“nggi, nampaknya kita perlu singgah ke SPBU” perutku terasa mulas, namun hari ini aku harus melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Bandung, karena salah seorang sahabatku akan menikah lusa. Oleh karena itu beberapa kawanku lainnya pergi ke Bandung juga, namun hanya berempat yang datang lebih awal, aku, Anggi, Dharma dan Gunawan.
Tobi, sahabatku yang akan menikah menyambut kedatanganku dan Anggi, ternyata Gunawan sudah tiba terlebih dahulu, sementara Dharma akan tiba maghrib nanti. Kami bercengkrama dibelakang rumah Tobi. Kami mengenang ketololan-ketololan yang pernah kami lakukan semasa kuliah. Macam-macam ulah-ulah yang kami lakukan, mulai dari Gunawan yang sering bermain dengan wanita, dulu kami sering bertanya-tanya tentang keperjakaannya, namun dengan enteng dia menjawab “Bohong kalau kalian masih perjaka, setidaknya kalian pernah bercinta dengan Dita”
“Dita siapa Wan?”Anggi bertanya dengan polos.
“Di..Ta..Ngan” Gunawan menjawab penuh penekanan. Semua terbahak-bahak mendengar jawaban Gunawan.
__
Beda kisahnya dengan Tobi yang terkenal sering dan kuat mabuk minuman. Ketika yang lain sudah teler, cuma dia yang masih dengan santainya menyetir mobil kembali ke kosan. Walau dia sering mabuk, namun ku akui dia benar-benar lelaki sejati, tidak pernah bermain wanita, dan istri yang lusa dia nikahi adalah cinta pertamanya di SMA dan baru berpacaran satu tahun kebelakangan. Dia seorang pribadi yang menjunjung tinggi nilai keperawanan, mungkin karena lingkungan dan budaya didalam keluarganya yang memang pada umumnya masyarakat Indonesia pun menjunjung nilai keperawanan.
Lain lagi dengan Dharma dan Anggi, mereka ini ahli jurus dewa mabuk, dan mereka orang yang aktif dalam kegiatan aktivis kampus. Sering demo dimana-mana. Pernah terjadi suatu perkelahian yang akhirnya membuat kami memanggil mereka dewa mabuk. kami sedang asyik minum Moke yang dibawa Tobi dari Flores. Dharma dan Anggi ini sudah mabuk kepayang, tiba-tiba ada pria dan ketiga temannya yang mencari Gunawan, karena diduga si Gunawan memacari pacarnya. Semua sudah hampir teler, Gunawan yang ditanyain pun hanya cengegesan. Sedangkan Tobi dan aku masih sadar mencoba melepaskan tangan pria tersebut dari kerah Gunawan dan berbicara baik-baik.
__
“PRANKKKK” Kaca jendela kos milik Dharma disambit dengan Rantai Motor. Dan apesnya Anggi yang sedang asyik meracau dibawah jendela terkena serpihan kaca tersebut
“Eh Jembut, kau itu punya urusan sama Gunawan, bukan sama Jendela itu!” Dharma yang semula tampak tidak peduli jadi naik pitam.
“BUGHHHH” terdengar bunyi pukulan Anggi tepat di hidung pria tersebut. Dharma langsung ikut memukul pria tersebut.
Kelima orang tersebut asyik berkelahi, sementara pria yang hidungnya berdarah tersebut nampak sudah mulai kewalahan, temannya yang lain juga babak belur dipukul mereka berdua. Mereke berkelahi dalam keadaan mabuk atau setengah sadar. Aku pun tak mengerti, kenapa bisa mereka berkelahi dalam keadaan seperti itu. ketiga pria tersebut belum menyerah
“eh bentar!” teriak Anggi, semua diam, dia kembali ke kamar, dan mengambil Botol Heineken dan dipecahkannya kelantai.
“Kalian ini keroyokan! Pake rantai segala, punya perkara sama wawan, Aku yang kena serpihan kaca!! Gak peduli siapa yang mati, kalian Asu Kabeh” Anggi berteriak dilanjutkan dan hendak menghajar kembali, tetapi nampaknya ketiga pria tersebut ciut, dan melangkah mundur lalu kabur.
__
“PLAKK” bunyi kepala Anggi ditampar Dharma
“apa? Kamu juga mau gelut sama aku?” anggi mengelus kepalanya sambil meringis
“Eh, gara-gara kamu, bajingan itu jadi kabur jing”
“malah bagus”
“Bagus Raimu!!! Aku mau minta ganti rugi! Kaca jendela ku pecah!! Ibu kos aku ini rewelnya bukan main”
Mereka kembali ke kamar, sementara aku dan Tobi membersihkan serpihan kaca akibat ulah cecunguk tersebut. Sementara Gunawan, masih asyik dengan sensasinya sendiri, seolah apa yang telah terjadi bukan urusannya.
___
Hari semakin Larut, Handphone Tobi berdering
“Hallo”
“Aku Udah nyampe, jemput”
Kamipun sepakat untuk pergi bersama menjemput Dharma, sekaligus menghabiskan malam bersama mengitari Bandung dan segala kegemerlapan didalamya.
Malam semakin larut, dingin semakin menusuk, Kami memberhentikan mobil kami di Bukit Moko.
“Gun, Kisi-kisi malam pertama apa?” Tobi memecah kesunyian dengan pertanyaan yang sangat tidak penting untuk dijawab.
“Kamu itu sebentar lagi jadi suami, jaga istrimu baik-baik” Gunawan bicara, dengan tatapan kosong, namun tidak menjawab pertanyaan yang terlontar.
“Tob, kamu ini kan Tempramen, tapi selama aku berteman denganmu, gak pernah aku lihat kamu berantem sepertiku sama Anggi, aku takut kamu Cuma berani mukul wanita saja, tidak berani memukul laki-laki” Dharma mulai memberikan nasehatnya.
“Maksudmu gimana Dhar?”
“Kamu boleh Tempramen, tapi jangan pernah pukul perempuan”
Aku dan Anggi memberikan nasehat-nasehat serupa kepada Tobi. Tobi tertawa pecah.
“Kalian ini, nikah saja belum, kok bicara seolah-olah kalian sudah menikah”
“Aku nikah belum Tob, Kawin Sering” ceplos Gunawan.
Kami Tertawa, menikmati malam dan waktu yang ada, karena sudah lama kami tidak berkumpul seperti ini, walau tingkat ketololan kami sudah tidak seperti dulu, dan sudah sadar bahwa kami semakin tua.
___
Hari ini sangat melelahkan, terutama bagi Tobi yang menjamu tamu seharian. Tobi sangat senang akhirnya dia bisa menikah dengan cinta pertamanya. Jam sudah menunjukan pukul 20.34. Kami akan pulang Besok hari, jadi malam ini kami pergi keluar, hanya sekedar ngopi didaerah Dago. Tobi memaksa ikut, namun kami melarangnya,
Gunawan pun bilang “malam ini akan jadi malam terindah bagimu”
“Tob, Walau Cape, tetep sikat” kami menyemangati nya.
Kami pulang begitu larut, dan kami memutuskan memesan kamar dihotel terdekat, dan baru akan pulang setelah berpamitan dengan Tobi dan istrinya. Setelah sarapan, kami langsung bertolak ke Rumah Tobi.
“Wan, kok ada Police line sih?” tanya ku heran padanya yang sedang menyetir
“loh ada apa?” Dharma menimpali.
__
Kamipun penasaran dengan apa yang terjadi dirumah Tobi, beberapa polisi terlihat disana. Aku menghampiri ibu Tobi
“Bu, ini ada apa?”
Ibunya hanya menangis, nampak tidak sanggup menceritakan apa yang terjadi.
Tiba-tiba aku meihat Tobi digiring oleh kedua orang polisi, aku dan yang lain menghampirinya
“Tob, kamu kenapa?”
Tobi hanya tertawa menyeringai, bukan wajah yang bersahabat. Dia berkata sesuatu pada kedua polisi tersebut, dan nampaknya kedua polisi tersebut menggiring Tobi pada Gunawan. Tobi menatap gunawan sejenak, wajahnya sangat tidak bersahabat, walau sambil tertawa kecil.
“Wan, kamu tahu kenapa aku begini?”
Gunawan diam,
“pertama, istriku sudah tidak perawan… kedua, yang mengambil perawannya itu temen aku sendiri” Tobi melanjutkan kalimatnya sambil tertawa menyeringai.
“Gun, Makasih ya, malam tadi benar-benar Indah untuk ku” Tobi meninggalkan kami dengan pakaian bersimbah darah.
__
Kami Semua diam seribu Bahasa, tidak seorangpun yang berbicara. Semua nampak muram, dan mau tidak mau harus meninggalkan tragedi yang disaksikan.
Mendung datang, gerimis jatuh membasahi kaca mobil yang berdebu. Suasana memang gelap, dan perlahan rintikan hujan memecah bunyi klakson yang saling bersahutan. Namun didalam mobil dan Sepanjang perjalanan pulang, hanya ada sunyi bagi ku dan Anggi, tidak ada cerita-cerita yang telah dilalui untuk diceritakan ulang. Aku dan Anggi juga hanya diam, seolah enggan membicarakan apa yang telah kami saksikan, walau ribuan tanda tanya membayang.
ns3.23.102.227da2