangat kejam bahkan pada seseorang yang membayarnya mahal,” kemudian menoleh ke arah Nona Desdemona. “Bukankah begitu, Nona Desdemona?”
“Kurang lebih. Saya kadang juga bingung, mencari uang di tengah orang sekarat, apa itu menyenangkan?” Anggukan Nona Desdemona dengan mantap.
Inspektur Duncan berdiri mengambil langkah menuju etalase, melihat – lihat isinya. “Tentunya sangat sulit bagi anda harus bolak – balik. Ipswich, eh?”
“Memang, tapi selalu ada kepuasan melihat mereka membaik,” diseruputnya sampai habis. Lalu ia berdiri menuju Inspektur Duncan, katanya dengan lirih, “Saya masih manusia, Inspektur Duncan.” Kemudian lemari pakaian yang dituju, digantungnya jas putih itu, lalu kembali pada duduknya.
“Ah, berkenaan dengan pasien, Tuan Keith, tentunya tidak jauh – jauh dari keluarga anda.”
“Saya kurang mengerti yang anda maksudkan.”
“Saya hanya membicarakan tentang hubungan, kepekaan, dan kerukunan di rumah ini.”
Ia mengambil sepotong kue, “Ah, tentu saja. Saya cukup sering direpotkan oleh orang rumah, benar.”
“Lanjutkan, Tuan Keith.”
“Mari kita lihat,” dituanglah isi cangkirnya sampai penuh. “Steve susah tidur, tak heran dari seorang penulis. Lilia selalu lupa diri dengan pekerjaan, anda tidak akan jarang menemuinya dalam keadaan demam. Edelyn mungkin cuma kelelahan. Henri? Saya tidak punya obat atas perilakunya yang memuakkan, dan Chester punya asma.”
“Bagaimana dengan korban?”
“Hipertensi dan riwayat jantnng. Sedangkan ibu—” Roman wajahnya terlihat sedikit berbeda, kata – katanya tak dilanjutkan.
“Saya agak lupa.”
Nona Desdemona sedikit menaruh perhatian pada bagian terakhir itu. Namun perhatian itu dikesampingkan ketika giliran lawannya yang suaranya agak meninggi.
“Saya tidak menduga adanya interogasi yang terlalu sempit! Sebenarnya apa yang terjadi?”
ns3.12.165.112da2