Damon mengerjap pelan saat pertama kali matanya terbuka dan cahaya terang yang menembus jendela kecil di dekatnya langsung menyilaukan kedua matanya yang bengkak. Damon menyadari tempat tidur empuk dan nyaman di bawah tubuhnya. Dan ruangan yang cukup luas yang ditempatinya sekarang hampir sama mewahnya dengan kamar hotel bintang lima yang pernah dikunjunginya bersama ibunya beberapa tahun lalu.
Tapi kemewahan itu tidak lantas membuatnya nyaman. Kepalanya masih sangat pusing dan perutnya bergolak menuntutnya memuntahkan seluruh isinya.
Damon merintih dan nyaris sedetik kemudian terdengar suara pria lain bertanya padanya. "Kau sudah bangun?"
Damon diam, bermaksud mengacuhkan pria itu dengan sengaja. "Aku tahu Kearney tidak melukai lidahmu," balas pria itu. "Melihat fakta Kearney justru meminta dokternya untuk memeriksamu, kuasumsikan dia menyukaimu. Kearney bukan orang yang akan membiarkan sesuatu yang dia sukai di rusak orang lain. Man, you're lucky for that."
Sepasang bola mata hazelnya melirik sumber suara secara perlahan. Sudut kepalanya langsung terasa nyeri. Damn you Miranda, umpat Damon dalam hati.
Matanya menangkap gerakan di dekatnya. Seorang pemuda berambut cokelat gelap sedang menatapnya penuh spekulasi. Tubuh tingginya terbungkus celana panjang dan kaos hitam tampak bersandar nyaman dekat perapian tak jauh dari Damon.
Perapian? Memangnya tempat apa ini?
Damon tidak punya waktu untuk berpikir karena pemuda tadi bergerak dan duduk di tepi ranjangnya.
Dari dekat, Damon yakin pria itu masih cukup muda. Hell, bahkan usia mereka mungkin hampir sama.
"Kalau Kearney tidak menyukaimu, kau pasti sudah mati sejak beberapa hari lalu. Dan John tidak perlu bersusah payah membawamu kemari dan harus bersikap baik padamu," ujarnya sambil terkekeh pelan.
Damon mengernyit. Beberapa hari lalu?
Pemuda itu sepertinya menyadari arah pikiran Damon karena selanjutnya dia menjelaskan, "Ah. Kau sudah disini selama tiga hari. Kelihatannya John menghajarmu dengan serius karena dokter suruhan Kearney bilang kau kehilangan banyak darah. Apa luka dikepalamu masih sakit? Lukamu cukup lebar."
Damon masih tidak bersuara. Matanya menatap nyalang ke chandelier diatasnya. Mau tidak mau otaknya memutar ulang kejadian terakhir saat dia bertemu Kearney di Red Rose. Dia ingat Kearney berniat menebusnya-ah bukan, membelinya dari Miranda. Dia ingat cara pria itu menatapnya setelah apa yang Damon katakan. Pria tua itu pasti menyadari kemampuan Damon. Melihat dimana dirinya sekarang berada, Damon yakin Miranda tidak menolak permintaan Kearney. Artinya, Damon tidak perlu khawatir Miranda membunuhnya dalam waktu dekat. Tapi itu juga berarti Kearney tidak akan melepaskannya begitu saja.
Damon tidak tahu harus senang atau kesal.
"Kearney sudah mengatakan pada semua orang bahwa kau tidak boleh di usik. Sebenarnya sekarang ini aku benar-benar penasaran apa yang sudah kau lakukan hingga dia memperlakukanmu begitu. Tapi kurasa kau tidak ingin bicara. Fine, then. Kau tidak perlu menjawabku. Aku cukup senang bertugas mengawasimu, karena itu berarti aku tidak perlu melihat John. Dia pecundang yang berlagak pemberani. Thanks for that by the way."
John? Jadi pria itu bukan bodyguard Miranda?
"Semalam Kearney menyebutkan bahwa kau bagian dari Black Angels. So... welcome," katanya sambil mengedikkan bahu tak acuh.
"Black... Angels?"
Suara Damon membuat pemuda itu terkejut. "Whoa, you can talk!" katanya sambil menyeringai.
"Siapa Black Angels?"
"Bukan siapa, tapi apa."
Damon membalas tatapan pria itu sambil tetap terdiam.
"Kau tidak tahu Black Angels?"
Damon masih diam.
"Kau benar-benar tidak tahu Black Angels? Tidak pernah dengar apapun? Maksudku come on, man, kau tinggal di Red Rose!" serunya.
"Menurutmu apa aku akan bertanya kalau aku tahu?" tanya Damon ketus.
Pemuda itu menatapnya sesaat, lalu tersenyum simpul. "I like you."
Damon melempar tatapan tajam. "Oh no, not in that kind of way."
Pria itu beringsut mendekat. "Kuberi tahu, hampir semua orang disini tidak banyak bicara. Mereka terbiasa hanya mendengar perintah. Kurasa kau orang pertama yang berbicara dengan santai di sini."
Damon mendengus. "Ada luka menganga di kepala dan sekujur badanku terasa mati rasa. Kau boleh menganggapnya santai."
Pemuda itu justru tertawa mendengar sarkasme Damon. "See? That's what I mean."
Saat tawa pemuda itu menghilang, Damon berkata, "Apa itu Black Angels?"
"Kau bisa menyebutnya semacam oragnisasi. Orang-orang berkumpul untuk melakukan suatu misi diam-diam, you know, senjata dan uang."
"Like a mafia?" tanya Damon setelah berpikir sejenak.
"Semacam itulah," jawabnya sambil mengangguk.
"Bukankah Kearney salah satu pejabat di pemerintahan?"
Pemuda itu mengangguk lagi. "Dia juga pengusaha. Kau bisa bertanya pada google. Tapi tentu saja google tidak akan menceritakan usaha seperti apa yang dia miliki."
"Kearney pemimpinnya?"
Pemuda itu mengangguk.
"Jadi sekarang aku ada di sarang kalian?"
"Salah satunya."
Damon mengernyit dan pemuda di depannya itu tertawa. "Kau akan terkejut mengetahui aset-aset Black Angels. Kearney punya banyak tempat di berbagai negara karena anggota Black Angels berasal dari berbagai tempat. Kau tidak pernah melihatnya di Red Rose? Belakangan ini dia sering pergi kesana."
Damon langsung teringat dengan Joana. Bagaimana gadis itu? Lalu Lidya. Apa gadis kecil itu juga dibawa kemari?
"Apa hanya aku yang dibawa kemari?"
"Kalau maksudmu gadis berambut pirang dari Red Rose, dia ada di salah satu kamar utama di tempat ini. Dia juga mendapat perlakukan special. Aku tidak tahu apa hubunganmu dengannya, tapi kuharap kalian bukan sepasang kekasih. Kearney pasti akan membunuhmu tidak peduli seberapa istimewanya kau."
Jadi Lidya masih berada diluar sana sendirian? Damon tidak bisa menampik rasa kalut dan khawatir di hatinya. Meski baru bersama selama beberapa waktu, tapi Damon sudah menganggap gadis kecil itu sebagai adiknya.
"So... you're not, right?"
Damon menoleh.
"Kau dan gadis dari Red Rose itu. Kalian bukan kekasih, kan?"
Damon menggeleng pelan dan langsung menyesal melakukannya karena nyeri tiba-tiba. Rasanya seakan-akan John masih berdiri menjulang di hadapannya dan sedang menghantam kepalanya dengan tongkat bisbol. Lagi dan lagi.
"Berapa usiamu, Damon?"
Damon menatap heran.
"Kearney menyebutkan namamu dan dimana dia menemukanmu. Dia tidak bilang hal lainnya lagi."
"Usiaku cukup untuk menghajar pria brengsek seperti John."
Cengiran pemuda itu tampak jujur. "Aku enam belas tahun. Menurutmu apa usiaku sudah dianggap cukup untuk menghajar Tobby?"
"Siapa Tobby?"
"Tobby adik kandung John. Kabarnya Kearney membawa kakak beradik itu dua tahun lalu. Kearney kelihatannya menyukai John. Karena itulah pecundang itu berani berulah. Dia tentu saja menyangkal, tapi hampir semua orang disini menyadari dia gelisah sejak Kearney membawamu. Aku masih penasaran, apa yang sudah kau lakukan?"
"Aku hanya bicara jujur."
"Aku tahu Kearney tidak suka orang yang banyak bicara. Tapi aku tidak menyangka dia menyukai orang yang bicara jujur."
"Kalau begitu Kearney tidak menyukaimu?" Orang ini benar-benar terlalu banyak bicara. Seandainya Damon bebas bergerak, dia pasti sudah pergi meninggalkannya sejak awal.
Suara-suara di depan pintu menghentikan pembicaaraan mereka. Pemuda di depannya itu langsung berdiri sigap. Ekspresi cerianya menghilang seketika digantikan raut wajah datar.
Pintu terbuka dan Kearney bersama beberapa orangnya melangkah masuk.
"Kau sudah bangun."
Sama seperti sebelumnya, Damon hanya diam menatap chandelier.
Kearney mendesah dan memerintahkan semua orang untuk keluar.
"Dokterku bilang kau perlu istirahat beberapa hari lagi. Jadi aku hanya akan bicara singkat. Kau bukan lagi bagian dari Red Rose dan Miranda tidak akan mengusikmu lagi."
Karena tidak mendapat respon apapun dari Damon, pria itu lantas berujar, "Kau milik Black Angels sekarang. Miranda bilang kau masih dibawah umur. Tapi fisikmu jelas mengaburkan usiamu. Kau aman beristirahat disini. Setelah pulih, kita akan bicara lagi tentang tugasmu di Black Angels."
Damon masih bergeming. Kearney lalu berbalik menuju pintu. Sebelum pintu tertutup dia berkata, "Ah ya. Kau salah tentang satu hal. Joana bukan simpananku. Dia wanitaku. Milikku, sama seperti yang lain."
Kearney melengkah keluar setelah pemuda berambut cokelat tadi masuk. "Awasi dia," kata Kearney yang segera dibalas anggukan oleh pemuda itu.
Pemuda itu mendesah keras setelah pintu menutup. "Dasar tukang perintah."
Damon terkejut. Apa dia bukan bagian dari Black Angels? Dia terlihat patuh pada Kearney. Tapi dia berani mengumpat. Siapa pria ini?
"Siapa kau?"
Cengiran pemuda itu kembali. "Semua orang di Black Angels memanggilku Smith. Tapi karena aku menyukaimu, kau boleh memanggil namaku," katanya. "I'm Aiden."
***
Sorry for typos.
If you want to read a chapter ahead, you can read it free on my wattpad (The Black Angel by ghian7st)
-ghian7st-
ns3.15.195.46da2