Mobil kini sudah jauh dari rumah besar tersebut.
“Honey, tadi kau agak lama di atas, memangnya ada apa?” Tanya Nona Flemming yang duduk di dekat sopir.
“Ah, itu…”
“Jangan bilang kau menolak?”
“Huh? Orang bodoh mana yang menolak?” Katanya dengan nada sebal.
“Oh, berarti anda orang bodoh yang menerima.”
“Bahkan setelah kubilang tidak?”
“Hey, ini tentang apa sih? Nona Flemming kebingungan.
Nona Egremont menjelaskan semuanya dengan rinci.
“Huh? Pria mesum punya jalan pikirnya sendiri?”
“Sayang sekali Nona Flemming, aku tidak termasuk yang kau bicarakan. Aku pecinta wanita – wanita muda.”
“Temanku bilang itu adalah yang dikatakan orang mesum di penjara.”
“Itu berarti teman anda tidak teredukasi dengan baik.”
Tuan Periwinkle menghela nafas.
“Bahkan saya tidak menyangka anda menipu dengan penampilan itu.”
“O—oh ayolah, Tuan Periwinkle. Demi kasus! Ini demi kasus! Lagipula bila hasilnya baik tidak perlu adanya keluhan.”
“Lalu untuk apa saya ikut saat ini?” Tanya heran pria tua yang bersandar ke arah kanan.
“Ah, aku juga penasaran.” Tambah Nona Flemming.
“Bukan hal yang besar.”
Kira – kira dua jam setengah, mobil berhenti pada toko yang bertuliskan Cakey.
Kedua orang pun turun.
“Anda tidak turun?”
Nona Flemming mengganti kuncir rambutnya setelah menguap.
“Kurasa besok saja,” tambahya “Honey, tolong ke Grafham.”
Mobil itu akhirnya pergi.
“Oh? Anda punya toko?”
Monkey membuka membuka rolling door.
“Begitulah, hobi mewujudkan segalanya.”
Mereka pun masuk. Tuan Periwinkle melihat sekeliling.
“Anda ini misterius juga ya.”
Mereka menyalakan lampu – lampunya.
“Tidak juga, saya selalu terbuka pada siapapun. Terutama wanita muda.” Kata Monkey.
Kakek tua itu hanya mengangguk.
“Ya, mungkin tidak terlalu buruk. Anggap saja di sisa umur saya masih diberi kesempatan untuk berkunjung ke rumah orang.”
“Bahkan menginap.”
Monkey berjalan menuju dapur, ia merebus air.
“Benar. Tapi saya masih penasaran mengapa anda masih membutuhkan saya.”
Beberapa menit kemudian ia kembali dengan cangkir dan teko panas.
“Bukan sesuatu yang besar. Kadang – kadang saya tidak bisa membiarkan orang tua sendirian. Tapi benar saya masih penasaran satu hal,” tambahnya sambil menuangkan cangkir itu. “Pertama kali Tuan Armand membeli rumah itu, anda tidak merasa aneh?”
Tuan Periwinkle menyeruput Charmomile Tea.
“Hm… bukan masalah yang besar sejujurnya, paling tidak satu atau dua hal, mungkin?”
Monkey pun kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam.
“Apakah beliau maniak burung gagak? Atau burung merpati?”
Terdengar suara memotong sesuatu. Sementara panci penggorengan itu telah dinyalakan.
“Selama kami bersama ia tak pernah membeli hal – hal seperti itu. Tapi rumah itu memang dulunya punya sejarah, katanya.”
“Sejarah? Jadi dari awal memberi rumah besar yang kosong?” tambahnya. “Telur dan sosis sapi tidak masalah?”
“Pengalaman mengajarkan untuk tidak pilih – pilih.”
Bunyi penggorengan merdu bagi telinga – telinga mereka yang kelaparan. Telur yang sederhana bisa tercium dengan lebih harum, tentunya Monkey mengakui bahwa ia menggunakan bumbu sederhana. Sementara ia mulai merebus beberapa kaleng.
“Itu benar, rumah besar yang cukup murah. Tapi kalau diingat – ingat lagi itu tidak terlalu rusak. Terutama bagian atap teras yang terdapat patung merpati.”
“Eh? Dari awal sudah begitu?”
“Ah, seperti yang anda bicarakan. Serba gagak dan burung merpati. Tadi pun saya melihat – lihat juga tidak terlalu banyak berubah.”
Beberapa menit kemudian, Monkey membawa dua piring makanan. Dua telur, dua sosis, kol, selada dan kacang polong dari kaleng yang telah direbus. Mereka duduk di meja yang paling dekat dengan mesin minuman.
“Masih mengenai kasus. Sebelumnya Nyonya Dornicle pernah bilang kalau lampu di lantai satu itu suka menyala sendiri. Ruangan Tuan Steve seperti yang saya tunjukkan tadi.”
Tuan Periwinkle mulai melahap kacang polong rebus itu.
“Langsung menuju ke gudang.”
Monkey mengangguk sambil memotong telur ceploknya.
“Anda tidak yakin kalau semua penyebabnya adalah Tuan Steve?”
“Jujur saja, itu benar.”
Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya menghabiskan makanannya.
“Ah, makanannya enak. Terima kasih.”
“Bukannya ini seperti pada umumnya di inggris?”
Monkey membawa kedua piring itu ke tempat pencucian.
“Bila dinikmati bersama. Terakhir bertahun - tahun yang lalu semenjak semakin tua dan Tuan Armand yang sangat sibuk.”
Setelah lima menit, ia kembali untuk mengobrol sebentar.
“Mengenai yang anda tanyakan tadi, Tuan Monkey. Saya rasa itu pernah terjadi dulu.”
Tuan Periwinkle menuangkan teko pada dua cangkir yang kosong.
“Anda percaya hal – hal itu?”
“Ambil saja jalan tengahnya. Saat Nyonya Hannah mengandung yang terakhir kalinya, ia minta diambilkan sebuah pakaian di lemari yang penuh pakaian – pakaian koleksi dan unik. Seperti namanya, gudang adalah tempat yang berdebu. Waktu itu malam hari. Lampu itu sesekali mati dan menyala lagi.”
Monkey mengangguk.
“Pertamanya anda tidak percaya. Lalu anda mengalaminya sendiri?”
“Nah, seperti itulah. Yang lebih mengerikannya lagi lemari itu.”
“Paling pojok sebelah kiri?”
“Anda pasti tahu karena paling berbeda sendiri. Kadang – kadang terdengar seperti suara mendobrak…”
Mereka mengobrol hingga agak malam. Rolling door sudah ditutup kembali, lampu – lampu dimatikan. Malam itu dihabiskan dengan cerita – cerita horror.
***
ns18.227.89.169da2