"Ini sudah semuanya?" Peter bertanya tanpa memandang Rick.
"Kau tidak bermaksud memintaku menanyakan apakah ada cctv di toilet Black Russo kan?" balas Rick setelah duduk santai disamping Jake yang sibuk memindahkan file rekaman cctv sekitar Black Russo.
"Mereka punya cctv di toilet?" Kali ini Hayden yang bertanya.
"Nah. Tentu saja tidak." Rick bersandar malas. "Man, ini sudah hampir tengah malam. Tidak bisakah kita melakukannya besok, Pete?"
Peter menggeleng. "Kita harus segera memastikannya."
"Maksudmu kau yang harus memastikannya," ucap Rick. "Kaulah satu-satunya diantara kita semua yang sudah pernah bertemu dengan Alicia Taylor."
"Ini dia," gumam Jake. "Ini rekaman hari ini sejak café itu buka."
Rekaman itu menunjukkan dua orang gadis turun dari sebuah mobil sport berwarna hitam tak jauh dari halaman Black Russo. Keduanya tampak berjalan santai menuju café bernuansa mahogany itu yang terlihat baru saja buka. Momen tersebut tertangkap cctv yang berada di tepi jalan yang sayangnya bukan titik tepat seperti yang dinginkan Peter.
"Apa ada rekaman lain yang menyorot mereka dari depan?" tanya Peter.
"Hanya ini yang kita punya," ujar Jake sembari mengarahkan layar lainnya pada Peter. Sepertinya kameranya berada di dekat pintu Black Russo dilihat dari video yang menampakkan dua gadis tadi duduk di salah satu meja di sudut kanan café.
"Kalau seperti ini rekamannya, maka kau pasti menganggapku bergurau saat tadi kukatakan gadis-gadis itu cantik," kata Rick serius.
"Sayang sekali kualitas gambarnya tidak terlalu bagus. Entah kenapa aku tidak heran, mengetahui seperti apa karakter pria pemilik café itu." Hayden mengucapkannya sambil meringis pelan.
Rick menoleh. "Maksudmu dia terlalu pelit untuk membeli cctv kualitas terbaik?"
"Bukan. Kurasa dia tipe yang tidak terlalu peduli pada keamanan." Hayden menggeleng lalu melanjutkan opininya. "Bukan. Tampaknya dia bahkan tidak berpikir dua kali sebelum memutuskan pegawai perempuannya harus bekerja shift yang jam kerjanya berakhir hampir tengah malam."
"Kau tahu semua detail itu hanya karena pernah beberapa kali sarapan disana?" Rick menatap Hayden terkejut.
"Aku mengenal salah satu pegawainya."
"Benarkah? Yang mana?" Kali ini Rick jelas tampak tertarik dan penasaran.
"Yang berambut cokelat."
"Hayden, yang kutahu, ada dua pegawai perempuan disana yang sama-sama berambut cokelat."
Benarkah? Hayden sesungguhnya tidak tahu dan tidak berniat mencari tahu. Dia sering mendengar Irina menyebut nama Claire, sahabat sekaligus rekan kerjanya. Tapi Hayden belum pernah bertemu Claire. Bahkan pada beberapa kesempatannya saat berada di Black Russo. Kesempatan yang belakangan ini sudah tidak dapat dibuatnya lagi. Kecuali hari ini. Tanpa sadar tangan kanan Hayden bergerak menekan saku kanan jaketnya, tempat foto usang keluarga Mason tersimpan.
"Yang mana yang kau maksud, Hayden?"
Hayden mendesah. "Yang bermata hijau."
Rick bersiul pelan. "Tolong jangan katakan kau sengaja sarapan disana untuk bertemu gadis itu."
"Well, tidak persis begitu."
Wow.
Mulut Rick bergerak tanpa suara menggumamkan kata itu. "Bagaimana kau mengenalnya?" lanjut Rick. "Perkenalan tak sengaja saat kau memesan makanan? Atau saat dia mengantarkan makananmu? Atau saat secara tidak sengaja berpapasan di pintu masuk?"
"Apa kesibukanmu belakangan ini, Rick?" ucap Peter tiba-tiba. "Kalau kau menghabiskan waktumu menonton drama romantis seharian, kau tidak perlu memberitahukan detail jawabannya padaku."
"Aku hanya bertanya, Pete!" sergah Rick. "Rasanya sulit membayangkan Hayden yang lebih tergila-gila mengejar pembunuh hampir di sepanjang harinya ini mengajak seorang pegawai café berkenalan. Dia bahkan tahu kapan jadwal shiftnya berakhir."
"Aku mengenalnya saat interogasi." Jawaban Hayden membuat Rick dan Peter menoleh. Bahkan Jake yang sejak tadi terkesan acuhpun melirik terang-terangan.
"Dia salah satu saksi pada kasus penembakan di club Anne Marie beberapa bulan lalu," lanjut Hayden. Saat tak satupun dari tiga pria didepannya merespon, Hayden menambahkan detail lainnya seperti 'saksi yang ditemukan dalam keadaan sadar.'
Peter mengangguk-anggukan kepalanya. "Bukankah tidak banyak saksi yang kita evakuasi dalam kondisi sadar dari Anne Marie? Aku ingat hanya ada beberapa orang. Jadi mungkin aku juga pernah bertemu dengannya?"
"Begitulah. Kau ingat gadis yang berada disampng Aiden saat kita menemukannya tergeletak di lorong toilet Anne Marie?"
"Dia gadis itu?" Kali ini Rick yang bicara. Hayden mengangguk.
"Tunggu dulu, Hayden. Gadis itu bukankah gadis yang kau tanyai di rumah sakit di depan kamar perawatan Aiden?"
Satu anggukan lagi dari Hayden.
"Dan kini gadis itu bekerja di café di depan rumah sakit yang secara kebetulan terasa seperti kantor kita beberapa minggu ini. Yah, setidaknya setelah kasus Amy merebak ke media dan putrinya merasa terancam untuk menampakkan diri di depan publik."
Hayden mengiyakan penyataan Rick barusan dalam hatinya.
"Sepertinya dunia memang sekecil itu," kata Peter. "Kita perlu bertanya padanya. Siapa namanya?"
"Irina."
"Well, kurasa kita perlu bertemu dengannya untuk menanyakan beberapa hal. Seperti ciri-ciri pengunjung café tempatnya bekerja hari ini, misalkan."
"Atau kemungkinan adanya cctv lain di dalam café itu," kata Jake menyanggah kalimat Peter sebelumnya.
Kali ini Rick yang mengangguk. "Kau tahu dimana dia tinggal, Hayden?"
"Dia pernah bilang apartemennya di Watson Hill. Tapi kemudian karena sesuatu hal dia tinggal ditempat lain untuk sesaat. Sekarang aku tidak tahu dia tinggal dimana. Aku tidak yakin dia kembali ke apartemennya."
"Watson Hill? Bukankah itu tempat yang terakhir kali kau datangi bersama Aiden?"
Benar. Dan setelah itu aku tanpa sengaja menemukan Irina bersama Aiden dan membawa gadis itu ke apartemenku. Kemudian kemunculan teman hantunya menuntunku pada Scott Nicholson.
Hayden ingin mengatakan itu, tapi tentu saja tidak dilakukannya. Ya, adalah jawaban singkat yang diberikan Hayden alih-alih menyemburkan jawaban dalam hatinya.
"Kita bisa menemuinya besok di Black Russo. Kita akan menemuinya besok." Peter mengucapkannya dengan penuh tekad. Rick hampir mengutarakan komentarnya saat panel interkom menyala dan menyampaikan kabar tentang transaksi narkoba di stasiun kereta Side North.
"Kenapa kita yang diberitahu? Bukankah seharusnya divisi Dominic yang menanganinya?" tanya Rick heran.
Dan suara wanita di seberang interkom itu menyebutkan bahwa transaksi tersebut terindikasi telah menyebabkan korban.
"Shit! Orang-orang itu semakin berani akhir-akhir ini," ujar Rick sambil berdiri.
"Kau pergilah lebih dulu, Rick. Aku perlu tahu sedikit lagi tentang gadis bernama Irina ini," kata Peter, "Kurasa aku akan disini semalaman mengamati semua video ini."
Jake bahkan sudah memasang wajah bosan.
"Aku akan menyusulmu, Rick," kata Hayden.
"Ya, yaa. Pastikan saja kau lakukan itu secepatnya," gerutu Rick sambil berjalan menuju melewati pintu keluar.
***
"Kukira itulah yang terjadi. Maksudku, saat kau mendengar laporan melalui telepon bahwa beberapa orang terlihat melakukan pergerakan yang mencurigakan di dekat stasiun kereta hampir menjelang tengah malam, mungkin itulah yang terbersit dipikiranmu pertama kali."
Rick menetap security itu datar. Setelah beberapa detik berlalu, Rick berujar, "Well, mungkin saja yang terbersit di kepalaku adalah sekelompok pria yang sedang pulang berjalan kaki."
Rick melirik name tag pria di depannya. "Oke Mr.Harrington-"
"Panggil saja aku Andy."
"Oke, Andy... Apa yang membuatmu lantas berpikir mungkin itu transaksi narkoba?"
"Wanita yang menelepon dari lantai dua puluh itu mengatakan ia sudah melihat orang-orang itu berlalu lalang berulang kali di sekitar stasiun. Aku mengamati area depan stasiun. Memang ada beberapa orang, tapi kukira mereka adalah penumpang kereta terakhir yang akan segera melintas. Awalnya tidak ada yang terjadi. Lalu..."
"Lalu?"
"Sebuah mobil berhenti di depan mereka dan beberapa orang itu terlihat seperti sedang memasukkan sesuatu ke dalam mobil. Kemudian mereka naik ke mobil lain di belakangnya dan pergi," kata Andy.
"Sudah kukatakan mungkin itu seseorang, bukan sesuatu. Bisa saja itu bukan transaksi narkoba tapi penculikan!"
Suara melengking itu membuat Rick menoleh. Seorang gadis cantik terlihat menahan amarah sedang menatap Andy dengan sorot mata menantang.
"Selamat malam, Miss..." sapa Rick sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Miss Luiza," bisik Andy.
Rick mengangguk sebagai ucapan terima kasih. "Selamat malam Miss Luiza. Aku Ricardo Alazar dari kepolisian Costa City."
"Oh hai Mr. Alazar. Kebetulan sekali. Aku ingin membuat laporan orang hilang. Karena sepertinya ucapanku tidak ditanggapi dengan serius oleh keamanan disini, bisakah aku langsung menyampaikannya pada Anda?" balas Irina.
"Sebenarnya aku berasal dari divisi pembunuhan meski kurasa tidak apa kalau kau menceritakannya padaku. Tapi aku harus memperingatkanmu bahwa kau tetap harus mengulangi laporanmu secara resmi di kantor polisi," kata Rick sambil membalik lembaran buku catatan kecilnya. Setelah beberapa detik dia melanjutkan, "Oke, Miss Luiza. Apa yang ingin kau sampaikan?"
"Temanku menghilang. Seharusnya dia sudah pulang tapi dia tidak ada dirumah."
"Siapa nama temanmu?" ujar Rick sambil tetap mencatat.
"Claire Summers. Usianya 24 tahun. Rambutnya cokelat, bentuk fisik dan tingginya hampir sama denganku."
"Kenapa kau menganggapnya hilang?"
"Malam ini seharusnya kami pulang kerumah bersama. Tapi setelah tiba di stasiun aku memintanya pulang lebih dulu. Tapi saat aku tiba, dia ternyata belum pulang."
"Jadi kejadiannya malam ini?" Rick berhenti mencatat.
"Yah."
Rick mendesah menyesal. "Aku minta maaf Nona, tapi perlu 24 jam sebelum seseorang dapat dinyatakan menghilang."
"Itulah yang kukatakan padanya tadi. Dan lihatlah bagaimana dia mengambil kesimpulan bahwa aku tidak menganggap serius kata-katanya," Andy menjelaskan setengah berbisik pada Rick.
"Kenapa ada aturan konyol seperti itu? Dan apapun bisa terjadi pada Claire dalam 24 jam itu."
"Aku sungguh menyesal tapi begitulah keadaannya. Apakah sudah ada yang menghubungi ponselnya?"
"Tentu saja sudah." Seorang pria bergerak kesamping, melingkarkan lengannya kebahu gadis itu dan berkata, "Aku sudah menghubunginya. Tidak ada jawaban."
"Dan kau adalah?" tanya Rick.
"Edward. Aku tinggal disini. Begitu juga dengan Claire. Malam ini kami ada janji bersama. Kurasa Claire tidak akan pergi begitu saja tanpa mengatakan sesuatu pada kami."
"Bisa saja dia bertemu seseorang yang dia kenal dan berubah pikiran."
"Claire bukan orang seperti itu," geram Edward. Big bird mungkin gay, tapi dia tetaplah seorang laki-laki. Tinjunya bisa mematahkan hidung seseorang.
"Mungkin sebaiknya kalian langsung membuat laporan di kantor polisi besok pagi. Sejujurnya, aku kemari karena laporan adanya transaksi narkoba yang memakan korban. Kasus orang hilang bukan tanggung jawab divisiku," kata Rick menyesal.
Sayangnya, kalimat tadi justru semakin mengobarkan amarah Irina. "Baiklah. Aku akan membuat laporanku besok pagi. Akan kupastikan melaporkannya pada polisi lain dengan jabatan lebih tinggi darimu!"
"Yah, silakan saja."
Pelukan lengan Edward di bahu Irina mengerat. Rick tentu tidak bisa melewatkan tatapan tajam Edward. Benar-benar bukan situasi semacam ini yang diharapkannya. Tuhan tahu Rick datang untuk kasus narkoba yang kabarnya menimbulkan korban. Bukannya justru beradu mulut dengan orang-orang ini di lobby sebuah apartemen mewah disaat dirinya sendiri sudah sangat merindukan tempat tidur karena nyaris belum tidur sejak kemarin..
"Apa yang ingin kau laporkan?" tanya suara lain di dekat pintu masuk. Mereka serentak menoleh. Rick medesah lega nyaris bersamaan dengan teriakan gadis itu.
"Hayden!"
Rick tentu terkejut menatap gadis itu berlari menyongsong Hayden. Dia kenal Hayden?
"Irina. Apa yang kau lakukan disini?" tanya Hayden saat Irina berdiri di depannya.
"Aku tinggal disini. Sementara. Kau kesini karena kasus narkoba?"
"Bagaimana kau tahu?"
Irina hanya menoleh melalui bahunya untuk melirik Rick yang berada tidak terlalu jauh dibelakangnya.
"Kuanggap kau sudah berkenalan dengan Rick," kata Hayden sambil tersenyum miring. Senyum yang belakangan ini Irina sadari sangat mirip dengan senyum Aiden. Well, mereka kan bersaudara. Irina langsung menggerakkan kepalanya dengan gelengan kuat berulang kali berharap bayangan Aiden lenyap dari otak kecilnya.
Hayden kaget. "Irina kau tak apa?" tanyanya cemas.
Irina yang baru kembali fokus bertatapan dengan tatapan intens Hayden dan menyadari sesuatu yang sangat penting.
"Hayden..."
"Ya?"
"Bukankah kau wakil kepala kepolisian?" ucap Irina polos dengan tatapan datar.
Hayden merasa aneh tapi dia mengangguk.
"Tolong katakan Mr.Alazar yang ada disana bukanlah kepala kepolisian."
Sekarang Hayden jelas bingung. Untuk apa Irina menanyakan hal semacam itu?
"Aku yakin bukan. Apa artinya pertanyaanmu Irina?"
Irina tersenyum kecil. "Artinya kau adalah polisi di Costa City yang jabatannya lebih tinggi dari Mr. Alazar," kata Irina. Sedetik kemudian senyum kecil di bibirnya berubah menjadi senyum licik saat dia berbalik berjalan menghampiri Edward dan kerumunan disana.
***
Sementara itu diwaktu yang hampir bersamaan di sebuah gudang tua di dekat pelabuhan jauh di utara Side North, seorang pria sedang memegangi perut kanannya dengan tangan gemetar. Tubuhnya meringkuk dilantai yang dingin dan berdebu. Seorang pria berdiri menjulang di dekatnya. Salah satu kakinya bergerak mengayunkan tendangan ke punggung pria yang meringkuk tadi. Erangan kesakitan memilukan memenuhi ruangan.
"Itu bahkan hanya tugas sederhana, John. Kau hanya perlu membawa gadis itu. Kau tidak perlu membunuhnya atau melakukan hal lain. Tapi bahkan hal sesederhana itu saja kau gagal melakukannya!" bentak pria itu sambil kembali melayangkan tendangan ke bagian lain tubuh pria itu.
"Sudah kukatakan gadis itu bermata hijau! Hanya ada satu gadis seperti itu di Black Russo. Bagian mana yang tidak kau pahami, hah?!"
Satu tendangan lagi melayang.
"Kau benar-benar menyedihkan. Bagaimana mungkin kau sampai tidak menyadari mereka bertukar jaket?"
John tidak berkata-kata. Hanya bernapas pendek-pendek menahan sakit akibat siksaan fisik yang diterimanya. Sepertinya menunggu kedua gadis itu di stasiun bukan keputusan tepat. Seharusnya dia menyergap mereka sesaat setelah pintu belakang Black Russo ditutup seperti rencananya semula. Sekarang dia hanya bisa menyesali kebodohannya yang memikirkan ucapan Alex bahwa terdapat beberapa cctv di sana dan dia tidak akan bisa lolos tanpa terrekam satupun cctv. Sekarang dimana Alex sialan itu saat dia terpaksa meringkuk di lantai kotor ini.
Pintu gudang terbuka menampakkan seorang pria mengenakan setelan jas lengkap. Pria di depan John berbalik dan berkata, "Angelo."
"Apa yang kau lakukan padanya, Rafael?" kali ini suara Angelo yang tenang terdengar di telinga John.
"Dia gagal. Dia membawa gadis yang salah."
Angelo mendesah, tampak berpikir. "Kurasa sekarang gadis itu pasti sudah melapor pada polisi. Akan sulit untuk membawanya."
"Karena itulah John sedang meringkuk sekarang."
"Menyiksa John tidak akan membantu apapun. Apa saranmu, Rafa?"
Rafael megedikkan bahu. Hening sesaat sebelum Rafa bicara, "The Blue Eyes."
John membelalak terkejut. Apa mereka serius akan sampai menggunakan si mata biru hanya untuk menghadapi seorang gadis?
"Dia sudah lama tidak terdengar. Kau tahu itu, Rafa."
"Well, bukan berarti dia sudah tidak ada atau pensiun. Bukankah tugas terakhirnya sangat brilian? Damon benar-benar tidak pernah terlihat lagi sejak hari itu," ucap Rafael sambil terkekeh pelan.
Angelo menyembunyikan kesiapnya. "Dan sejak hari itu juga Blue Eyes tidak terlihat dimanapun."
"Black Angels punya mata dan telinga dimana-mana. Kita selalu bisa mencari tahu."
"Tapi kejadiannya sudah sangat lama."
"Tidak ada salahnya mencoba. Blue Eyes tidak pernah gagal dalam setiap tugasnya. Kalau dulu dia tidak pensiun dini, aku yakin tidak akan bisa membayangkan berapa banyak kekayaannya sekarang. Dia pembunuh berbakat. Sepadan dengan harganya."
Angelo menghela nafas. "Fine, lakukan saja sesuai caramu. Aku hanya ingin gadis itu hidup-hidup."
Senyum kejam tersungging di bibir Rafael sebelum pria itu berbalik dan pergi melewati pintu yang dibuka Angelo. Pria keji itu mungkin terlalu bersemangat berencana memulai pencarian The Blue Eyes, pembunuh bayaran yang menjadi legenda bagi Black Angels. Pembunuh yang terakhir kali terlihat memburu sahabatnya, Damon Keith.
***
ns18.116.43.130da2