“Aneh kan? Saya pun tidak punya pikiran lain selain menyimpan—maksud saya lihatlah apa yang dilakukan kerdus ini?” Jawab pria sambil memegang dagunya.
Desdemona terkejut.
“A—anda sudah selesai?”
“Oh, tampaknya Edelyn cukup puas dengan apa yang ditemukan—pria tua itu. Huft lega juga,” tangannya mengusap keringat di dahinya, kemudian berbisik. “Ngomong – ngomong saya harus berterima kasih pada kakek itu—terus terang ini sangat melelahkan.”
“Moncef Keymarks. Panggil saja, Tuan Monkey, Pelayan saya.”
Pria itu menggaruk kepalanya dengan kebingungan
“Na—nama yang—cukup unik.”
Desdemona mengangguk setuju.
“Saya pun berpikiran sama. Lagipula mereka sudah ada di sini sejak awal,” wanita menepuk ringan punggung temannya.“Saya Edelyn Antoinette, dan ini kakak saya, Steve.”
“Halo.”
“Anda?”
“Mordred Desdemona, detektif yang membantu penyelidikan kasus ini,” badannya dicondongkan ke arah belakang. “Pria tua yang di sana adalah pelayan saya, Moncef Keymarks.”
Monkey mendekati suara yang membicarakannya.
“Panggil saya Monkey, bila itu memenuhi rasa humor anda.”
“Ah, tidak, tidak. Saya masih menaruh hormat pada nama yang saya panggil, Tuan Keymarks.” Kata Wanita yang bernama Edelyn itu.
“Itu Be—benar! Lagipula anda yang menemukan miniatur itu!” kata pria yang dipanggil Steve itu dengan semangat.
Monkey tersenyum sederhana.
“Saya kira sekarang bisa untuk—interogasi. Mari saya tunjukkan jalan.” Kata wanita Edelyn itu.
“Ide yang bagus.” Inspektur Duncan nadanya bersemangat.
“Sebentar, Inspektur!” Monkey menyela dengan sopan. “Saya yakin Milady menemukan sesuatu?” pandangannya menghadap pada wanita yang melongo pada yang dilihatnya.
Desdemona menatap penuh pertanyaan. Pandangannya masih pada salah satu empat lemari besar, terletak pada pojok kanan bawah. Atau bisa juga setelah pintu masuk, belok saja ke ujung paling kanan.
“Oh, Sebuah lemari yang besar.” Inspektur Duncan membuka pintunya. Terlihat gelas dan yang berjejer rapi dari yang terbesar hingga terkecil. Semuanya dimulai dari arah kanan.
“Saya rasa ini menjawab kebutuhan anda sekarang?”
Edelyn diam sejenak, namun wajahnya tidak terlihat diyakinkan.
“Well, Saya setuju pada pendapat subjektif itu, Inspektur. Tapi saya selalu merasa—takut. Lagipula di dalam kerdus itu sudah hampir lebih dari cukup.”
Alisnya naik sebelah, “Satu hal yang pasti ketika kami menyelidiki kasus,” Inspektur Duncan menutup pintu lemari tersebut. “Omong kosong untuk hantu.” Katanya tidak terdengar yakin.
Dari tempat lemari itu, mereka berbalik lurus ke pojokan untuk melihat lemari lain yang berada pada pojok kanan atas. Dibukanya lemari itu yang isinya cukup mengejutkan.
“Apa yang dilakukan benda ini di dalam lemari?” tanya Desdemona.
Dilihatnya dalam lemari itu berisi banyak sekali jam. Separuh di antaranya ada merpati, sisanya gagak.
“Terlalu banyak untuk gagak dan merpati. Apakah ayah anda maniak kedua hewan tersebut?”
Steve mengangguk.
“Begitulah. Saya pun berpikir demikian,” tangannya mengambil salah satu jam dalam lemari itu. Jam itu cukup unik berbentuk hati, setengahnya bergambar burung merpati, separuhnya bergambar gagak.
“Saya pikir itu tak terlalu penting. Lagipula ini tidaklah lebih dari seorang kolektor. Anda pasti tahu sewajarnya seorang kolektor, benar?”
“Pikirannya resah bila benda yang ditunjuknya tidak pulang ke rumah.”
“Tepat, Tuan Keymarks.” Angguk Edelyn dengan pasti.
Segera jam itu dikembalikan pada tempatnya, mereka menuju ke lemari selanjutnya yang berada pada kiri atas. Pandangan mereka dihalangi oleh rak buku. Sampai di tengah – tengah, ternyata terdapat dua rak buku yang saling berhadapan. Di antaranya terdapat dua kursi kayu dan meja untuk membaca yang sudah tertumpuk debu. Satu diantaranya menjadi rumah laba – laba, namun lampu petromak di atas meja terlihat kokoh dan agak basah. Tepat pada temboknya yang diantara dua rak buku itu, terlihat lukisan misterius. Seseorang yang mengenakan topeng separuh muka hitam seperti kepala burung gagak, berpose mirip monalisa. Setiap orang baik yang mengenali seni atau tidak pasti mengenali benda itu tidaklah murah. Lukisan pada umumnya hanyalah sebuah cat yang membasahi kanvas, namun tidak pada yang satu ini.
Dibalik banyaknya perabotan antik dan kerdus – kerdus, ekspresi mata melongo dari setiap orang. Terutama Inspektur Duncan, yang kali ini jiwa emosionalnya menggerakan hatinya. Tangannya meraba lukisan tersebut tepat pada bagian gaunnya yang putih. Motif pada gaun dibuat detil dan teliti. Yang menyita banyak perhatian adalah lekak – lekuk bentuknya dibuat mirip pahatan yang halus, terutama saat menyentuh tangan terasa agak dingin.
“Apa ini? sebuah relief?”
ns3.12.165.112da2