Pria itu terdiam sejenak. Lagi – lagi dia berpose seperti sedang berpikir. Kemudian wajah yang terlihat serius itu menjadi agak berseri – seri, boleh jadi ia memang menikmati perannya saat ini.
“Ah ha! Saya mendengar pertengakaran dari ruangan sebelah. Kira – kira pukul empat sore. Sempat mendengar sesuatu dihentakkan pada meja, tapi saya kurang peduli. Lagipula saya sibuk dengan tulisan.”
“Jadi memang benar, huh?”
“Maksudnya, Inspektur?”
“Madame Antoinette juga menyatakan hal yang sama. Saya pikir hal itu bisa dikonfirmasi, benar?” Katanya sambil menoleh pada wanita yang duduk dengan serius itu.
Desdemona menoleh sesaat, balasnya mengangguk setuju.
“Tuan Steve, katakan, apakah saya yang ketinggalan zaman atau memang ada hal yang aneh,” tunjuk Monkey dibalik rak nomor tujuh di ujung kiri. “Prinsip saya dalam menilai mungkin saja keliru, tapi saya yakin pasti ada alasan mengapa rak buku ditaruh menutupi jendela di belakangnya?”
“Sebenarnya masalahnya hanya sederhana, saya tidak kuat dingin. Apalagi tiap musim gugur, perapian saya mati berkali – kali. Kadang – kadang juga jendela itu terbuka dengan sendirinya meski sudah dikunci. Saya mulai berpikir beberapa penahannya tidak pernah dipasang dengan benar. Makanya saya langsung menutupnya dengan pintu kayu. Mungkin agak berlebihan, tapi saya memaku tiap sudutnya.”
“Dengan rak buku di belakangnya? Saya kira itu memang berlebihan.” Kata Desdemona.
Monkey menghampiri jendela tersebut, bersamaan dengan Inspektur Duncan membantunya menggeser rak tersebut setelahnya. Dengan apa yang dikatakannya, memang jendela itu bagian pinggirnya dipaku dengan rapi. Kedua orang itu mencoba mendorongnya namun tidak bergerak sedikit pun.
“Memang benar, Nona Desdemona. Kedua pembantu itu pernah bilang kalau lampu di kamar saya kadang menyala sendiri.”
“Hantu?” Inspektur Duncan menggeser rak itu kembali pada tempatnya dengan bantuan Monkey.
“Entahlah? Mana mungkin di zaman ini ada hantu, kan?”
Desdemona menyilangkan kakinya, Inspektur Duncan duduk di sofa sebelah kiri. Sedangkan Monkey masih tertarik pada rak – rak tersebut.
“Ah!” pria itu berdiri tiba – tiba, “Saya lupa mengambil cemilan!”
“Tidak usah repot – repot!”
Namun pria itu tidak menggubris, tangannya membawa sesuatu dari kulkas.
Segeralah ia kembali di tempat duduknya.
“Anda suka yang seperti ini?” Tangannya mengenggam dua kresek terlihat membawa sejenis potato chips, stik kering dan beberapa cemilan yang tidak manis. Juga beberapa minuman kaleng.
Desdemona hanya mengangguk.
“Katakan, Tuan Steve, apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini?”
“Well, saya merasa tidak ada yang aneh. Namun saya juga tidak menyangkal kalau keluarga pasti memiliki masalah sekecil apapun.”
“Ceritakan apa yang anda tahu.”
Ia diam sejenak, sesekali menghela nafas.
“Nah, kalau membahas itu saya kira akan cukup panjang. Tapi permasalahannya mungkin yang paling umum diantara keluarga yang kaya. Apalagi untuk Antoinette yang hanya beberapa orang di keluarga ini yang bekerja di sana, dengan Lorraine sebagai pimpinan yang baru sekarang.”
“Anda membicarakan tentang perebutan kekuasaan?”
Pria itu menggeleng.
“Kurang begitu yakin, tapi itu hal yang wajar. Lagipula tidak jarang saya mendengar ocehan – ocehan dari kamar sebelah. Walaupun tidak begitu jelas, tapi saya bisa mengerti kalau mereka saling menggunakan nada tinggi.”
Monkey masih berjalan kecil mengelilingi rak buku.
“Apa ada sesuatu yang spesifik, Tuan Steve?”
“Ah bila ditanya seperti itu—tidak bisa. Saya benci menuduh—itu terlalu—adalah hal yang tak penah saya lakukan.” Kata pria itu sambil ragu – ragu. Roman wajahnya yang berseri – seri kemudian menjadi panik.
Monkey menghampirinya.
“Oh? Mengapa tidak?”
Pria itu tiba – tiba agak linglung.
“Itu—itu adalah permintaan yang sulit, Tuan Monkey, saya bisa—mengatakan hal lain—seperti—entahlah mungkin selain yang satu itu—bisa menghilangkan—keharmonisan?”
“Well, jika anda bilang begitu saya tidak memaksakan,” kata Monkey dengan tenang, kemudian tangannya menyentuh pundak pria itu. “Tapi pikirkanlah, bagaimana bisa ada keharmonisan bila ada pembunuhan, benar?’
Kepala pria itu mendongak menghadap Monkey sesaat, lalu mengangguk dengan perlahan. Kata – katanya dilontarkan dalam pikirannya, sesaat ekspresinya agak yakin. Kemudian menoleh sesaat ke arah dua orang yang sedang duduk di sofa tepat di dihadapannya.
“Benar… ini seharusnya begitu,” anggukannya dengan pasti berkali – kali, suaranya perlahan membaik tanpa keraguan. “Benar, harus begitu!”
Nona Desdemona memandang agak khawatir.
“Anda baik – baik saja?”
“Ya, ya sangat baik! Tuan Monkey benar! Saya harus—saya harus berterus terang… ya inilah saatnya! Bukan lagi harmonis bila ada pembunuhan, benar!”
ns3.147.80.203da2