
Judul: Belajar yang Membuka Nafsu
Siang itu, rumah keluarga Riska tampak tenang seperti biasa. Heni, adik bungsu dari keluarga itu, sedang duduk bersila di atas kasur kamarnya sambil membuka buku pelajaran. Ia masih mengenakan seragam sekolah: rok abu-abu panjang dan kerudung yang kini dilepas, tersampir di meja belajar. Wajahnya polos, senyumannya tenang, dan tubuhnya ramping—namun lekuknya menggoda.
Di hadapannya, duduk tiga cowok. Salah satunya adalah pacarnya, Rama, cowok manis dari sekolah sebelah yang sudah satu tahun ini diam-diam jadi kekasihnya. Dua lainnya adalah teman Rama: Tio dan Andre, alasan kenapa Heni bilang ini sesi belajar kelompok, supaya mereka bisa ikut.
"Hen, ini yang dimaksud akar pangkat, kan?" tanya Rama sambil mendekat, memperlihatkan buku catatan.
Heni mengangguk, suaranya pelan, "Iya, Mas... tapi kalau salah, jangan marah, ya..."
Rama menatapnya, lalu tersenyum. Ia mengelus lembut lengan Heni yang terbuka karena lengan seragamnya digulung.
"Mana tega marah sama kamu, Hen... cantik dan pinter gini."
Tio dan Andre cuma saling melirik, tertawa kecil. Mereka tahu betul pacaran Heni dan Rama bukan sekadar pegangan tangan. Tapi yang tidak mereka sangka, Heni hari itu tampak jauh lebih menggoda dari biasanya. Bibirnya yang mungil, matanya yang jernih, dan cara duduknya yang membuat rok panjang itu sedikit tertarik, memperlihatkan lekuk pahanya.
Setelah beberapa menit belajar, Rama berbisik di telinga Heni, "Sayang... peluk, ya... sebentar aja..."
Heni menoleh, pipinya merah. "Tapi... temen-temen Mas liat..."
"Nggak apa-apa. Mereka ngerti kok."
Dengan ragu yang dibuat-buat, Heni membiarkan Rama memeluk dari belakang. Tubuh gadis itu langsung melemas, napasnya naik turun perlahan. Rama mencium tengkuknya, lalu telinganya. Heni menutup mata.
"Mas... jangan nakal, ya... Heni malu..."
Rama hanya menjawab dengan menarik perlahan kerah baju Heni, mengecup pundaknya. Lalu lebih berani, menyusupkan tangan ke dalam seragam. Heni tidak menolak.
Tio dan Andre makin mendekat. Awalnya hanya melihat. Tapi Heni justru tersenyum malu, lalu menatap mereka satu-satu.
"Mas Tio, Mas Andre... jangan liatin Heni terus gitu dong... Heni jadi malu..."
"Tapi kamu cantik banget, Hen," sahut Andre. "Mau bantu Rama nggak? Biar Hen tambah enak."
Heni menggigit bibir. Ragu-ragu... lalu mengangguk pelan. "Tapi pelan-pelan ya... Heni belum pernah sama yang lain selain Rama..."
Rama tertawa kecil. "Aku izinin kok. Buat hari ini... kita rame-rame."
Dan dimulailah permainan panas itu. Rama membuka kancing seragam Heni satu-satu, memperlihatkan bra putih mungil yang menahan payudaranya. Tio mencium pahanya dari bawah, sementara Andre sudah sibuk melepas rok panjang Heni.
Heni memejamkan mata, tubuhnya digelayuti tiga laki-laki. Desahannya halus, lugu. Tapi tubuhnya menerima semuanya, seolah sudah sangat terbiasa. Dalam waktu singkat, tubuh polos Heni telanjang sepenuhnya, hanya kerudung yang masih tersampir di meja.
Mereka memainkan Heni secara bergantian dan bersama-sama. Mulut, dada, dan bagian bawahnya tak pernah berhenti disentuh, dijilat, dan dikerjai. Heni hanya bisa meringkuk, menggeliat, dan sesekali menangis pelan karena terlalu nikmat.
"Heni udah nggak kuat... Mas... satu-satu ya... pelan... Heni capek..."
Namun mereka tak mengendurkan permainan. Justru makin liar. Hingga terdengar suara dari balik pintu.
"Heni... ngapain rame-rame di kamar?"
Itu suara Ibu Ros.
Pintu terbuka. Wajah Ibu Ros muncul. Mengenakan daster cokelat, kerudung lusuh, dan ekspresi... polos.
Matanya langsung tertuju ke tubuh telanjang Heni dan ketiga cowok itu.
"Innalillahi... Astaghfirullah... Heni..."
Heni menoleh, napasnya masih tersengal. "Bu... maaf... Heni... belajar... terus... kecapean..."
Alih-alih marah, Ibu Ros mendekat pelan. Tatapannya berubah. Matanya menelusuri tubuh Rama yang telanjang. Lalu mengangguk pelan.
"Kalian mainnya kurang rapi... Ibu bantuin, deh..."
Tiga cowok itu tampak kaget. Tapi tak ada yang protes saat Ibu Ros melepas dasternya, menampakkan tubuh montok dan padat yang dibalut dalaman tipis. Putingnya menonjol, perutnya halus, dan pangkal pahanya basah.
"Mas Rama... kamu duluan ya... Heni istirahat sebentar..."
Dan seperti mimpi, Rama kini menikmati tubuh ibu pacarnya sendiri, sementara Tio dan Andre tetap bersama Heni.
Adegan itu berubah jadi pesta kenikmatan. Desahan bersahutan, ranjang bergoyang, tubuh bertumpuk, dan aroma kenikmatan memenuhi kamar.
Beberapa jam kemudian... tubuh-tubuh telanjang terbaring lemas, Heni memeluk ibunya sambil tertawa kecil.
"Bu... ternyata Mas Rama juga suka Ibu ya..."
"Dia anak baik... dan tahan lama... kamu pilih cowok yang pas, Hen."
Saat itu, HP Ibu Ros berbunyi. Ia membuka pesan dari Riska.
"Bu, Doni kecelakaan. Kakinya patah. Sekarang di IGD."
Ibu Ros dan Heni saling pandang.
"Astaghfirullah... abang kamu..."
Keduanya buru-buru bangkit, meraih pakaian seadanya.
2717Please respect copyright.PENANAYb8uDhi44N
2717Please respect copyright.PENANACdA9HbiAJB
2717Please respect copyright.PENANA1kFfZLY8Fb
2717Please respect copyright.PENANA4EFe56FjoV
2717Please respect copyright.PENANAdPPkAoDPT6
2717Please respect copyright.PENANAJKZvSF5BCv
2717Please respect copyright.PENANAw4tb9ztCW9
2717Please respect copyright.PENANAWAqiKxhhBN
2717Please respect copyright.PENANAVqIA8Kjp0I
2717Please respect copyright.PENANAXyXGqrd7KZ
2717Please respect copyright.PENANAvBNuedwVON
2717Please respect copyright.PENANA0vJWE9i3iD
2717Please respect copyright.PENANA08bsIRKwdC
2717Please respect copyright.PENANAGDD6AB4VN1
2717Please respect copyright.PENANAJFAFEmSYpq
2717Please respect copyright.PENANA0QrpUezFhB
2717Please respect copyright.PENANArIier33UqF
2717Please respect copyright.PENANAOBOzFGgvds
2717Please respect copyright.PENANALpD8sXQ2Yr
2717Please respect copyright.PENANA0X0Bb0NR1I
2717Please respect copyright.PENANA8Uh1hVebvR
2717Please respect copyright.PENANAyBPuzRq4sm
2717Please respect copyright.PENANA7uUn60odKb
2717Please respect copyright.PENANAvjwjzw1cVb
2717Please respect copyright.PENANAkedfQ7yF9r
2717Please respect copyright.PENANAWCdclM70GM
2717Please respect copyright.PENANAnI0M1T0h5Q
2717Please respect copyright.PENANAaHtun3vzIh
2717Please respect copyright.PENANA8sfpzCdhXl
2717Please respect copyright.PENANASVO5VKD9uv
2717Please respect copyright.PENANAyl4JqjEHbS
2717Please respect copyright.PENANAou5n7MY74j
2717Please respect copyright.PENANAoTfl2uRDfl
2717Please respect copyright.PENANASKgu52eIHN
2717Please respect copyright.PENANAYNkVxU00Ke
2717Please respect copyright.PENANAgIwXWin1ap
2717Please respect copyright.PENANAVIhIg9YO6g
2717Please respect copyright.PENANA8F7DUc9uL4
2717Please respect copyright.PENANAUKoNUKaamm
2717Please respect copyright.PENANACw3eSbm2KI
2717Please respect copyright.PENANACiZddqD9sW
2717Please respect copyright.PENANAxIPfmMW3Jf
2717Please respect copyright.PENANAM5keaO7Spd
2717Please respect copyright.PENANAG6JnpSsEn7
2717Please respect copyright.PENANAsWTC5HveNW
Bersambung...
ns3.15.233.150da2