Keluar dari kamar tersebut, berbalik arah dan berjalan sedikit adalah kamar kosong tanpa nama. Sebuah kamar kosong namun cukup bersih dan rapi. Ruangan yang sepertinya tampak kekurangan, namun masih bisa dijadikan pertimbangan mengingat kamar kosong. Seperti sebutannya kamar kosong, tak berpenghuni, ruangan yang ada karena sejarahnya dan memenuhi tugas para pembantu untuk merawatnya. Setidaknya kata – kata sejarah itu tidak bisa dipungkiri mengingat sebuah lukisan, tepat di atas drawer yang vas bunga memijak di permukaannya.
“Seperti kata pria linglung itu, tepat di kamar kosong.” Kata Inspektur Duncan.
Sebuah lukisan misterius, seseorang mengenakan topeng separuh muka, warna putih mirip kepala merpati.
Monkey meraba – raba tepat pada bagian gaunnya yang hitam, guratan – guratannya terasa tidak berbeda seperti yang ada di gudang. Tangannya melanjutkan tugasnya sampai ke bagian topeng.
“Kamar Nyonya Roslyn Antoinette. Saya diberitahu suami saat masuk ke ruangan ini. Kemudian dia bilang ‘Roslyn dan Hannah seperti dua pribadi yang saling mengisi, aku hanya tidak berguna’ wajahnya agak sedih.”
Desdemona mendekati foto itu.
“Pasti ada sesuatu yang panjang.”
“Benar.”
Monkey menyela sambil mengangguk ringan.
“Ini semakin kompleks. Gambar itu, gambar ini, gagak atau merpati, saya rasa itu terlalu sulit dipandang kebetulan.” Wajahnya agak serius.
“Jika itu yang anda katakan, tapi saya juga merasa sama.”
Inpektur Duncan mengangguk.
“Madame, katakanlah, mungkin singkat—pasti korban pernah bercerita lebih dari itu pada anda? Anda—mau berbagi?”
Wanita itu melirik ke arah lain, bibirnya agak terbuka sedikit namun secara terpaksa.
“Tidak, Tuan Monkey, sayangnya tidak.” Katanya dengan tenang.
“Anda yakin?” tanya Desdemona.
“Sangat yakin.”
Kedua orang itu menghela nafas, sedangkan lagi – lagi topi di kepalanya itu tanpa salah ditepuk ringan oleh Inspektur Duncan. Terutama Monkey yang sama sekali di dalam kebuntuan.
Desdemona melirik arlojinya dengan khawatir, waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam. Mereka berniat menginap di hotel, mobil Inspektur Duncan pastilah tidak keberatan. Karena kebaikan Madame Antoinette, mereka menerima tawaran untuk menginap. Tidak hanya sehari, namun sampai kasus tersebut benar – benar tuntas. Nyonya Antoinette memberikan kunci kamar tepat pada ruangan terakhir yang diperiksa. Setelah berpamitan, Inspektur Duncan serta bawahannya menyudahi tugas tersebut.
“Sarapan ada di lantai satu, kami punya sup, daging, dan pasta,” katanya dengan penuh antusias. “Oh! Kami juga punya bubur nasi bagi yang tidak terbiasa dengan kentang tumbuk!”
“Ah, tidak perlu repot – repot.”
“Bagaimana dengan anda, Tuan Monkey? Anda yakin tidak ingin menggunakan kamar kosong satunya lagi?”
“Ah, tidak perlu!. Saya bisa menyesuaikan.” Kepalanya menoleh sambil tersenyum. “Sofa ini sudah lebih dari cukup.”
Pintu ditutup dengan lembut.
Monkey dan Desdemona duduk di sofa saling berhadapan. Kaki wanita itu disandarkan di atas meja, jasnya ditaruh pada sofa yang ukurannya dua kali dari sofa untuk satu orang. Lampu di kamar tersebut dimatikan, sedangkan setelah Monkey menyalakan lampu tidur, ia kembali duduk.
“Jadi, manakah yang paling menarik?”
Monkey mengambil buku hitam dalam sakunya, kemudian menulis sesuatu.
“Semuanya terlihat menarik. Anda?”
“Edelyn.”
Pria itu mengangguk kecil agak cepat.
“Setelah apa yang dikatakan pria aneh itu, saya yakin ia menyimpan hal yang lebih.”
Pria itu masih menulis.
“Henrietta juga cukup aneh. Maksud saya, bisa saja ia dalang di balik semua ini? Lagipula beberapa orang menaruh benci padanya.”
“Mungkin, mungkin.” Jawab pria itu masih sibuk dengan bukunya.
Desdemona mengambil pena dengan paksa. “Wanita benci sekali diabaikan, anda perlu belajar!” katanya dengan sebal.
Monkey menghela nafas.
“Saya tertarik dengan pembantu muda itu.”
“Oh? Apa yang anda dapatkan?”
Pria itu menggeleng dengan cepat.
“Tidak ada, karena itulah saya tertarik.” Direbutnya lagi pena tersebut.
“Anda tidak mau mengatakan alasannya?”
Lagi – lagi menghela nafasnya. Tangannya tidak lagi menulis, melainkan menyobek kertas tersebut.
“Inilah jawabannya.”
Wanita itu mengernyitkan dahinya setelah membaca kertas tersebut. Roman mukanya menyiratkan permintaan penjelasan lebih rinci.
“Sebuah alamat? Mengapa repot – repot?”
“Untuk memastikan kesaksian mereka.”
Wanita itu mengangguk, namun wajahnya masih dipenuhi kebingungan.
“Ya itu memang dibutuhkan. Tapi ini banyak sekali! Kita bisa seharian melakukan itu!”
ns3.147.80.203da2