Sementra di pintu depan seorang wanita lain melihat – lihat dan wajahnya agak ragu. Hal itu baru saja disadari oleh Nona Flemming.
“Oh? Masuklah! Jangan sungkan – sungkan!”
“Ba—baik!”
Ia berjalan dan mellihat sekeliling. Sebuah toko yang tidak terlalu besar, lengkap dengan etalase untuk memajang kue, tiga set meja persegi lengkap dengan tempat duduk saling berhadapan yang masing - masing dipisah sekitar empat langkah kaki, dan vending machine yang siap menampung koin penny bila ada orang yang membutuhkan.
Nona Egremont duduk pada tempat yang dekat mesin minuman itu. Tepat berseberangan dengan Nona Flemming.
“Ada apa?”
Wanita masih gugup. Sikapnya yang malu – malu itu sangat tidak biasa dan segera terlihat dari tubuhnya yang bergemetar.
“Ti—tidak masalah.”
“Kau sudah sarapan, Honey?”
Nona Flemming semakin heran saat wajah wanita itu malah tambah malu.
“Be—belum.”
“Ambilah. Tuan Cake membuat sarapan untuk kita.”
Pria yang rambutnya barusan dirapikan bermodalkan air kran cuci piring itu menghampirinya.
“Ada apa? Kau ingin kencing?” Kata Cake spontan.
“Hey!”
“Bu—bukan itu!”
Kedua wanita itu saling berbisik.
“Kau lihat, kan? Pria itu masih sama. Yang berbeda hanyalah rambut putih dan janggut bodohnya. Terlepas dari itu semua, memang aslinya juga begitu. Mesum dan tidak berperasaan.” Kata Flemming yang nadanya pelan namun masih bisa didengar oleh pria itu.
“Kalau kakak Flemming yang bilang, itu memang benar!”
Mereka berdua memandang buruk pria itu. Seperti sedang melihat sampah.
Monkey berbalik.
“Hentikan perkataan kalian itu. Tidak memandang fisiknya matang atau tidak, entah dada itu terlihat empuk atau seperti papan, secara mental kalian anak – anak,” ucapnya yang spontan dengan wajah tebal dan mata malasnya. “Lagipula mengapa—”
“AAARRRGGH!”
Kedua tangan Nona Fleming meraih perutnya. Pandangan pria itu seperti hendak melayang. Melihat langit – langit lalu bagian belakang. Saat ia sadar, lehernya mendarat tanpa ia inginkan. Ia memekik kesakitan.
Nona Flemming bangkit, lalu menepukkan tangannya satu sama lain.
“Kau lihat, Honey? Ini adalah German Suplex. Khusus menikam kata – kata busuk dari seorang pria yang tidak punya moral.” Ucapnya lantang dengan penuh kebanggaan.
“Entah mengapa aku selalu punya pengalaman buruk dengan wanita,” gumam Monkey yang masih dalam posisi kurang nyaman itu dan berusaha bangkit.
Yang membuatnya tambah jengkel adalah melihat Nona Egremont yang wajahnya terlihat puas.
“Awas saja kau tomboy!” gumamnya.
Setelah itu mereka berkemas dan memasukkan semuanya ke dalam mobil jepang hitam milik supir yang dipanggil Egremont itu. Mereka memakai jasanya lagi.
“Ngomong – ngomong anda ini si pak tua itu?” Sang supir melirik kaca spion tengah.
“Tidak mengagetkan dari mulut gadis tomboy yang kurang sopan. Rencana itu tidak ada pilihan lain, lagi pula itu semua berakhir kemenangan.” Balas Monkey agak kesal.
“Aku kan hanya bertanya!”
Nona Flemming menghela nafas.
“Apa kalian memang begini dari awal?” Kata wanita di sebelahnya.
“Entahlah saat itu kupikir ada juga orang tua yang kurang perhatian,”
“Hey, mulutnya!”
“Oh? Kau benar yang satu itu, Honey. Semasa SMA pria ini cukup penyendiri, kurang sosial!” Jari telunjuk Nona Flemming menekan – nekan ringan pipi pria yang masih kesal itu.
Pria itu menyela tangan usil itu.
“Seorang pria yang jenius selalu punya argumen dalam kepalanya sendiri. Ia tidak bertujuan untuk suatu kasta hirerarki sosial, namun ia akan menjadi pemenang saat waktunya tiba. Sedangkan pria dan wanita yang mengaku menikmati masa muda itu adalah sekumpulan cecunguk yang berleha – leha, merasa meningkat pada fase asmara, lalu saat ditinggal merasa putus asa. Merekalah orang yang kalah.” Katanya dengan nada penuh kebanggan, namun wajahnya sama sekali tidak tersenyum.
Wanita supir itu seolah – olah menangis, namun niatnya mengejek.
“Begitu ya? hiks… hiks… kau memang tidak beruntung Johnny.”
“Siapa yang kau panggil Johnny!”
“Oh… Maxwell… aku menghasihanimu!” Wanita di sebelahnya juga ikut – ikutan, menambah rasa jengkelnya.
“Tch!”
Mobil kini sudah dekat. Sementara pria itu dari awal hingga akhir perjalanan tampak sebal dan kesal. Lalu mobil tepat diparkirkan di belakang mobil Inspektur Duncan yang baru saja datang.
“Selamat pagi, hari yang cerah.”
“Apakah tampak begitu?” Balas Monkey dengan melankolis.
Setelah itu mereka berkumpul di tempat yang sama seperti sebelumnya. Semua orang termasuk Tuan Periwinkle, Nyonya Dornicle, Nona Selery, dan wanita yang menolak dipanggil nenek, Nyonya McNalley. Bahkan Nona Egremont disuruh ikut.
Monkey langsung mengeluarkan semua kertas yang punya informasi berhubungan di atas meja. Inspektur Duncan mengeluar buku kecil untuk mencatat laporannya.
“Ada dua motif yang saling berhubungan. Tapi saya akan menuju pada Chester. Sebagai seorang pria yang bertanggung jawab melaksanakan penjualan, Nyonya Antoinette, anda pastinya mengerti mengapa Chester selalu bisa atau tidak pernah gagal dalam menghabiskan sebuah stok. Entah itu ikan, sayuran, buah – buahan apapun itu.” Kata Monkey.
“Ah, itu yang selama ini saya penasaran.” Nyonya Antoinette mengangguk.
“Lebih tepatnya agak mencurigakan.” Tambah Tuan Keith yang ia sudah siap dengan jas dokternya. Agar setelah urusan ini selesai ia akan kembali ke Ipswich.
“Benar, bahkan ia mampu membeli koleksi brendi yang menurut kesaksiannya sekitar ratusan ribu pounds.”
“Ah, itu benar. Saya juga melihat.” Tambah Inspektur Duncan.
“Saya berspekulasi dan menaruh sepenuhnya kecurigaan pada dua hal. Yang pertama adalah beliau yang seling berkeliling, yang kedua, demi seorang yang katanya dibantu, bisa petani, pekebun, dan nelayan. Dalihnya adalah rantai pencaharian. Kemudian masalah itu mengkerucut pada satu hal. Inilah benda yang anda maksud.”
Ditunjukannya gambar foto yang telah dicetak.
Semua orang memperhatikan gambar itu hati – hati.
“Wow! Taman bunga yang indah.” Kata Nyonya McNalley dengan kagum.
“Saya jadi ingin memetiknya satu.” Kata Nona Selery yang rambutnya telah dipotong jadi seleher. Monkey agak senang melihatnya yang berubah tampilannya menjadi lebih baik. 126Please respect copyright.PENANAbrkROixhrK