Waktu siang adalah tepat untuknya melahap roti isi telur, sosis, selada yang cukup mengisi perutnya. Apabila dirasa hal itu kurang, kadang diulangnya sampai dua kali. Segelas air dicampur jahe yang diparutnya, mengakhiri makan siangnya. Tanpa perlu manisan yang berlebihan, karena ruang mereka menurut Cake lebih tepat saat suasana hati sedang gundah. Sisa jam siangnya, Cake sadar bahwa perlengkapan pendukungnya, Charmomile Tea sudah agak menipis. Dirasa resiko kehabisan itu perlu dicegah, beranjaklah ia dari kursinya, diambil mantel dan topi newsboy hitam,bermotif tanda seru.
Cake menuju ke tempat Nyonya Odnery, sebuah toko obat di jalan kecil Sussex Street, Odnerant Pharmacie, yang secara kebetulan ia juga menjual beraneka ragam teh. Wanita yang kira – kira tiga dekade lebih tua darinya, suaranya yang lirih namun masih terdengar. Matanya agak sering berkedip namun memancarkan kepedulian dan keramahaannya.
“Madame Odnery, seperti biasanya saja. Apakah tersedia?” tanya pria itu sambil memberikan sebungkus kue chiffon matcha.
“Ah, anda tidak perlu repot – repot, Tuan Cake!” Dengan sedikit sungkan, wanita itu menerima. “Tentu saja selalu saya sisakan untuk seorang penggemar teh seperti anda.”
“Itu sangat membantu!” Diserahkanlah sejumlah uang olehnya.
Sejumlah pembayaran itu ditolak.
“Chiffon anda sudah cukup. Cemilan yang paling pas saat agak mendung begini. Akhir – akhir ini mau makan saja rasanya malas. Anda tahu kan?”
“Penuaan?”
Angguk wanita tua itu.
“Gigi sama sekali tak membantu, kadang juga nyeri. Dan lidah yang sudah tak kompeten, hambar sudah menjadi kebiasaan.”
“Suatu kehormatan tersendiri bagi Carmel Keymarks bisa menyenangkan hati anda. Tapi menurut simpelnya, bersyukur adalah kewajiban kita, Nyonya Odnery”
“Anda benar.”
Membalik badan dan melangkah menjauhi tempat itu, Cake berniat kembali. Terdengar langkah yang menghentikannya sejenak, terciumlah aroma yang menyegarkan. Dipikirannya, meskipun seorang penggemar kopi seperti temannya, Inspektur Chad, tidak akan mendapati bau sekuat itu. Tidak terkecuali menggunakan parfum khusus. Ditolehnya pria paru baya, berkacamata hitam dan menggunakan mantel coklat tua. Masker kurang menyembunyikan janggutnya yang saling berdesakan, kulit yang tidak terlalu gelap. Tubuhnya agak besar dengan lekukan aneh nan sesak. Sambil menghadap Nyonya Odnery dengan agak terbatuk - batuk.
“Seorang detektif, eh?” pikir pria yang sendirinya juga detektif.
Beberapa saat setelah pria itu pergi, Cake berbalik arah menemui Nyonya Odnery. Ia meminta informasi apa yang dibeli oleh pria aneh tadi. Hal itu tidak mudah baginya, karena informasi tersebut seharusnya dirahasiakan. Merupakan sebuah peraturan standar bagi setiap toko obat untuk melaksanakan hal itu. Di atas hal itu tak ada yang bisa membantah, kecuali hubungan yang erat. Nyonya Odnery dan Cake sudah seperti rekan, bahkan boleh dibilang ia menganggap bibinya sendiri. Membalas niat Cake yang selalu peduli menurutnya, maka dipinjamkanlah sebuah nota yang dibeli orang tersebut. Melihat nama obat yang dibeli, sudah pasti hal yang pertama dilakukan adalah, menggaruk kepalanya.
“Jadi, untuk apa obat ini?” tanya Cake yang sama sekali buntu mengenai obat – obatan.
“Bukan hal yang khusus, orang sepertinya sering membeli obat ini. Untuk menurunkan tekanan darah.”
Tambahnya dengan menghela nafas sekali, “Hidup terkadang rumit, MonsieurCake. Banyak lansia yang terkena hipertensi karena pikiran,” tambah wanita itu dengan tidak heran. “Saya juga terkadang memakainya.”
“Ah, umur memang tak bisa dikompromi, huh?” Cake menganggguk dengan ramah.
Dikembalikan nota tersebut dengan sopan.
Tanpa pikiran lain, kemudian berbalik arah. “Semoga sehat selalu, maaf mengganggu waktu anda.”
Ia melambaikan tangan pada pemilik toko obat yang agak tua itu. Akhirnya langkah detektif itu dengan tanpa keraguan, menuju tokonya sekali lagi.
Sekitar 45 menit, tempatnya yang dituju sudah dekat di pandangannya, sekitar dua puluh langkah lagi. Dilihatnya arloji miliknya.
“Ah, telat 10 menit.” Gumamnya dengan agak menyesal.
Terlihat tiga orang wanita menunggu dan melihat – lihat tokonya.
Salah satu orang melambaikan tangan, “Ah, Tuan Cake?”
“Maaf membuat anda menunggu, Nona Dorothy,” Cake membungkukkan badan dengan hormat. “Segera masuklah, mademoiselle!”
Dibukalah kunci pintunya, dicopotnya tanda bertuliskan Break. Dibukakanlah mantel dengan ramahnya, ditaruh di tempat yang tanpa menimbulkan kekhawatiran. Tangan orang yang dianggap detektif itu memeras jeruk nipis, ditambahkannya sedikit madu dan garam. Lengkap dengan es batu dan air yang cukup, ketiga gelas berukuran sedang di antarkan dengan penuh sopan. Dimanjakanlah pelanggan tersebut seperti ratu.Nadanya masih mengulang permintaan maaf, walaupun ketiga wanita itu mengaku tidak terlalu lama menunggu. Menurutnya hal ini agar mendinginkan mood para gadis yang akan dibuatnya menunggu lagi. Prinsipnya yang mengedepankan kepercayaan, ia memberikan bonus lagi, coklat dingin ukuran kecil. Tentunya dengan teknik gombalannnya, tuturnya pun yang sering memuji – muji.
“Ah, anda baik sekali tuan!” mata salah satu teman wanita yang dipanggil Dorothy itu berbinar – binar. Ketiga orang tersebut pergi dengan puas sambil bergumam pendapat atas sebuah pujian yang samar - samar terdengar di telinganya. Berbarengan hal itu, seseorang tak asing datang ke tokonya. Dengan menoleh sedikit ke arah pelanggan yang barusan keluar, ia menggeleng – gelengkan kepalanya.
“Saya tak kaget Nona Flemming kasar pada anda.” Gumamnya.
“Hah… candaan yang buruk, sobat.” Balasnya dengan letih.
ns3.22.79.2da2