Saat di kamar aku dan Malphas saling menyaksikan. Inilah rencana kami, menyatukan pendapat, warna bening dicelupkan pada garpu logam. Saat hendak kubuka, Malphas mengerang. Apakah dia tak setuju? Entahlah. Namun tingkah lakunya begitu menjengkelkan saat ia membawa benda bening itu. Padahal kau tahu sendiri kan betapa sulitnya aku mengambil? Tapi ya sudahlah, lagipula pintu kamarku terbuka. Aku khawatir kalau dia menabrak. Ya sudahlah mau bagaimana lagi? Aku tinggal mencari di tempat ayah bekerja.
Melewati ruang makan, ku menengok ke berbagai arah. Lewat ruang makan, semua piring, garpu, dan sendok sudah siap. Melihat ke arah samping, saudaraku sedang asyik bermain kapal – kapalannya. Tapi aku tak melihat Lena? Ah biarlah lagipula gadis itu tidak akan datang kalau tidak mencium bau makanan.
Tangga terlalu aman, aku langsung menuju lantai atas. Ruang kerja ayah lampunya sangat terang, punya wastafel seperti klinik ibu namun dibuat menyatu dengan pintu – pintu bawah seperti di dapur. Karena aku cerdik dan bijak, di jam – jam seperti ini aku selalu tahu apa yang dilakukan ayah. Malphas sebelumnya tidak bilang apa – apa padaku. Lagipula bulu hitam Malphas ada di dekat sini, ingatkan kami berbagi pandangan?
Untungnya dibuat bilik – bilik, jadi aku tak kesusahan menyelinap. Aku berjalan ke arah pintu paling pojok. Aku mengambil kursi dengan hati – hati untuk menggapai jendela pintu. Ternyata ayahku hebat, ia mengajari asistennya dengan baik. Bahkan ia duduk saling berhadapan sangat dekat, sepertinya saling mendiskusikan sesuatu. Aku tahu pelajaran kimia sangat mengharukan, makanya tangan wanita itu terlihat seperti merangkul. Aku pun tak menunda waktu lagi, segera setelah kursi itu kukembalikan dengan hati – hati, kuambil salah satu botol berisi cairan bening. Yang terdekat saja kuambil, bertuliskan AS tambah tiga? Mungkin aku harus belajar banyak.
Setelah itu aku kembali ke kamarku. Tak lama setelah aku mencelupkan garpu ke dalam cairan itu, Malphas datang membawa cairan bening lain. Namun aku memarahinya karena bukannya heparin, ia malah membawa sesuatu bertulisan insulin. Sahabatku itu juga marah padaku saat mencelupkan warna logam cairan bening itu sebagai simbol bahwa kita telah saling menghormati, tidak menunggunya lebih dulu. Ia marah lagi dan merebut garpu itu. Kupikir memang aku keterlaluan, tapi mau bagaimana lagi? Lagipula kami berbagi pandangan. Jadi mari kulihat dia mengarah ke mana.
Ia sadar bahwa aku membawa garpu yang jelek, kemudian ditukarnya dan mengambil garpu yang lain. Lalu aku melihat Doni. Kupikir itu hal yang bodoh bila menganggunya. Tapi yang menjadi perhatiannya kukira bukan dia, tapi arloji yang ditaruh pada meja yang menampilkan banyak pajangan. Malphas sahabatku itu tanpa pikir panjang langsung menjatuhkan garpu tersebut mengenai kapal si Doni. Kurasa garpu itu tidak hanya melukai kapal mainan itu, tapi sebuah tabung kaca dalam aquarium. Sahabatku berhasil mengambil arloji itu, tapi kuperingatkan terus dalam gumamanku, ia membuat saudaraku itu marah.
Malphas kuarahkan dalam pikiranku agar mencari tempat yang tinggi. Lalu ia pun setuju, tapi tidak berbelok kiri ke ruangan kerja ayahku. Di sebelah kanan pojok terdapat jendela yang terbuka lebar yang biasanya ia bersantai. Ia pun berhenti di situ, padahal kataku lari saja. Doni pasti mengejarmu. Entahlah setelah arloji itu ditaruh di dekatnya, aku pikir tidak ada salahnya ia mungkin istirahat. Namun ternyata saudaraku itu tengah memakai kuda – kudanya, seperti yang dilakukan pada temanku dahulu. Ia berjalan dengan pelan dan penuh tipuan, wajahnya mengandung senyuman ganas. Kupikir itu tidak akan membuat sahabatku tertipu.
ns3.144.84.11da2