Namun mata Monkey lebih tertuju pada bagian pojok kiri bawah. Ukiran ranting pohon lain yang agak cacat, tangannya menggaruk – garuk ringan pada bagian tersebut.
“Ada apa, Tuan Monkey?”
“Hm? Tidak, tidak. Saya hanya mengagumi sebuah jam yang indah ini.” tambahnya wajah penasaran. “Menurut anda sendiri bagaimana, Nona Desdemona?”
Alis kiri wanita itu agak naik, tangannya memegang dagunya. “Sebuah jam artistik yang sederhana. Apa ini yang dimaksud kecanggihan utama?”
“So wahr! Anda sudah seperti seperenambelas dari Leonardo Da Vinci!” ditolehnya lagi ke arah rekan satunya. “Bagaimana dengan anda, Inspektur Duncan?”
“Saya selalu kepikiran bagaimana mengganti baterainya—eh bisa juga bukan itu permasalahannya.”
“Berpikir secara logis, huh? Anda selalu melompat pada kesimpulan. Well, setidaknya kita bertiga masih dalam satu frekuensi.”
Nona Desdemona mengeluh, “Anda selalu membicarakan hal yang susah dimengerti.”
“Tidak, tidak, tidak, Milady! Justru saya lebih geram dan terkejut lagi bila seseorang menganggap hal itu biasa. Ketertarikan selalu mengekor pada yang tersembunyi. Siapa tahu, kan?”
Kedua orang tersebut saling memandangi sesaat, lalu mengangguk perlahan. Dari seni ukiran merpati indah itu, mereka berbelok ke kiri. Pandangannya dihadapkan pada empat pintu, ditujulah yang terdekat.
Pintu tersebut terukir sebuah nama. Saat diketuk, keluarlah wanita cantik dengan rambut pirang berbentuk seperti roti bun rendah dekat leher, dengan poni yang membagi dua bagian. Yang satu agak menutupi mata sebelah kiri, Sedangkan yang lainnya di sebelah kanan langsung menjuntai ke bawah. Suara yang cenderung lebih dalam dan kalem, namun pandanganya sangat sangat tajam. Dengan tenang, pintunya terbuka seperempat.
“Silahkan.”
Mereka masuk dengan agak sungkan setelah melihat roman wajah wanita itu, agak pucat. Dengan perkenalan dan penjelasan yang singkat. Reaksinya biasa saja ketika ia mendengar penyebab kematian korban. Nona Desdemona membenamkan diri pada salah satu sofa, sedangkan kedua laki – laki itu berkeliling melihat – lihat isi ruangan tersebut.
Boleh jadi terdapat sesuatu yang menarik. Tembok abu - abu yang seisinya masih dengan ukiran merpati yang sama. Yang berbeda adalah tembok itu dipisahkan dengan garis warna biru tua dari kayu yang sisa bagian separuhnya berlapis karpet empuk warna merah. Ruangan itu sangat sunyi dan tenang, terlihat lebih berkarakter.
Langkah kedua laki – laki itu sangat berhati – hati. Pandangan Inspektur Duncan yang tak henti – hentinya menoleh ke segala arah, ruangan yang dipenuhi manekin lengkap dengan pakainnya. Ada juga kain yang berserakan setengah jadi. Monkey terhenti pada dua buah lemari yang besar, kira – kira cukup untuk dua ratus pakaian. Selain tempat tidur seluas dua orang, satu set tempat rias, satu set komputer canggih dan cermin setinggi dua meter. Beberapa gunting, penggaris, dan minuman kaleng yang diambil di kulkas agak berserakan, sangat menarik perhatiannya.
Monkey sesaat berbisik pada Inspektur Duncan yang kemudian diikuti anggukannya
“Rapi sekali.”
Kata – kata itu agak terdengar yang membuat roman muka wanita itu agak risih, badannya justru dicondongkan ke arah yang berlawanan dengan Nona Desdemona.
“Anda keberatan?”
“Tidak.” balas wanita itu dengan tenang tanpa menggeleng kepalanya.
“Anda tidak usah khawatir, semua adalah prosedur.” Jelas Nona Desdemona dengan ramah.
“Maafkan saya yang kurang professional,” balasnya dengan membetulkan kacamata, kini badannya sudah menghadap dengan mantap pada Nona Desdemona. “Saya Lilia Antoinette. Panggil saya sesuka anda.”
“Um… Nona Lilia? Dimanakah kemarin anda saat kejadian itu?”
“Tidak jauh berbeda seperti yang saya lakukan sekarang.”
“Anda sama sekali tidak berkeliling sebentar—maksud saya setelah makan malam?”
“Kadang – kadang dengan Edelyn, saya ke teras dekat taman sebentar. Tapi kemarin deadline bisa – bisa membunuh saya.”
“Membunuh?”
Masih dengan sikap tenangnya, lagi – lagi kacamatanya dibenarkan, matanya terkadang berkedip tanpa jeda. “Maaf, lebih tepatnya itu membunuh bisnis saya.”
“Anda seorang yang pekerja keras, Nona?” Langkahnya berjingkat – jingkat menghindari kain yang berserakan, Inspektur Duncan menghadap salah satu manekin dengan gaun mawar hitam. “Saya heran berapa waktu yang anda habiskan untuk gaun hitam ini?”
“Well,Steve juga bilang seperti itu,” jelasnya dengan sedikit tersenyum. “Anda mempunyai selera yang cukup jarang dari yang seumuran. Sekitar sebulan sebuah desain lahir. Mewujudkannya saya harus menentukan jahitan, bahan, dan besarnya biaya. Kurang lebih seperempat tahun.”
ns3.12.165.112da2