“Anda belum sadar? Semuanya tampak mencurigakan!” balas detektif itu dengan ramah. “Baik saya mulai dari yang pertama. Pada umumnya, toilet dibersihkan saat pagi hari, tidak, maksud saya pagi – pagi sekali.”
Balas Inspektur Duncan, “Memang benar apa yang anda katakan. Tapi saya sudah mengonfirmasi hal tersebut. Terkadang mereka juga membersihkan di malam hari, walaupun sangat merepotkan dan tak biasa,” tambahnya. “Lagipula saat itu, toilet di lantai atas adalah milik tuan dan nyonya yang terdapat soda anggur berceceran di lantai dan ditemboknya, hampir memenuhi tempat itu. Sepertinya korban telah memuntahkan sebagian besar soda anggur tersebut.”
“Hm, mungkin, mungkin.” Cake mengangguk agak kurang yakin. “Sangat merepotkan dan tak biasa? Berkenaan dengan tambahan informasi tersebut, saya kira itu aneh. Bagaimana pendapat anda, Nona Flemming?”
“Mendengar korban memuntahkan memang sangat mungkin. Tapi apabila itu akibat memasukkan zat tersebut dengan soda, lebih parah dari itu, kejang – kejang,” jelasnya yang diikuti anggukan Nyonya Celesys. “Lagipula kami tak menemukan bereaksi dengan zat tersebut. Mungkin saja habis duluan di jam – jam sore harinya. Kalau korban muntah pada jam – jam tersebut karena kebanyakan, maka itu bukanlah aneh, masalahnya malam.”
Inspektur Duncan membenamkan tubuhnya pada kursi, menggaruk – garuk kepalanya menyiratkan kebingungannya.
“Baiklah kita cukupkan ini sampai di sini dulu.”
Detektif Cake melihat arlojinya. Ia sekalian mengungkapkan rencananya kepada Dokter Celesys. Dijelaskanlah hal tersebut sesingkat – singkatnya menyesuaikan kedermawanan waktu.
“Dengar, Nyonya Duncan. Saya mungkin akan sangat membutuhkan bantuan anda secepatnya. Nona Flemming mungkin akan memerlukan waktu untuk hadir bila terjadi hal yang tiba - tiba, tapi itu semua demi mengisi perannya.”
Kemudian suaranya menjadi tegas, “Dengar kawan – kawan, saya ingin rencana ini dilaksanakan dengan seluruh kerja sama anda semua. Kasus ini tidak mudah, setidaknya saya berharap pelaku tiba – tiba melakukan kecerobohan.”
Semua orang di tempat merasa semangatnya sedang dipancing. Kata – kata detektif itu memasuki telinga – telinga dengan anggun namun penuh dengan peringatan. Detektif itu mengembalikan loker korban dibantu dengan Inspektur Duncan. Kesunyian dari suatu percakapan, suara loker yang didorong pada tempatnya seakan merebut semua keheningan. “Saya, saya hanya letih dengan…” gumam detektif itu dengan lelah, kemudian ditutuplah loker tersebut.
Sebelum menuju tempat kasus, detektif itu memberikan sesuatu kepada Nyonya Celesys. Sebuah kotak persegi panjang sekitar 60 senti, bewarna ungu dengan pita pink.
“Apa ini, Tuan Cake? Panjang sekali kalau dipikir – pikir.”
“Pastinya anda tidak akan kecewa.”
Wanita mungil itu membuka kotak tersebut. Matanya berbinar – binar, pipinya melebar dengan lekukan sepasang, senyuman yang khas dan manis. Dengan terkejut, dilihatnya biskuit berlapis, warna – warni yang indah sejumlah tiga puluh biji, berbentuk lingkaran.
“Ma—macaroon!?”
“Saya selalu memberikan hadiah kepada calon pelanggan. Bila anda luang, berkunjunglah ke toko saya di Market Street, Cambridge, Cambridgeshire CB8,” kemudian ia menghadap Inspektur Duncan dengan ramah. “Kami akan menunggu di parkiran mobil anda. Silahkan nikmati biskuit tersebut dan luangkan waktu sejenak dengan istri anda.”
Roman wajahnya tersenyum menyiratkan syukur dan terima kasihnya. Inspektur itu memang jarang bertemu istrinya karena sibuknya. Bahkan beberapa kasus memisahkan mereka, alih – alih mengganti kantor sebagai tempat tidurnya. “Anda murah hati, Tuan Cake.” gumamnya. Detektif dan rekannya sedang mengobrol untuk mengisi kekosongan, lift membawa mereka turun ke parkiran. Setelah itu mereka menuju toilet untuk mempersiapkan peran masing – masing.
Ditunggunya sekitar lima belas menit, Detektif Cake hanya berputar – putar, niatnya menghilangkan kegugupannya. Meskipun bukan kasus yang pertama, terasa hal – hal aneh di dalam benaknya mengenai kasus tersebut. Nona Flemming mengambil soda, meminumnya sambil memandang duduk – duduk di mobil benz yang dibawa Inspektur Duncan. Matanya terpejam, menikmati waktu luang sebelum berperang. Berperang intelektual, dan mencari bukti – bukti yang tepat. Pria pemilik mobil tersebut akhirnya turun. Dibukanya pintu mobil, tanpa menunda – nunda waktu yang semakin sempit menujulah mereka ke tempat kasus, Norham Gardens. Sempat terjadi obrolan sekedarnya di dalam mobil.
“Uhuk! Ngomong – ngomong, saya sangat senang melihat sepasang insan saling mesra. Anda tadi cepat sekali!” Sindiran yang membuka percakapan, dengan gaya pilihannya terbatuk – batuk.
“Kami jarang sekali bertemu, tentu saja kami mengobrol sebentar,”
sambil menyetir, ia melirik pria tua yang rambut ombaknya sudah memutih sebagian, disisir menyamping kanan yang masih menyisahkan ikal, jenggot yang mengelilingi mulutnya, dipakainya pakaian butler yang mewah. Jas yang berwarna hitam dengan kancing logam kuningan tiga buah pada bagian kanan kanan dan kiri, rangkap dengan rompi merah red velvet motif kotak yang masih dirangkap lagi dengan kemeja putih berdasi kupu – kupu hitam. Lengkap dengan bawahan panjang, dan sepatu yang seirama dengan jas, sebuah tampilan elegan yang penuh sesak.
“Anda tampak gagah sekali dengan peran seperti itu, Tuan Ca— maksud saya Tuan Monkey!” tambahnya.
Dengan terbatuk – batuk adalah ciri khasnya, keseriusannya menjiwai perannya. Pujinya ala pelayan pribadinya pada Nona Flemming. “Anda tampak anggun dengan pantsuit hitam, poni yang menutup hampir bagian kiri, menyiratkan warna baru. Verlockend!” Tangannya mengambil bentuk bingkai.
Pujiannya tidak membuat wanita itu lebih bangga akan penampilannya dengan kaca yang dipeganginya sesaat. Tapi memang pujian itu sedikit membuatnya agak malu.
ns18.118.27.44da2