“Tidak usah repot – repot, Nyonya!”
“Anggap saja rumah sendiri.”
Monkey merasa sungkan.
“Kami ke sini hanya sebentar, Nyonya McNalley.”
Nenek tua itu diam sesaat, lalu meneguk tehnya sampai habis.
“Informasi itu sangat tidak disangka – sangka. Saya tidak sengaja menemukan berita kematiannya. Saya kira hanya orang jahat yang punya musuh.” Katanya sambil melamun memandang samping.
Monkey pun menjelaskan secara garis besarnya. Kemudian Monkey menanyakan sesuatu.
“Dulu saya masih sangat ingat, masih sebagai guru. Waktu itu malam dan derasnya bukan main. Saya yang sedang merancang materi pembelajaran. Tiba – tiba seseorang mengetuk pintu bawah. Seorang laki – laki dengan jas hujan membawa dua anak enam tahun, digandengnya. Kami berdiskusi panjang lebar. Saya cukup yakin, waktu itu Tuan Wright bilang tempat itu tidak bisa menampung anak lagi. Maksudnya dananya tidak cukup, bahkan satu anak pun. Tapi mendengarkan alasannya saya tersentuh. Saya menanggung hidup mereka. Kira – kira memakan tiga per empat gaji saya. Lagipula mereka pun tidak dalam keadaan sehat.”
Nyonya McNalley menceritakan dengan terperinci dan penjelasan yang mudah dimengerti. Ia kemudian berjalan menuju drawer di sebelah kanan, dipukanya laci nomor dua. Sebuah foto dalam figura diberikan pada Monkey.
“Ini cukup ironi, bahkan tidak salah satu, namun keduanya. Apa dulu penyumbangnya tidak seperti sekarang?”
Wanita tua itu mengangguk.
“Sama seperti kulit bunglon dengan mimikrinya, tempat itu pun sudah berganti – ganti. Awalnya ikut gereja, kemudian ada penyumbang lain, Tuan Monteiro, Nyonya Medison, dan yang terakhir hingga saat ini Tuan Antoinette,” tambahnya nada agak meninggi. ”Saat itu masih dibawah gereja. Saya cukup frustasi bahwa tunjangan tidak kunjung diturunkan, bahkan infrastruktur kami yang seharusnya minta diganti ternyata tidak juga datang. Persetan mereka!”
“Ah, itu sangat bisa dipahami,” Monkey menyerahkan foto dalam sakunya. “Bila anda tidak keberatan, Nyonya.”
Nyonya McNalley mengambil kaca mata rantainya. Matanya dipicingkan sedikit, lalu keluarlah air mata haru.
“Ini mengingatkan masa lalu. Saya membesarkan dua orang putri yang tumbuh besar. Bahkan rela untuk tidak menikahi pria yang telah lama menunggu saya. Bagaimanapun juga biaya obatnya saja sudah luar biasa. Menikah berarti saya membunuh putri – putri saya.” Katanya sambil mengusap air matanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Mereka sangat, sangat tidak beruntung. Kalau harus marah, saya pasti mendatangi orang tuanya dan memukulnya sampai babak belur! Tapi setelah mendengar keadaan mereka pun yang tak seberuntung anaknya, saya tak bisa. Mereka anemia, tapi salah satu dari mereka ada tambahan kondisi tertentu.”
“Kondisi tertentu?”
“Saya tidak tahu apa dokter menyebutnya, tapi itu sesuatu seperti anda tidak bisa meminum suplemen sembarangan atau obat sembarangan. Sesuatu yang merusak kondisi imunnya.”
“Ah itu bisa dipahami.” Kata Monkey menaruh kasihan yang tulus.
“Kemudian saat tiba seseorang melamarnya, saya merasa saat itulah waktunya tiba. Setidaknya tidak perlu khawatir mengurus sendiri daripada menyewa rumah. Ternyata Tuan Antoinette. Meskipun saya memberatkan hal lain.”
Wanita tua itu terus melanjutkan ceritanya hingga hampir satu jam. Namun Monkey sangat menaruh perhatian pada beberapa hal yang didengarnya.
“Hanya anda yang tahu saat itu?”
“Ingat mereka saling membahu, kan? Lagipula saya juga tidak terlalu menyadari.”
“Benar, lagipula satunya punya pekerjaan lain.”
Nyonya McNalley mengangguk.
Monkey kemudian mengambil kembali foto itu dan menaruh pada sakunya lagi. Lali mereka berpamitan, terutama agar Nona Egremont tidak keterlaluan. Namun Nyonya McNalley tidak mengizinkan Monkey pergi mengingat ia belum mengambil satupun kue. Sampai benar – benar ditelannya.
“Itu sudah tradisi. Saya sudah terlalu lama berurusan dengan tamu. Mereka sungkan, tapi sungkan tidak mengizinkan perut mereka setidaknya terisi. Oh, soal biskuit aku yang terbaik!” Kata Nyonya McNalley kembali bersemangat.
Melihat orang tua yang cerah kembali, Monkey tak mungkin menolak.
“Itu benar! Jangan meremehkan kue buatan nenek!” Katanya agak mengotot sambil mengejek pria tua di sebelahnya.”
Monkey menikmati kue tersebut lalu seperti biasa, menanyakan resepnya.
“Resep? Ini tidaklah sulit,” tambahnya. “Eh? Tunggu sebentar. Rasanya saya mengingat sesuatu.’
“Oh ya?”
“Kejadian yang sama terulang.”
Monkey menjadi agak serius.
“Terulang?”
“Seseorang dari yang saya kenal. Menitipkan seorang bayi. Awalnya saya curiga, namun ternyata tidak. Daripada sepasang, dia hanya seseorang. Kondisi tempat ini juga sudah bagus, tidak seperti dulu.”
“Sebuah kebetulan? Seorang anak?”
“Well, begitulah. Anda tahu apalagi yang kebetulan?”
Monkey menunggu.
“Saya memperkerjakannya kembali pada yang menitipkan.”
Obrolan itu tidak berlangsung lama, kemudian mereka berpamitan. Seperti biasa Monkey meminta nomor setiap orang yang ditemuinya.
Kini mereka berada dalam mobil jepang milik Nona Egremont.
“Anda selalu meminta nomor telepon?”
“Ya nona rakus. Kenapa?”
“Itu menjijikkan.”
“Semua orang yang saya mintai nomor adalah yang punya hubungan tertentu. Termasuk anda.”
“Itu yang paling menjijikan.” Katanya sambil menyalakan mesin mobil.
“Soal anda yang rakus?”
“Terserah.”
Mobil melewati jalur yang sama mengingat jalan yang dilewati sebelumnya dua arah. Entah kenapa jalur saat agak sore lebih ramai dari biasanya. Untung rumor woman cab yang lincah bukanlah omong kosong.
Setelah itu mereka berhenti di kedai makan dekat dengan rumah sakit Nona Desdemona beristirahat. Tentu saja tempat Nyonya Duncan bekerja. Kemudian mereka menjenguk sebentar. Sementara wanita supir itu disuruh menunggu di mobil, Monkey membicarakan sesuatu. Kemudian mereka kembali.
ns3.22.79.2da2