“Oh, Tuan Cake. Ada apa? Bukannya seorang perempuan tadi mengibur anda?” Ejek temannya yang lain, barusan membuka pintu toko.
Tunjuknya dada sebelah kiri, “Benar, saya cukup menikmatinya, terutama di sini.”
Nadanya meninggi dengan agak sebal. “Katakan apa yang diperlukan dan… silahkan pergi!”
“Oh, menakutkan sekali! Aku tidak ingin ditolak olehmu, sayang!” Ejekkan temannya yang diperburuk.
“Tuan Chad!” Pria itu mendidih, terperanjat dari tempat duduknya.
“Baiklah, baiklah! Anda sama sekali tak sabaran ya? Aku butuh sarapan dulu, pesan pancake, telur dadar, dan kopi.” Pria itu mengambil tempat duduknya.
“Seharusnya ucapkan itu dari awal, Tuan Chad.”
“détends-toi mon ami!”
Pria itu diam sesaat, menarik nafas sedalam – dalamnya, dikeluarkannya secara perlahan. Wajahnya yang tadinya mendidih sudah agak mendingan. Segera dikerjakan apa yang dikatakan oleh pria yang bernama Chad itu. Ia memang sedikit kurang laku sebagai detektif, tapi berbeda ceritanya dengan tokonya saat ini. Bisa dibilang sangat cukup dan memungkinkan menopang hidupnya yang tidak terlalu berfoya – foya. Tangannya lebih tepat untuk memanjakan lidah dan perut pelanggannya. Tapi akalnya, seringkali dijadikan polisi sebagai anjing pelacak meskipun di luar kepolisian. Ia sudah menjadi bagian dari kepolisian sejak muda dan pada saat itu juga, prinsipnya penuh semangat. Sesuatu terjadi yang memutar arahnya tiga ratus enam puluh derajat di masa lalu. Tapi kehormatannya mencari suatu keadilan tanpa pujian, adalah yang paling tidak bisa dibiarkan oleh temannya, Tuan Chad.
Daniel Chad, inspektur kepolisian Cambridge, teman pria itu saat masih di kepolisian. Ia sering menuju Market Street, Cambridge 02, untuk mengunjungi toko temannya. Sarapan dan berbagi pandangan, sudah seperti kebiasannya. Pria bermantel coklat, topi bowler hitam, dengan badan setinggi 1,78 meter. Perangainya tegas dan lumayan humoris. Dan yang terpenting, ia mengedepankan kepraktisan, bukan birokrasi. Itulah mengapa Cake tak pernah menolak menolongnya.
“Jadi sebenarnya, anda ini masih beroperasi sebagai anjing kepolisian, kan?” Pria berkepentingan itu memotong telur dadar dengan harmonis. “Saya pikir sebaiknya anda pensiun saja. Tangan lebih berguna daripada akal anda, bukankah sudah saatnya berganti jalur, MonsieurCake?”
“Benar, tapi tidak seutuhnya,” dengan sopan ia mengisi cangkir kopi temannya itu. “Untuk apa? Lagipula saya lebih tertarik seseorang yang berkonsultasi langsung daripada menjadi anjing peliharaan.”
“Well, bukankah lebih baik ?”
“Tergantung dari sudut pandangnya, sobat. Katakanlah seseorang, yang beruntung diberikan keistimewaan oleh penciptanya dengan bebas memilih.”
“Lalu kau memilih jalan yang rumit? Ayolah! Anda sudah terlepas dari hal itu. Bahkan setelah semua yang mereka lakukan? Tuhan sudah meringankan dari apa yang membelenggu. Menyia – nyiakan hal itu akan mendatangkan amarahnya!”
“Bukan menyia - nyiakan, TuanChad yang baik. Rasa terima kasihku pada-Nya tak cukup. Mereka tak punya hak melarang saya untuk membalas apa yang dianugerahkan penciptaku. Sudah menjadi amanah dari segala kelebihan yang diberikan.” Pandangannya agak religius tertunduk ke bawah, sambil memindahkan uang kecil sebagai kembalian. “Lagipula anda pasti kesusahan tanpa saya, bukan?”
“Berbicara soal kecerdikan, eh?”
“Kurang lebih. Tapi tanpa informasi sebagai tujuannya, kecerdikan itu tidaklah penting. Jadi, kita impas, sobat.”
“Huh? Berusaha rendah diri?” Inspektur Chad menyilangkan pisau dan garpu. Bergegaslah ia mengambil dompet di sakunya.
Sambil menyodorkan uang, “Sampai saat itu, maaf telah merepotkan anda,” Wajahnya yang tertutupi topi bowler dengan sedikit kesedihan, menuju pintu bangunan itu. Tapi kemudian ia berbalik, “Oh? Selamat bersenang – senang malam ini!” diambang pintu yang dibukanya, dipamerkannya ekspresi penuh ejekan seakan memecahkan kesunyian sesaat.
Sambil membuang muka, “Cih!”
Gumam detektif itu tampak putus asa.
Dua jam setelah temannya menongkrong sebentar, adalah jam – jam yang aman untuk meninggalkan toko sesaat. Hari itu cukup banyak orang yang pesan untuk dibawa atau tidak makan di tempat. Setidaknya selain Inspektur Chad, dan tiga orang yang makan di tempat dan sekitar lima orang telah memesan untuk dibawa.
Namun dari tiga orang tersebut, ada satu pelanggan yang cukup rutin paling tidak setiap hari sekali berkunjung. Kalau tidak Dark Chocolate cake berarti teh hitam saja, bahkan keduanya. Itulah yang selalu dipesannya.
“Wanita tua suka pahit,” gumamnya sambil mencatat pada buku kecil hitamnya. “Ah, terutama seorang yang kidal.”
Setelah itu adalah waktu luang yang oleh Cake adalah saat yang tepat untuk berkeliling ke Cambridge Market Square, jaraknya hanya lima puluh langkah dari tokonya. Berkeliling mecicipi jajanan, dengan dalihnya sebagai referensi menu yang akan dibuat kedepannya. Sedikit teringat akan malam yang agak tak diharapkan, ia memikirkan sesuatu untuk menjamu tamunya itu. Langkah kakinya yang agak sangsi, tujuan yang tak direncanakan, menujulah ke Fishmonger.
“Well, mari kita lihat,” katanya sambil memegang dagunya yang tak berjanggut. “Suatu jamuan bertema asia kelihatannya tidak buruk. Lagipula sisa beras cukup banyak.”
“Monsieur Maurice, tolong ikan makarel satu,” ia menunjuk yang dipilihnya. “Ah! Sekalian durinya dibersihkan.”
“étonnant, Tuan Cake! tidak biasa anda membeli ikan?” kata pemilik toko Fishmonger tersebut dengan heran. “Simpel adalah cara anda, bukan?”
“Kira – kira begitu, namun berbeda jika ada yang mengusik dari zona kemalasanku.”
“Misalnya saja, wanita?” pria itu memotong ikan menjadi dua dan memilah durinya.
“Persis. Sangat disayangkan.”
“Bukannya anda beruntung?”
“Tergantung kondisinya, Tuan Maurice! Saya adalah pelayan, dia adalah majikannya.”
“Tetap saja, anda membuat saya iri.”
Diserahkanlah ikan yang sudah dipilah durinya satu bungkus itu kepadanya.
“Sama sekali tidak perlu, Monsieur!” Cake menerima dengan agak jengkel. Setelahnya ia kembali ke tokonya hingga waktu makan siang. Dengan bahan yang ada, cukup percaya diri untuk menyiapkan jamuannya yang spesial itu.
Beberapa saat ia teringat, setelah temannya, Inspektur Chad keluar dan berbarengan dengan dua orang yang akan makan di tempat, diingatnya seorang wanita yang sangat eksentrik. Rambutnya yang pirang dan unik, sedikit kaku tatanannya. Gaunnya berwarna merah mawar, dengan topi panama. Wanginya cukup menyengat, yang menurut pola pikir Cake sangat bertentangan dengan tema mawar pada gaunnnya. Pikirnya berlalu, wanita adalah wanita, individu yang sangat mengetahui apa yang cocok untuk mereka, seseorang yang kontroversial dengan berbagai aspek.
ns3.22.79.2da2