
Namaku Ayunisa Laksmy, biasa disapa Nisa usiaku 23 tahun. Aku sudah menikah dengan Rizal yang usianya 27 tahun, pria yang dulu membuat hatiku berdebar-debar hanya dengan senyumannya. Tapi, setelah tiga tahun pernikahan, rutinitas sehari-hari seolah mulai mengurangi romansa yang dulu kami bangun.
Suatu sore, aku duduk di teras rumah kami, menikmati senja yang mulai memudar. Rizal baru pulang dari kantor, wajahnya terlihat lelah. Dia duduk di sebelahku, melepas sepatu dan jasnya.
"Lelah?" tanyaku, mencoba memulai percakapan.
"Dikit," jawabnya singkat, sambil mengusap dahinya. "Hari ini meeting terus dari pagi."
Aku mengangguk, mencoba memahami. Tapi ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Kami dulu sering bercerita tentang hari-hari kami, berbagi tawa, dan saling mendengarkan. Sekarang, semuanya mulai terasa begitu datar.
"Pah, kita udah lama nggak ngobrol kayak dulu," kataku pelan, mencoba menahan getar di suaraku.
Dia menoleh ke arahku, matanya sedikit terkejut. "Maksudnya?"
"Mamah ngerasa kita gak kayak waktu awal-awal nikah. Dulu kita sering cerita banyak hal, sekarang... kayaknya kita cuma hidup berdampingan, bukan bersama-sama."
Rizal terdiam sejenak, lalu menarik napas panjang. "Aku tahu, Mah. Aku juga ngerasa kayak gitu. Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana. Kerjaan menumpuk, dan aku merasa selalu kehabisan energi."
Aku menghela napas, mencoba mencari kata-kata yang tepat. "Aku nggak minta yang muluk-muluk, Pah. Cuma... mungkin kita bisa mulai lagi dari hal-hal kecil. Kayak awal-awal kita nikah, kita sering jalan-jalan sore, atau sekadar nonton film bersama."
Dia tersenyum kecil, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, aku melihat kilau di matanya. "Mamah benar. Aku terlalu fokus sama kerjaan sampai lupa sama hal-hal kecil yang bikin kita bahagia."
Aku tersenyum, merasa sedikit lega. "Jadi, gimana kalau besok kita jalan-jalan ke taman? Kayak dulu waktu kita masih pacaran."
Rizal mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Deal. Tapi jangan lupa bawa bekal ya, kayak dulu mamah selalu bikin sandwich buat Papah."
Aku tertawa, ingatanku melayang ke masa lalu. "Iya, deh. Aku juga kangen lihat kamu makan dengan lahap kayak dulu."
Keesokan harinya, kami pergi ke taman yang dulu sering kami kunjungi. Udara pagi yang sejuk membuat suasana terasa lebih hidup. Kami duduk di bawah pohon rindang, menikmati bekal yang kubuat.
"Enak banget, Mah. Kayak dulu," kata Rizal sambil menyantap sandwich-nya.
Aku tersenyum, merasa hangat di hati. "Aku senang papah suka."
Setelah makan, kami berjalan-jalan menyusuri jalan setapak, tangan kami saling bertautan. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, saat cinta kami masih begitu menggebu-gebu.
"Pah, kamu ingat nggak waktu dulu kita pertama kali ke sini?" tanyaku, mencoba mengulik kenangan.
Dia tersenyum, matanya berbinar. "Tentu saja. Waktu itu aku baru saja melamar kamu, dan kita datang ke sini buat merayakannya. Kamu pakai baju biru yang bikin mataku nggak bisa berpaling."
Aku tersipu, ingatanku kembali ke momen itu. "Iya, aku juga ingat. Waktu itu kamu bilang, kamu nggak akan pernah bosan sama aku."
Rizal berhenti berjalan, memegang kedua tanganku. "Dan itu masih benar, Mah. Aku mungkin pernah lupa menunjukkan itu, tapi aku nggak akan pernah bosan sama Mamah. Karena mamah adalah bagian terpenting dalam hidup aku."
Air mataku hampir menetes mendengar kata-katanya. "Aku juga, Pah. Aku cuma ingin kita bisa selalu bersama, seperti dulu."
Dia menarikku ke dalam pelukannya, dan kami berdiri di sana, di tengah taman yang penuh kenangan, merasakan cinta yang mulai menyala kembali.
Sejak hari itu, kami berusaha untuk selalu meluangkan waktu bersama, meski hanya sebentar. Kami belajar bahwa cinta bukan hanya tentang grand gesture, tapi juga tentang hal-hal kecil yang membuat kita merasa dicintai dan dihargai.
Dan di setiap senja, kami selalu duduk di teras rumah, berbagi cerita dan tawa, seperti dulu. Api cinta kami mungkin pernah redup, tapi dengan usaha dan komitmen, kami berhasil menyalakannya kembali, lebih terang dari sebelumnya.
***
Tapi ada satu masalah lain dalam kehidupan rumah tangga antara aku dan Rizal. Yaitu hobi dia nonton film porno yang tidak pernah bisa dia hilangkan.
"Papah, ngapain sih masih nonton film porno terus. Apa gak bisa dihentikan? Kan udah ada mamah, masih belum cukup sampai harus nonton film porno segala."8965Please respect copyright.PENANAsdnNEbWlZM
"Enggak kok mah, papah udah lama gak nonton film porno."8965Please respect copyright.PENANAVBqBmlVNi7
"Papah jangan bohong ya, tadi mamah iseng buka hp papah dan lihat browser di hp papah. Apa sih enaknya nonton film porno itu? Oh papah suka ya liat memek ama payudara perempuan bule?!"
“Itu riwayat browser yang udah lama mah!” Bantah Rizal.
“Ih capek nasehatin papah.”
8965Please respect copyright.PENANAgFaNmnFrzW
Bersambung
ns18.224.5.46da2