“I—itu benar.”
“Lanjutkan monsieur.”
“Sebenarnya, Tuan Cake, kasus ini sedang diperbarui. Seseorang meninggal kemarin malam, sekitar pukul 7 malam! Be—beliau meninggal karena terpeleset di toilet. Posisi tubuhnya telungkup, wajahnya menghadap lantai eh—hidungnya patah, gigi depannya copot dua biji.”
Roman muka detektif itu berubah ngeri, “Euhh… cukup mengerikan.”
Suara seseorang menuruni tangga.
“Ah, pas sekali!”
“Soal rincian kematiannya lebih lanjut, laporan forensik yang saya butuhkan,” Cake memperkenalkan temannya, “Itu harus dari wanita cantik ini.”
Seketika pandangan mereka teralihkan pada wanita cantik dengan jas laboratoriumnya. Kecantikannya menenggelamkan dunia kedua tamu itu sesaat.
Sorotannya matanya yang tajam, senyuman penuh pesona yang menyiratkan godaan. “Ada yang bisa saya bantu dengan tuan – tuan gagah nan perkasa ini?” nadanya berkesan tidak terpuji. Diikuti dengan kedipan matanya mengarah ke sersan muda itu. Sekali lagi kedua tamu itu tidak fokus ke arah pembicaraannya.
“Nona Rachel Flemming harus bergabung sementara dengan Tim Forensik Kepolisian Oxford,” matanya terpejam sesaat, tambahnya dengan tenang. “Informasi pemeriksaan Nona Flemming adalah standar saya sementara ini.”
Kedua pria itu menelan ludah. Ditolehnya wanita itu sekali lagi, tanpa berpikir panjang ia mengutarakan kesetujuannya.
“Tentu saja tim kami akan senang bekerja sama dengan Nona Flemming!”
“Mohon bantuan kedepannya, Inspektur!” Wanita itu tersenyum lalu membungkuk dengan sopan.
Setelah itu mereka sedang membicarakan tentang prosedur lain yang harus diikuti. Cake hampir lupa akan adonan buttercookies yang tinggal di ovennya. Jamuan untuk tamunya itu sudah sempurna dan disiapkan tepat di meja.
“Anda repot – repot sekali, Tuan Cake!”
Cake menyuruh tamunya itu untuk mencicipi cemilan tersebut. Dikunyahnya dengan penuh kenikmatan, tangannya tanpa ragu mengambil lagi. Menurut Cake, otak akan berfungsi sepenuhnya bila semuanya tenang dan perut terisi. Kemudian mereka kembali pada topik utamanya.
“Baiklah ini tentang kecerdikan. Saya ingin diperkenalkan dengan tuan rumah sebagai Moncef Keymark,”
Kedua pria itu menoleh satu sama lain, agak kebingungan.
“Saya akan memakai kumis, jenggot dan pewarna rambut. Saya ingin terlihat seperti orang tua.”
Kedua pria itu menggelengkan kepala dengan heran.
“Tuan Cake, anda memang berwajah tampan. Mengapa harus orang tua?”
“Simpel saja, Tuan Duncan. Terkadang omongan – omongan orang tua lebih dihormati, bukan? Terutama terhadap muda – mudi yang mengisi tempat itu.”
Kedua pria itu mengangguk lagi. Salah satu pria mengerutkan dahinya, lalu angkat bicara.
“Tunggu dulu! bagaimana anda tahu kalau seisi rumah itu banyak yang masih muda?”
“Tidak, kecuali koki, kepala pembantu, dan kepala rumah tangga rumah itu.”
Kedua pria itu melirik satu sama lain, kesan mereka menjadi kebingungan terhadap tepatnya tebakan detektif itu.
“Anda mengesankan, M. Cake!” jelas Inspektur Duncan, “Jadi, korban adalah—”
“Sang Kepala Rumah Tangga.” Potong Cake dengan lembut.
Sersan Wintergard melongo.
“Bukannya tadi saya bilang sudah pernah meriset kasus ini?”
Kedua pria itu langsung mengangguk. Roman mukanya sudah sedikit lega dari keingintahuannya. Setelah mereka berbicara sebentar mendiskusikan hal lebih rinci mengenai kasus tersebut, kedua pria itu kembali pada mobilnya.
“Saya akan tiba nanti malam.”
“Terima kasih atas bantuannya, Tuan Cake!”
Mobil itu menutup kacanya dan pergi. Detektif itu melihat arlojinya dan terkejut. Jarum jam tersebut sudah lebih dari tiga jam dari waktu toko buka biasanya. Lagipula kasus itu berlanjut, dan ia menerima tawaran tersebut. Jadi bukanlah masalah besar menutup tokonya, sementara fokus harus sepenuhnya pada keganjilan yang menantinya.
Cake membuka pintu, melewati Nona Flemming yang sedang berurusan buttercookies buatannya.
“Jadi, bagaimana anda bisa tahu?”
“Soal?”
“Korban.”
“Bukannya tadi sudah saya jawab, Nona Flemming?”
“Tapi tidak sepenuhnya,” Wanita itu beranjak dari posisi nyamannya, tiba - tiba menghalangi Cake yang sedang menuju tangga. “Aku sedikit penasaran!”
“Entahlah, saya hanya menebak.”
“Saya tahu anda bisa saja menjawab asal – asalan. Orang – orang pun bisa percaya karena keintelektualan anda. Tapi, lebih daripada itu, Moncef, katakanlah!”
Detektif itu menghembuskan nafas. Bahunya diangkat.
“Anda sangat tidak sabaran ya? Tebakan itu bisa saja benar atau salah. Lima puluh persennya dari informasi. Saya mengidentifikasi perilaku pelaku. Dari situlah tebakan itu muncul.”
ns3.22.79.2da2