
Panggil saja aku Linda, nama yang mudah diucapkan, bukan?
Tiga tahun lalu ketika kau masih kelas 1 SMP, Bu Alvi mengambilku sebagai anak angkat setelah ribut hebat dengan ayah kandungku yang masih terhitung saudara jauhnya. Jadi bisa dibilang Bu Alvi ini masih bibi jauhku.
Aku si kembang desa ini, anak yang lumayan broken home, ketahuan sedang ditiduri oleh bapaknya sendiri yang sedang mabuk pada suatu malam. Ada salah satu tetangga yang segera mengontak Bu Alvi dan bersama suaminya beliau segera datang.
Pengambilanku dari rumah Ayah memang dilakukan melalui jalur paksa. Namun karena bantuan beberapa tetangga yang juga merasa kasihan padaku karena hidup tanpa ibu dan selalu ditekan oleh ayah sendiri, akhirnya Bu Alvi menang dalam pertarungan sengit dan berhasil membawaku.
Tentu ayah kandungku merasa sangat sakit hati karena kehilangan pengganti istrinya.
Dari sini bisa disimpulkan kalau aku sejak SMP, sudah tidak perawan lagi.
Aku tinggal di rumah Bu Alvi yang juga membuka kos-kosan. Singkat cerita aku hidup tenteram di sana, hingga pada suatu hari karena sudah sering melayani seorang pria, maka libidoku tak bisa terpenuhi hanya dengan kocokan jari. Ya, aku memang sebusuk itu. Dalam beberapa momen tak jarang aku benar-benar menikmati keperkasaan Ayah.
Inilah awal mula aku kehilangan rasa malu, tepat pada kelas satu SMK.
Aku mengambil jurusan perhotelan yang secara otomatis menuntutku agar percaya diri dan bisa bersikap ramah kepada orang. Diharapkan nanti ketika lulus lalu masuk ke dunia hotel, aku bisa dengan luwes melayani para pelanggan. Berdasarkan alasan ini, ditambah parasku yang kuyakin cukup cantik dengan bulu mata tebal dan hidung mancung, mulailah aku beraksi.
Mula-mula aku sering duduk di teras rumah, membiarkan aku dilihat banyak orang yang lewat. Namun, sebenarnya target utamaku adalah Mas Iwan, seorang pria muda yang ngekos di tempat Ibu.
Setiap dia berangkat dan pulang kerja selalu bertemu denganku yang duduk di teras. Kami saling sapa dengan ramah atau sesekali bertukar basa-basi. Hingga pada suatu malam ketika Ibu ikut Ayah pergi ke luar kota untuk berlibur—aku tak ikut karena kebetulan ada tugas menumpuk—Mas Iwan ini mengetuk pintu rumah dan mengatakan dia sudah “tidak tahan”.
Itulah saat aku diperkosa untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi, sebenarnya tidak murni diperkosa. Walau Mas Iwan memang memaksaku, tapi kalau dia minta baik-baik pun tentu akan kulepas semua pakaian ini tanpa ragu.
Aku terus mengatakan pada diri sendiri bahwa ini merupakan bentuk latihan untuk meningkatkan rasa percaya diri, hingga tanpa sadar hari-hari berikutnya hubungan kami makin dekat dan makin ketat.
Setiap seminggu sekali atau lebih, aku selalu punya alasan keluar rumah agar kelamin kami bisa bersatu di suatu tempat. Mas Iwan pun mulai sadar kalau aku menyerahkan diri dengan sukarela, ia semakin bernafsu untuk menggenjotku.
Itulah awal mula perjalananku sebagai “lonte”. Bahkan setelah Mas Iwan jarang pulang ke kos dengan alasan yang tidak jelas, aku yang merasa kesepian mencoba cara lain dengan menjadi member SweetDreams, salah satu aplikasi live bugil paling terkenal saat ini.
________
Hari ini adalah hari pertama aku berangkat magang. Dari sekolahku, kebetulan hanya aku seorang yang memilih untuk magang di hotel bintang lima ini. Wajar saja, tempat sekolahku dan hotel ini berjarak kurang lebih dua jam perjalanan.
Karena aku jurusan perhotelan maka aku ditempatkan pada bagian Front Desk Attendent. Lebih mudahnya adalah ketika orang masuk hotel maka dia akan melihat dua atau lebih petugas yang menyambut di meja lobby, nah di sanalah aku.
Hari pertama aku masih didampingi oleh dua seniorku yang kupanggil Mabk Gita dan Mbak Rara. Mereka adalah dua orang berhijab yang cukup cantik—tidak, cantik sekali.
Keduanya memakai rias tipis dan lipstik merah jambu, aku agak iri dengan kecantikan mereka. Dari samping, dari depan atau dari mana pun, aura wanita dewasa terpancar hebat dari diri dua orang itu.
Hari pertama berjalan mulus tanpa ada hambatan sedikit pun, aku bisa bernapas lega.
"Orang baru?"
Kulirik ke kanan ke arah Mbak Gita yang didatangi seorang lelaki muda berpakaian werpack SMK. Mbak Gita mengangguk. "Iya, baru masuk hari ini."
"Ohh ...." Lelaki itu melirikku. Kami bertatapan selama beberapa saat sebelum ia tersenyum. "Halo, Mbak, aku Oktan."
"Dia magang Engineering," sahut Mbak Rara di sebelah kiriku. Dia sedang sibuk melihat daftar kamar di buku besar.
Aku membalasnya dengan senyum tipis dan anggukan. "Aku Linda," kataku seraya menunjuk nametag di dada kanan. "Salam kenal."
Oktan, si anak dengan potongan rambur 321 khas anak SMK melirik jam tangannya. "Udah hampir jam empat, kamu nggak pulang?"
Sebelum aku sempat menjawab, Mbak Gita memotong. "Jangan samain anak Engineering sama Front Desk. Dia musti cek kamar-kamar kosong terus buat laporan."
Oktan tersenyum kikuk. "Ouh ...."
"Magangmu dari balik layar, jadi enak nggak berat," sahut Mbak Rara pula seraya menekan tombol-tombol di telepon. "Halo ...." Entah tersambung dengan siapa, dia sudah sibuk sendiri.
Dengan wajah tertarik, ia berjalan dan berhenti tepat di depanku. "Dari SMK mana?"
"Dari luar kota," kataku tanpa mengatakan tempat asli.
Oktan mengangguk-angguk. "Kelas dua atau tiga?"
"Kelas dua." Aku mencoba bersikap setenang dan seramah mungkin walau kutahu Oktan sedang berusaha mendekatiku. Sikap lelaki seperti ini sudah kuhafal.
Oktan sedang memikirkan pertanyaan lain ketika Mbak Rara sudah selesai dengan teleponnya. "Pepet teros! Dasar bocah, si Gita kurang cantik, ya?"
Aku terkejut. Apakah mereka pacaran?
Oktan nyengir lebar. "Cantik, kok."
Kulirik Mbak Gita di sebelahku. Menurut taksiran, dia tentu sudah berumur dua puluhan tahun ke atas, sedangkan Oktan ini pasti seumuranku, tujuh belasan tahun. Mereka berpacaran?
"Kapan balik?" Oktan menatap Mbak Gita.
"Ini lho balik." Wanita itu mengemasi barang-barangnya ke dalam tas kecil lalu berjalan ke luar dari balik meja resepsionis ini. "Aku balik dulu, ya. Ra, temenin Linda bikin laporan."
"Iyaaaa ...," Balas Mbak Rara tampak malas.
Setelah mereka pergi, aku lalu diajari cara membuat laporan rutin oleh Mbak Rara. Itu mencakup berapa banyak orang check-in dan check-out. Kemudian berapa banyak kamar kosong dan seberapa banyak kamar terisi. Ada pun apa saja permintaan penghuni kamar selama menginap seperti makanan, minuman, atau hal lain dan perlu menuliskan di kamar berapa. Hal-hal remeh semacam itu harus dicatat yang nanti datanya dikirim ke manager Front Office.
"Aahh ... capek." Mbak Rara meregangkan tubuhnya.
Aku menguap entah yang keberapa kali. Kulihat jam di HP sudah menunjukkan pukul 17.45.
"Balik, yuk," ajaknya.
Aku balas dengan anggukan dan segera berkemas. Kami berpamit dengan dua karyawan lain yang melanjutkan tugas kami pada shift berikutnya. Setelah kami tiba di lantai satu menggunakan lift, kami berpisah jalan.
Kebetulan kosku dekat, aku bisa pulang pergi hanya mengandalkan jalan kaki. Tiba di rumah, aku langsung meletakkan tas di ujung kasur. Tak lama kemudian, kulepas kancing baju satu per satu hingga menyisakan bh dan celana dalamku yang berwarna hitam.
Aku duduk bersandar kepala kasur. Kuambil HP ku dari dalam tas dan membuka aplikasi SweetDreams dengan logo hati penuh bintang.
Di laman pribadiku, aku menulis.
"Baru pulang kerja, nih, belum mandi. Masih bau apek."
Tanpa menunggu lama, dua balasan segera menyambut.
"Pap kak."
"Gak ada istilah bau apek buat Kak LinLin, yang ada pasti bau sange."
Kurang dari lima menit, datang lagi balasan yang lebih banyak.
"Jangan mandi dulu, Kak. Live dong, udah seminggu libur."
"Ayo kak pap fotonya, telanjang kayak biasa."
"Pengen jilatin tubuh kak LinLin yang belum mandi."
"Livenya ditunggu kak."
"Ditunggu daritadi, semoga hari ini ada live. Kangen sama bokong goyangnya kak LinLin."
"Aku mau liat tetenya."
Ah ....
Aku memejamkan mata.
Kurasakan napasku sedikit memburu saat perlahan bulir-bulir keringat membasahi tubuh ini. Sengaja tak kuhidupkan kipas agar hawa semakin panas dan dengan itu, gairahku bisa naik makin cepat.
Aku membayangkan saat ini sedang dipandangi oleh kerumunan orang itu. Di mana aku sedang telanjang dan tidur terlentang tanpa busana, lalu orang-orang itu coli sambil menatapku penuh nafsu. Aku menggeliat serta mendesah-desah, menggoda mereka semua sampai tubuhku kotor penuh sperma.
"Ahhh ... ahh ... ahhh ...."
Karena fantasiku sendiri, aku tak tahan lagi. Segera kubuka lemari, kusibak tumpukan pakaian untuk mengambil topeng hitam dengan ukiran perak. Sebuah topeng yang menutup bagian hidung ke atas.
Kuambil HP yang tergeletak sembarangan di atas kasur dan langsung kupasang pada tripod pendek di nakas. Kugeser nakas itu agar HP merekam ke arah kasur.
Ketika kupakai topeng itu, nafsuku semakin memuncak, memekku semakin berembun.
Setelah mengambil napas dalam-dalam, kuklik tombol "LIVE".
Tak sampai satu menit, tiga puluh orang lebih masuk ke room live ku.
Seperti biasa, aku merapatkan siku ke depan saat melambaikan tangan agar dua payudara cup D milikku saling menyatu dengan ketat.
"Hai semuaaaa~"
Kolom komentar sudah ramai berikut hadiah-hadiah berbagai macam yang dikirm.
Ya, inilah aku.
Pada siang hari mungkin aku menjadi anak magang di Hotel Semar. Tapi setelah semua itu, aku akan jadi anak perempuan yang siap mengecrotkan siapa saja yang ingin dengan menonton acara live ini.
Aku tak pungut biaya, masuk ke roomku sepenuhnya gratis. Namun, mungkin karena bakatku, aku bisa meraup uang banyak sekali dari pekerjaan yang sangat kucintai ini melalui hadiah-hadiah atau donasi.
Dengan nama akun LinLin, aku sudah menjadi salah satu wanita paling tenar di aplikasi SweetDreams.
ns3.147.74.223da2