
”Rif, carilah istri lagi,” kata Zia.
1887Please respect copyright.PENANAl2RMKqX5S1
“Gila, Kamu! Apa maksudmu?!” sahut Rifa’i keras.
1887Please respect copyright.PENANAXHkghUccyZ
Mata Zia berkaca-kaca, dadanya yang besar berdegub keras, tangannya sibuk memainkan jilbab biru mudanya. Rifa’i memandang lurus tepat di bola mata Zia, mencari-mencari apa yang ada dalam pikiran wanita cantik itu, istri tercintanya.
1887Please respect copyright.PENANASRGGW6wiXQ
Tiba-tiba Zia terisak pelan, meracau bebas. “Aku ikhlas, Rif. Aku ridho. Aku mau di madu.” Setelah kalimat terakhir, Zia menangis lebih keras lagi. Kali ini tersengal-sengal.
1887Please respect copyright.PENANAd3qRQEfrrt
Rifa’i memegang bahu Zia, matanya tak lepas menatap Cintanya. “Zia, kamu ngomong apa sih, Sayang?” kali ini nada suara Rifa’i melunak.
1887Please respect copyright.PENANASGYBQWogwz
“Rif, tidak pahamkah kamu, berapa lama kita menunggu-nunggu buah hati? Tak juakah kamu tahu, betapa aku sudah tidak mampu lagi mendengar pertanyaan dari Abah dan Umi, begitu juga Ibu dan Bapakmu, kakak-kakak iparmu, belum lagi para tetangga yang bergunjing? Sebelas tahun, Rif…” kata-kata Zia tercekat di leher. Wajahnya tiba-tiba memerah, kali ini tangisnya meledak keras tak terbendung hingga tangannya dingin, dan Rifa’i tak mampu menghentikan.
1887Please respect copyright.PENANAlJDqf6PcnS
***
1887Please respect copyright.PENANAwz4ZHs9X2v
Zia menggeliat ketika matahari menerobos ruang kamarnya. Matanya yang bulat masih sembab, sisa tangis tadi malam. Ia terkesiap, mentari tampak malu-malu menampakkan dirinya, embun sisa hujan kemarin menetes di dedaunan, sedang dia masih berbaring malas. Melihat jam weker di samping mejanya, jam 05.30 Wib, Zia langsung mengambil handuk, berwudhu, dan menunaikan sholat. Setelahnya segera menuju dapur, namun langkahnya berhenti seketika begitu melewati ruang makan. Masakan telah terhidang, dan Zia langsung berpikir, Rifa’i. Siapa lagi yang membuat kejutan ini selain laki-laki itu, karena mereka hanya tinggal berdua.
1887Please respect copyright.PENANAqZRq8scQOT
Bergegas Zia mencari sosok Rifa’i hingga dia menemukan suami tercintanya sibuk merapikan Laptop di ruang kerjanya. “Belum tidur, Rif?” kata Zia, mendapati Rifa’i dalam wajah kuyu. Dia langsung menghampiri, membantu Rifa’i berbenah. Kemudian, mata mereka saling bertatapan, kali itu dia melihat mata jengah Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAjampKtnquI
“Rif, makasih buat sarapannya. Maaf ya, aku kesiangan, mestinya aku…”
1887Please respect copyright.PENANAY2pDDobTvo
Rifa’i meletakkan telunjuknya di bibir Zia, “Ssttt, sudahlah, Zia. Kamu telah melakukan ini sepanjang pernikahan kita, sebelas tahun, dan ini bukanlah hal yang kamu sengaja. Kamu telah melakukan yang terbaik, aku hanya ingin sesekali membantumu.” kata Rifa’i seraya berlalu.
1887Please respect copyright.PENANAqzNRCQzINk
Tiba-tiba tangan Zia menahan langkah Rifa’i. “Rif, kemarin malam aku benar-benar serius.”
1887Please respect copyright.PENANAic7Z3EFI47
Rifa’i membalik badan, memegang bahu Zia, menatapnya kembali. “Zia, Kalo kamu serius, baiklah aku setuju. Tapi kamu yang harus mencarikannya untukku.”
1887Please respect copyright.PENANAK09E0jEbjB
Mata Zia sejenak berbinar, tadinya dia tidak yakin Rifa’i akan menyetujui niatnya, kini kekhawatirannya tidak terbukti. Akhirnya Rifa’i menyetujuinya!
1887Please respect copyright.PENANANOQgqwmy1S
***
1887Please respect copyright.PENANAsnIBwv0fI6
Minggu pertama – minggu kedua, Zia menelepon seluruh teman baiknya, terutama yang belum menikah. Dia menawarkan ide untuk menikahi Rifa’i. Semua sahabatnya menyebutnya, GILA!
1887Please respect copyright.PENANAlDSDceZkdg
Hingga akhirnya, hari itu Zia menyerah.
1887Please respect copyright.PENANABzRGe61tNw
Minggu ketiga – minggu keempat, Zia nekat menawarkan suaminya pada sebuah biro jodoh di koran yang pernah dibacanya. Sampai dengan minggu keempat, dia menerima puluhan surat jawaban. Dia mempelajari satu bersatu surat-surat jawaban yang dia dapat, membaca satu persatu. Zia menelitinya dan merasa tidak ada satupun yang sesuai dengn kriteria yang diinginkannya. Terutama adanya syarat untuk membuat surat keterangan berkaitan dengan test kesuburan. Hampir semua surat balasan tidak menyertakan surat keterangan tersebut. Hanya beberapa, tapi tidak memenuhi kriteria karena mereka mulai mengada-ada, hanya seperti menjual rahimnya.
1887Please respect copyright.PENANAoNJplRyssd
Zia tertunduk lesu.
1887Please respect copyright.PENANAVxCTrY4P3V
Minggu kelima – Minggu keenam, Zia menambah volume semangatnya mencarikan istri untuk Rifa’i, suaminya. Kali ini dia menawarkan Rifa’i kepada janda-janda yang dikenalnya dalam majelis taklim di sekitar rumahnya.
1887Please respect copyright.PENANA25DXHPH3Q1
Hingga suatu saat, Zia menemukan seseorang yang dianggap cocok, seorang janda satu anak, dan masih sangat belia, suaminya meninggal ketika menjadi TKI di luar negeri. Dengan setengah bergetar, Zia menerima kartu nama yang diberikan si janda. Wajah wanita itu mengingatkan Zia pada seorang artis sinetron di TV, Zaskia Adya Mecca.
1887Please respect copyright.PENANAfB1mS7lZUn
Zia mulai cemburu, hatinya berdegup kencang. Dia kembali melihat janda cantik itu, mulai dari wajah hingga postur tubuhnya yang aduhai. Zia kemudian menekuri dirinya. Wajahnya jelas kalah jauh dengan sosok wanita yang kini duduk dihadapannya, begitu juga warna kulitnya yang sawo matang, dibanding wanita itu yang kulitnya jauh lebih bersih dan bersinar.
1887Please respect copyright.PENANAwAc2FgDjiB
Tapi kemudian buru-buru dia tepis pikiran cemburu itu jauh-jauh, Zia kembali pada niat awal untuk mendapatkan calon pendamping sang suami.
1887Please respect copyright.PENANAV7C5Nl9cgM
Lisna, begitulah nama panggilan si janda cantik.
1887Please respect copyright.PENANAXji21wIfte
Zia, mulai mengatur jadwal kencan suaminya dengan janda itu. Malam harinya, Zia sengaja mengajak Rifa’i keluar untuk memperkenalkan Lisna pada sang suami.
1887Please respect copyright.PENANA4kKtJLjpPe
Lisna datang mengenakan gaun merah dan jilbab merah menyala. ”Cantik sekali!” batin Zia. Hatinya bergetar hebat. Hampir saja dia menangis, terlebih ketika dia melihat Rifa’i yang seakan terpesona oleh kecantikan Lisna.
1887Please respect copyright.PENANAJ12TlBj6WO
Sebagai sesama muslimah, Lisna menghargai Zia, sehingga dia bersikap sangat sopan, menunggu Zia memulai pembicaraan. Mereka mulai berbasa-basi memperkenalkan diri masing-masing, sesekali dia melihat mata Lisna melirik malu-malu pada Rifa’i. Dan kilatan mata itu, membuat jantung Zia seakan berhenti. Hatinya terasa terkoyak, Zia meremas jilbab yang ia kenakan. Sedang Rifa’i sepintas, tidak begitu tertarik. Dia malah sibuk memainkan HP-nya.
1887Please respect copyright.PENANAa5FhHx1nD5
***
1887Please respect copyright.PENANAIibeYpMa2h
Minggu Kesepuluh
1887Please respect copyright.PENANA2MhoHBdxMg
Sudah tiga kali ini suaminya melakukan ta’aruf dengan Lisna. Dan untuk kali ketiga ini, Zia menemukan adanya perbedaan, mulai dari sikap, tindak tanduk, dan juga kebiasaan suaminya. Di matanya, Rifa’i terlihat semakin tampan dan bersih, serta mulai merubah penampilannya.
1887Please respect copyright.PENANAj0EdFgABej
Puncaknya adalah malam minggu ini, malam keempat dia mengajak Lisna makan malam, dan rencananya Lisna akan mengenalkan Rifa’i kepada keluarga besarnya.
1887Please respect copyright.PENANAITADgrbWDG
Zia tercekat ketika Rifa’i berpamitan dengannya. Ketika melangkah menuju pintu, dia menubruk Rifa’i dari belakang, memeluknya, terisak hebat di punggungnya.
1887Please respect copyright.PENANA2LjHhps4wI
Rifa’i menoleh ke arah Zia, memandang wajah istrinya yang terisak, kemudian memegang dagu Zia, mencium keningnya. Rifa’i berkata lembut, “Ada apa, Sayang?”
1887Please respect copyright.PENANA9urwZgLJWv
Zia menggeleng, namun sejurus kemudian dia berkata. “Rif, andaikata kamu mencintainya, dan berniat melangsungkan pernikahan, maukah kamu menceraikan aku, karena aku tidak tahan dengan semua ini. Aku mulai tidak ikhlas, Rif.”
1887Please respect copyright.PENANAfnBg6Xu6FW
Kening Rifa’i mengernyit, seulas senyum nakal terurai di bibirnya. “Katanya kamu mau aku menikahi Lisna, dan kamu rela dimadu? Aku kan cuma menuruti kamu, Sayang. Karena aku sayang sekali sama kamu!” kata Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANALVMZKhcJux
Tangis Zia semakin keras. “Ternyata sulit menjadi ikhlas, Rif, ketika orang yang sangat kita cintai, harus berbagi cinta dengan yang lain. Tidak, Rif, aku tidak sanggup. Misalkan aku boleh memilih, jika memang kamu sudah terlanjur mencintainya, lebih baik kamu tinggalkan aku, dan menikahlah dengannya. Aku akan lebih menerima itu, karena aku tidak perlu melihat kalian bermesraan setiap hari di hadapanku.” cecar Zia.
1887Please respect copyright.PENANAS9EYzcl3ju
Rifa’i tak tak kuasa menahan tawanya, sejurus kemudian dia memeluk Zia, mencium keningnya dan berkata. “Zia, siapa yang akan menikah? Dan siapa yang akan meninggalkanmu? Kamu pikir begitu mudahnya cinta yang kita bina selama sebelas tahun lamanya berpindah hati. Sejak awal menikah, aku sudah memutuskan akan memberikan seluruh jiwa dan ragaku untuk membahagiakan kamu, menyayangi, mencintai, dan melindungi kamu, Sayangku. Ikatan pernikahan kita disaksikan Tuhan, dan menikah bukan permainan, Zia.” kata Rifa’i lembut.
1887Please respect copyright.PENANAruU1RTkw4H
Zia tertegun, menghentikan isaknya, kemudian menjauhkan tubuh Rifa’i seraya berkata. “Loh, bukannya kamu sudah melakukan ta’aruf dengan Lisna? Lalu…”
1887Please respect copyright.PENANAfWrflcv802
Rifa’i memotong kata-kata Zia, “Aku sudah memutuskan hubungan sejak hari pertama kami makan malam. Aku pikir kamu konyol sekali menjodohkan aku dengan wanita lain, dan kekonyolan itu harus diakhiri mulai hari itu. Aku memang sengaja merubah penampilan supaya bisa membaca reaksi kamu, ternyata cintamu masih sedalam ketika pertama kita menikah dulu.”
1887Please respect copyright.PENANAk2TezAP8SG
Zia cemberut. Mencubit perut Rifa’i yang gendut. Sedetik kemudian mereka larut dalam cengkrama yang indah, hari ini hari terindah bagi Zia.
1887Please respect copyright.PENANAG51Cdycs4j
Tapi, benarkah begitu?
1887Please respect copyright.PENANAnll3GRnWZF
***
1887Please respect copyright.PENANASOweT0OkiZ
Sekitar pukul sembilan malam, Rifa’i gelisah menatap jam dinding yang jarumnya terasa lambat berputar. Disampingnya, Zia sudah tertidur pulas setelah sebentar digumulinya tadi, sedikit menumpahkan spermanya di memek Zia yang sempit. Rifa’i melirik arlojinya. Dandanannya sudah sesuai, rapat dalam balutan jaket kulit tebal, dengan bawahan jeans biru belel yang melekat longgar di kaki besarnya. Hari ini jadwalnya ia ’nge-ronda’.
1887Please respect copyright.PENANAt4e5BB0qJk
Tak lama, Rifa’i bergerak ke garasi dan dengan pelan mengeluarkan motor dari tempatnya. Dituntunnya sampai ke jalan, lalu berbalik untuk mengunci pintu rumah dan pagar depan. Dijumpainya para tetangga yang sudah berkumpul di pos ronda. Setelah berbasa-basi sejenak, Rifa’i meninggalkan uang 50ribu bagi mereka, sekedar untuk beli kopi dan cemilan. Hari ini ia tidak ikut nge-ronda, ada acara lain yang lebih menarik untuk dihabiskan di malam yang dingin dan sepi ini.
1887Please respect copyright.PENANANIpMlxuV9L
Dengan motornya, Rifa’i meluncur ke sebuah komplek perumahan, komplek yang dihuni kelompok masyarakat menengah ke atas. Perumahan ini tampak lengang pada saat seperti ini. Lampu-lampu jalan klasik tampak menghiasi seluruh sisinya. Sangat indah. Taman-taman kecil bermunculan di setiap halaman rumah, tak ada barang sepetak tanah pun yang dibiarkan kosong. Benar-benar tempat hunian yang nyaman dan indah.
1887Please respect copyright.PENANAuLhQEBD9Ii
Rifa’i memarkir motornya di blok agak belakang. Seorang wanita cantik berperawakan sedang sudah menunggu dengan senyumnya yang indah. Pagar terbuka, dan wanita itu menyalami Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAKI00khasLl
”Tidak ngantuk kan?” tanya Rifa’i sambil melangkah masuk memasuki ruang tamu.
1887Please respect copyright.PENANA8FugOpcG4o
”Agak sih, habis sudah malam sekali.” jawab wanita berjilbab mirip Zaskia Adya Mecca itu. Ya, wanita itu adalah Lisna!
1887Please respect copyright.PENANAVtfAqtxuA1
Saat dia berbalik, bermaksud untuk menemani Rifa’i duduk, saat itu juga Rifa’i menyergap dan memeluknya, lalu merengkuhnya dalam ciuman dan kecupan panas yang membabi buta. Lisna tak sempat mengelak, dia hanya bisa pasrah meringkuk dalam rangkulan Rifa’i yang memang bertubuh jauh lebih besar darinya.
1887Please respect copyright.PENANA6VoE5uz7hF
Nafas keduanya sangat memburu. Pelukan-pelukan tangan kekar Rifa’i yang mulanya meremas pantat montok Lisna, kini berpindah ke lengan, sementara mulutnya berusaha mengecup payudara Lisna yang membusung indah di balik dasternya.
1887Please respect copyright.PENANADoSs15abGH
”P-pintunya… mas!” lirih Lisna.
1887Please respect copyright.PENANA9HNCPIl7Wi
Enggan, Rifa’i melepas tubuh montok wanita cantik itu untuk bergerak ke arah pintu dan menguncinya dari dalam. Lalu dengan tak sabar dia menyerbu Lisna kembali, menangkapnya seperti bola dan merebahkannya di sofa merah yang ada di ruang tamu, yang menerima hempasan badan kedua insan yang lagi diamuk birahi itu dengan enggan.
1887Please respect copyright.PENANA4jIz6qIQ5h
Tangan keduanya saling bergerilya. Lisna yang tidak mau diam diserang oleh Rifa’i, mulai berani menarik sabuk di pinggang laki-laki itu. Rifa’i membiarkannya saja, dengan bertumpu pada lutut, dia tampak sedang sibuk melepas kait BH Lisna. Daster yang tadi dikenakan oleh wanita cantik itu sudah teronggok di lantai. Kini yang tersisa hanya jilbab biru muda dan celana dalam hitam berenda yang menempel di tubuh molek Lisna. Itupun tidak lama, karena Rifa’i mulai menyusupkan salah satu tangannya ke balik celana dalam Lisna setelah berhasil membetot BH-nya.
1887Please respect copyright.PENANABbxSBXxNc2
”Sshhh…” rintih Lisna menahan gejolak saat jari tengah Rifa’i mulai menyentuh lapisan daging membusung berambut tebal miliknya.
1887Please respect copyright.PENANAhx3pgem5mi
”Hhhh…” desah Rifa’i kala tangan Lisna sudah menggenggam kontolnya yang tegang habis.
1887Please respect copyright.PENANAAjdBTRjBG3
Tubuh mereka bertindihan. Lisna menggigit-gigit puting di dada Rifa’i, sementara Rifa’i asyik menusuk-nusuk lembut lubang sempit Lisna dengan jari tengahnya. Mata liar Rifa’i melirik ke bawah, ke lubang sempit berbulu rimbun milik Lisna.
1887Please respect copyright.PENANACjBJbkfJKD
”Sempit sekali, Lis.” erang Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAdrmxgNsMsl
”Punyamu juga besar, mas.” balas Lisna. ”Aku takut!” bisiknya manja, terlihat semakin cantik dan menggemaskan.
1887Please respect copyright.PENANAc5BQ9iIyXt
”Kau sudah pernah melahirkan, punyaku tak akan terasa terlalu menyakitkan.” Rifa’i membujuk.
1887Please respect copyright.PENANAXENiBhmGwF
”Aku melahirkan lewat bedah,” Lisna menjelaskan sambil mengocok cepat rudal Rifa’i, membuat Rifa’i merem melek keenakan dan mencongkel lubang kencing Lisna semakin dalam.
1887Please respect copyright.PENANAW4rkXpPW8q
”Aku akan pelan-pelan,” Rifa’i terus membujuk.
1887Please respect copyright.PENANAxSixSjnW2j
”Pokoknya aku takut, jangan malam ini.” Lisna menggeleng, tapi tangannya semakin bersemangat mengocok penis Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAPh0Pv3Qjt9
”Kau selalu begitu. Aku sudah tak tahan!” balas Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAywZ2ieMnJ5
”Biar kuemut saja, seperti biasanya.” tawar Lisna, wajah jelitanya yang masih berbalut jilbab tampak merah merona. Dia lalu turun dari sofa.
1887Please respect copyright.PENANAjcEoICX8It
Rebahan pasrah, Rifa’i memberikan kontolnya yang gundul pada Lisna. Wanita itu jongkok dan membelai-belainya sebentar, sebelum tanpa ragu, mulut kecilnya terbuka dan langsung melahapnya dengan rakus. Dia terlihat kepahayan saat melakukannya, tapi tetap tidak mau menyerah. Dengan sepenuh hati, Lisna terus menghisap batang coklat panjang itu.
1887Please respect copyright.PENANAU69WjQxZk7
”Ehhhm…” Rifa’i menggelinjang hebat. Dia bertekad untuk tidak sampai ejakulasi di mulut Lisna. Harus malam ini, tekadnya. Setelah tiga kali tidur dengan wanita itu, Rifa’i memang belum pernah mencicipi lubang surgawi Lisna. Dia harus puas hanya dengan petting dan oral saja. Setiap kali Rifa’i meminta, Lisna selalu beralasan, ”Akan kuberikan kalau kita sudah menikah!” dan tentu saja, Rifa’i tidak menginginkan hal itu. Baginya, istri satu-satunya adalah Zia. Lisna cuma obyek pelampiasan nafsunya saja, sama seperti wanita-wanita lain yang pernah diperkenalkan Zia pada dirinya.
1887Please respect copyright.PENANAEXh0KqA4b2
Ya, Zia tidak pernah mengetahui kalau cara ta’aruf Rifa’i adalah seperti ini. Tidak cuma berkenalan dan ngobrol biasa, Rifa’i juga meminta setiap calon istrinya untuk mau diajak tidur bareng. Dengan alasan ’tes kesuburan’, para perempuan itu harus bisa memuaskannya di atas ranjang. Dan sampai sejauh ini, Lisna lah yang paling berhasil. Rifa’i sangat berhasrat pada kembaran Zaskia Adya Mecca itu.
1887Please respect copyright.PENANAqH3W37PuCp
”Ah, aku capek, mas.” keluh Lisna setelah berlalu limabelas menit, kontol Rifa’i masih saja mengacung tegak. Bibir Lisna sudah sedikit kelu gara-gara kebanyakan menyedot precum Rifa’i, sementara tangannya sudah pegal mengocok daging panjang itu. Kalau saja ukuran penis Rifa’i biasa-biasa saja, tentu Lisna tidak akan secapek ini. Tapi kelamin Rifa’i memang lain, benar-benar luar biasa. Belum pernah Lisna melihat kontol sebesar ini, begitu panjang, keras, dan agak miring ke kanan seperti menara Pisa. Punya suaminya yang sudah almarhum saja tidak seperti ini.
1887Please respect copyright.PENANA5nSRFcKxhm
”Aku masih belum keluar, Sayang.” rengek Rifa’i sambil memijit puncak payudara Lisna, memilin-milin putingnya yang berwarna merah kecoklatan dengan dua jarinya. Sekonyong-konyong, laki-laki itu berdiri dan mengangkat tubuh molek Lisna, lalu digendongnya menuju kamar. Dengan tidak mempedulikan pintu kamar yang masih terbuka, Rifa’i merebahkan tubuh Lisna ke atas ranjang.
1887Please respect copyright.PENANAICwl8bMvLG
”Mas, kau mau apa?” tanya Lisna ragu-ragu.
1887Please respect copyright.PENANAT8vjkFFjrs
”Aku menginginkanmu, Lis.” jawab Rifa’i. Tangannya kembali meremas-remas tonjolan daging bulat di dada Lisna.
1887Please respect copyright.PENANARS0kKrOfcl
”Kau mencintaiku?” tanya Lisna lagi.
1887Please respect copyright.PENANAx8IP2VJGx8
”Apakah itu yang kau harapkan agar aku bisa mendapatkan vaginamu?” Rifa’i bertanya balik. Dia menciumi puting Lisna yang mencuat indah secara bergantian.
1887Please respect copyright.PENANAuVz5S2irkL
”Aku butuh kejelasan.” Lisna memaksa.
1887Please respect copyright.PENANAryqeJ6RrwQ
”Aku tidak bisa berjanji, aku masih takut untuk berkomitmen.” Rifa’i mencucup dan menggigitnya berulang kali.
1887Please respect copyright.PENANAeGb6NQOwv5
”Kau hanya ingin tubuhku!” tuduh Lisna, mendorong kepala Rifa’i dari atas buah dadanya.
1887Please respect copyright.PENANAZJlohWggSj
”Tapi kau juga menikmatinya kan?” Rifa’i memandang mata wanita cantik itu.
1887Please respect copyright.PENANADDSAHiw0sH
”Aku tidak serendah itu,” desis Lisna judes.
1887Please respect copyright.PENANAcJgCPPFFGx
”Hehe, aku memang lebih tinggi daripada kamu, Sayang.” Rifa’i mengedipkan matanya menggoda.
1887Please respect copyright.PENANAJImm4cazU2
”Dasar!” Lisna merajuk manja.
1887Please respect copyright.PENANAhG6MytT5fW
”Aku akan jongkok, biar tinggi kita sama.” dan benar saja, Rifa’i mulai menekuk kakinya hingga kepalanya berada tepat di depan selangkangan Lisna. Dihadapannya kini terpampang paha mulus dan vagina licin milik wanita cantik itu. Dengan bulu keriting yang hitam tebal, seonggok daging surgawi itu terlihat begitu menggairahkan. Rifa’i membenamkan mukanya disana.
1887Please respect copyright.PENANABnQyb0UGIy
”Ehsss… mas!” Lisna langsung menggelinjang, kakinya terbuka semakin lebar, sementara tangannya sibuk menjambak rambut panjang Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANANheiHBpGL7
”Aku jilat ya?” goda Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAJK4tnjpzSX
”Hiyaaaaa…” belum selesai Lisna mengerang, dirasakannya sapuan lembut lidah basah Rifa’i di sela-sela gundukan daging kemaluannya. Lidah itu dengan pasti membelah laut merah miliknya, dan mulai menusuk kesana-kemari begitu cepat. Sementara di atas, tangan Rifa’i bergerak lincah mencari puting susu Lisna dan langsung memencetnya kuat-kuat begitu mendapatkannya.
1887Please respect copyright.PENANAqKCSR0WGDy
”Auw, mas!” Lisna menjerit kesakitan. ”Pelan-pelan!” Kedua putingnya terasa kaku dan mengeras, tanda kalau ia juga sudah pengen. Dengan jempol dan telunjuknya, Rifa’i terus memilin dan menjepit daging mungil itu.
1887Please respect copyright.PENANAcfSLdugrnC
”Aku masukkan yah?” pinta Rifa’i sambil menyiapkan penisnya.
1887Please respect copyright.PENANA7ErBo6cOyC
”Jangan!” jawab Lisna cepat.
1887Please respect copyright.PENANAoot5y7lOAw
”Kuperkosa saja kalau begitu,” Rifa’i mengedipkan mata.
1887Please respect copyright.PENANAyqwT83t1XI
Lisna melotot, namun tangannya merangkul pinggang Rifa’i. Laki-laki itu agak berdiri sekarang. Rifa’i menarik kaki Lisna sampai kemaluannya pas di depan bibir vagina wanita cantik itu. Tanpa suara, Rifa’i menatap Lisna, berusaha meyakinkannya agar tidak usah takut.
1887Please respect copyright.PENANAr1sYdsavBN
Lisna akhirnya mengangguk, ”Lakukan, mas.” bisiknya lirih.
1887Please respect copyright.PENANAjdtFtiacfn
Tersenyum, Rifa’i mengucapkan terima kasih dan menggenggam batang penisnya, siap-siap diluncurkan ke sasaran; lubang kelamin Lisna yang masih kelihatan mungil dan sempit.
1887Please respect copyright.PENANATNU145fovN
”Pelan-pelan, mas!” lirih Lisna. Meski masih agak takut, namun hatinya sedikit tentram melihat mata elang Rifa’i yang penuh perlindungan.
1887Please respect copyright.PENANA0wuFczQ5ya
Rifa’i menarik lagi kaki Lisna. Ujung kelaminnya sudah menempel di liang surga milik sang kekasih, terasa hangat dan licin disana. ”Tahan sedikit,” kata Rifa’i. Sekoyong-konyong, ditariknya pinggang Lisna mendekat. Dan dengan sedikit menekuk lutut, dia menghujamkan penisnya keras-keras ke arah kemaluan wanita cantik itu.
1887Please respect copyright.PENANAlKh6SYyJnK
”AAHHHHHH…!!!” Lisna menjerit pilu sambil berusaha memundurkan pantatnya, sementara tangannya bertumpu pada ranjang.
1887Please respect copyright.PENANAAqkvBqYEJ8
Tapi Rifa’i yang sudah telanjur merasakan sensasi nikmat saat kepala rudalnya menyerodok lubang sempit Lisna, tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. ”Iya, tahan, Sayang. Ini baru ujungnya.” bisiknya.
1887Please respect copyright.PENANAZtNkMb46X4
”Ohh… ampun, mas! Sakit!” rintih Lisna ketakutan. Pahanya berusaha menutup. Tapi tentu saja Rifa’i lebih kuat, dia membukanya lagi hingga kedua paha itu kembali terkuak ke sisi ranjang. Dan tanpa membuang waktu, Rifa’i menyodok lagi. Sangat keras. Sambil tangannya menarik pantat bulat Lisna ke arahnya.
1887Please respect copyright.PENANAmbZVwi6LDC
Tentu saja perbuatannya itu langsung membuat Lisna menjerit tak karuan.”ADUUUHHH… ADUDUUUUHHHH… AMPUN, MAS! SAKITTT!!!” air mata tampak mengalir di sudut matanya.
1887Please respect copyright.PENANAGCpe7BZpCP
Rifa’i menahan nafas, berusaha meresapi saat dinding-dinding kemaluan Lisna yang hangat dan basah membungkus batang penisnya, sepenuhnya. Ehm, sangat nikmat sekali! Terasa sedikit kencang dan berkedut-kedut. Seperti hidup saja layaknya.
1887Please respect copyright.PENANAWgI3WdgMYE
Rifa’i merebahkan tubuhnya, menindih tubuh molek sang kekasih. Bertumpu pada siku dan lututnya, ia mendorong badan Lisna agar sedikit bergeser ke tengah ranjang. Dengan alat kelamin yang masih bertaut erat, keduanya berbaring agak ke tengah. Rifa’i menunduk, mencium dan melumat habis bibir Lisna yang terasa manis, memainkan lidahnya di dalam mulut wanita cantik beranak satu itu.
1887Please respect copyright.PENANAoy9ujHUGWA
Lisna yang mulai merasakan kenikmatan, pelan-pelan merangkul tubuh gemuk Rifa’i. Rasa sakit yang tadi ia rasakan perlahan menghilang, digantikan oleh rasa geli dan nikmat yang menjalar cepat di sekujur lubang kemaluannya. ”Goyangkan, mas! Aku sudah siap,” pintanya tak lama kemudian.
1887Please respect copyright.PENANA52786fKEdT
”Tentu, Sayang.” sedikit menarik penisnya, Rifa’i menggesek pelan lorong kemaluan sang kekasih. Lisna yang tidak ingin kehilangan momen, mengejar dengan menaikkan pantatnya, seakan-akan takut kontol Rifa’i akan lepas meninggalkan lubangnya. Pada saat itulah, dengan sangat keras, Rifa’i menghujamkan penisnya ke bawah.
1887Please respect copyright.PENANAKhuAlDXMmS
JLEEBBBB…!!!
1887Please respect copyright.PENANAhPuY0RznU6
”Ahhhhhhh…” Lisna berteriak keenakan.
1887Please respect copyright.PENANA7wW1lbQcWa
”Oughhhhh…” Rifa’i yang juga merasa nikmat, mengerang dengan tubuh gemetaran.
1887Please respect copyright.PENANAyx2CZL9EaR
Di luar, hujan mulai turun. Suasana semakin dingin di dalam kamar yang tidak ber AC itu. Tapi kedua insan berlainan jenis itu semakin panas saja bergulat mereguk kenikmatan. Keduanya sekarang malah sudah sangat berkeringat.
1887Please respect copyright.PENANABeAGdt33FP
Punggung Rifa’i yang lebar tampak hampir menutupi seluruh tubuh Lisna yang berbaring pasrah di bawahnya. Jilbabnya sudah terlepas, menampakkan rambut panjang Lisna yang terurai hingga ke punggung. Tangan wanita itu menggelayut manja di bahu Rifa’i, sementara kakinya melingkar ke paha Rifa’i, seakan meminta pada Rifa’i agar memasukinya lebih dalam lagi. Tanpa merasa letih, Rifa’i memberikannya. Ia ayunkan pinggulnya dengan lincah ke selangkangan Lisna yang sudah sangat licin dan becek. Kadang-kadang suara seperti closet mampet muncul akibat gesekan alat kelamin mereka.
1887Please respect copyright.PENANA73qbua9PKK
Saat itulah, selagi asyiknya-asyiknya mengayuh, tiba-tiba… ”Om, om kok nindih mama?” tanya suara mungil yang berdiri di ambang pintu.
1887Please respect copyright.PENANAeQcnRR99SL
”Dimas?” Lisna dan Rifa’i berkata secara bersamaan. Mereka spontan menghentikan gerakan. Rupanya suara petir membangunkan bocah kecil itu. Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari ibunya, yang ternyata asyik bersenggama dengan Rifa’i. Dimas memang sudah mengenal Rifa’i, yang suka bawa oleh-oleh setiap kali datang ke rumah.
1887Please respect copyright.PENANAINqqXe0DJd
”Eng… karena mamamu juga takut petir, jadi om peluk.” jawab Rifa’i sambil tersenyum. Di bawah, penisnya masih menancap kokoh di liang kelamin Lisna. Sejenak Rifa’i berpikir, apakah bijaksana mempertontonkan adegan dewasa ini di depan anak berumur lima tahun? Namun nafsunya yang terlanjur menggebu-gebu, mendorongnya untuk terus melampiaskan kenikmatan yang sudah susah payah ia cari selama satu bulan ini. Ketika baru berhasil, tentu saja Rifa’i tidak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap mendapatkan memek Lisna, janda cantik yang dikasihinya, apapun yang terjadi.
1887Please respect copyright.PENANAJ8Jt3t9qHV
”Ma?” panggil Dimas lagi.
1887Please respect copyright.PENANAc88UvOawAL
Lisna tersentak. Dia berusaha tersenyum pada sang putra diantara gairahnya. ”Kembalilah ke kamarmu, nanti mama kesana.” katanya berat.
1887Please respect copyright.PENANAEbWrv6kbhb
”Dimas takut, Ma.” bocah itu menggeleng.
1887Please respect copyright.PENANAcfmMJj5kDl
”Jangan takut, Dimas.” Rifa’i menarik rudalnya sedikit sebelum menghempaskannya dengan nikmat, membuat Lisna yang berusaha menahan gairahnya sekuat tenaga, mendelik tidak suka. ”Kamu boleh tidur disini.” jelas Rifa’i gokil. Dia terus menggoyang pinggulnya maju-mundur. Lisna hanya bisa merintih pelan tanpa tahu harus bagaimana membalas serangan laki-laki itu, sekarang ada Dimas yang berdiri di sampingnya.
1887Please respect copyright.PENANAWYSjaF0Ie6
Tapi di luar dugaan, ”Dimas bantu yah?” si bocah naik ke atas ranjang dan ikut mendorong-dorong pantat Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAxzStEr0mqB
”Aih, Dimas!” Lisna ingin melarang, tapi Rifa’i segera membungkam mulutnya dengan ciuman.
1887Please respect copyright.PENANA6kiJrc4Exy
Rifa’i tertawa merasakan tangan mungil Dimas menempel di pantatnya. Dengan bantuan bocah itu, Rifa’i terus menghujamkan penisnya, menikmati rapatnya selangkangan Lisna, sang mama. ”Lihat, Dimas. Mamamu suka. Dia pengen diginiin terus.” kata Rifa’i sambil menunjukkan wajah Lisna yang merem melek keenakan pada Dimas.
1887Please respect copyright.PENANAtNgrStTrwK
”Iya, Om. Terus. Dimas juga sayang mama.” kata bocah itu polos.
1887Please respect copyright.PENANAWtYGlcKf8c
”Ahh, Dimas.” Lisna melenguh, sangat keberatan dengan apa yang terjadi, tapi tak kuasa untuk menghentikannya. Goyangan Rifa’i lama kelamaan menjadi semakin cepat, juga tak beraturan, membuat Lisna yang kepayahan mulai mengerang pilu. ”Ehss… mas! Ughhhh…” dia meremas payudaranya sendiri, dan memberikan putingnya yang merah merekah pada Rifa’i untuk diemut. Ini tanda kalau orgasme wanita cantik itu sudah semakin mendekat.
1887Please respect copyright.PENANA3Lsqd5rTka
Rifa’i yang sudah hafal, sambil mengulum puting Lisna, menggerakkan pinggulnya semakin dalam. Saat dirasakannya cairan Lisna menyembur kencang, ia pun menarik keluar penisnya, tapi tidak sampai lepas, lalu menyorongkannya kembali kuat-kuat.
1887Please respect copyright.PENANAwP4iM2k59o
Crooot… crooott… Rifa’i ejakulasi! Sekitar sepuluh semprotan cairan kental meledak di lorong kemaluan Lisna, si janda cantik yang mirip Zaskia Adya Mecca. Penuh kepuasan, Rifa’i merebahkan diri di atas tubuh Lisna yang molek. Dia tidak berani mencabut penisnya, malu dilihat oleh Dimas.
1887Please respect copyright.PENANAsoXErgPwPn
”Om, itunya bocor.” teriak Dimas tiba-tiba, tangannya menunjuk kelamin Lisna dan Rifa’i yang masih bertaut.
1887Please respect copyright.PENANApwhWmUGxjd
Rifa’i mahfum, pasti spermanya ada yang merembes keluar. Biasanya begitu sih. Dengan enggan, terpaksa Rifa’i menarik keluar penisnya. Diperhatikannya lubang vagina Lisna yang kini sudah bonyok dan basah. Penis Rifa’i sendiri terlihat sudah agak lemas, menggantung pasrah diantara kedua paha laki-laki itu.
1887Please respect copyright.PENANAMJtNEZ9LBv
”Ih, Om jorok!” Dimas bergidik melihat rudal Rifa’i yang berleleran sperma dan masih menetes-netes.
1887Please respect copyright.PENANAvwY9CykFdq
Lisna cepat bangkit dan mencari pakaian di lemari, dapat sebuah daster kebesaran, tak apalah. Segera dikenakannya untuk menutupi tubuh sintalnya yang telanjang. Saat berbalik, didapatinya Rifa’i masih telanjang bulat. Penisnya sudah tegang lagi karena asyik dipermainkan oleh Dimas.
1887Please respect copyright.PENANAvzccqhRGmA
”Burung Om besar ya?” kata bocah itu.
1887Please respect copyright.PENANAQ6KRcdyGzf
”Punya Dimas nanti kalau sudah besar juga besar kok.” sahut Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANA6NhxEmvTsq
Buru-buru Lisna mengambil putranya dan membawanya pergi ke kamar sebelah. ”Sekarang Dimas tidur ya,” katanya sebelum menutup pintu, matanya mendelik pada Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAl8G88alW2W
Rifa’i cuma tertawa saja menanggapinya.
1887Please respect copyright.PENANAnoBJAsxpsv
***
1887Please respect copyright.PENANAkFO8o2LCwN
Gerimis masih mengguyur sepanjang perjalanan pulang Rifa’i. Di pos kamling, para peronda sudah pada bubar. Suasana sepi dan dingin. Memang lebih enak menghabiskan waktu di rumah bersama istri daripada dikerubuti nyamuk di pos ronda. Rifa’i memasukkan motornya ke garasi dan mengunci pintu pagar depan. Setelah mengeringkan tubuhnya yang basah, ia menghampiri Zia dan berbaring di sebelahnya. Dikecupnya pipi perempuan yang sudah mendampinginya selama sebelas tahun itu. Zia sedikit membuka matanya, bergumam entah apa, dan kembali terlelap. Rifa’i ikut memejamkan mata. Kelelahan setelah bermain dua ronde dengan Lisna membuat dia terlelap tak lama kemudian.
1887Please respect copyright.PENANABPxv09xhjU
***
1887Please respect copyright.PENANAKzfW6za2qj
Minggu berikutnya, hari Rabu pagi, Zia berdandan ekstra keren. Hari ini adalah peringatan sebelas tahun pernikahannya. Dia ingin memberikan kejutan pada Rifa’i. Dipakainya jilbab merah menyala biar matching dengan warna motornya. Juga ikat pinggang warna serupa. Sendal yang belum lama ia beli, tak ketinggalan dipakai. Zia hari ini ingin tampil sempurna di hadapan Rifa’i yang sudah sejak tadi berangkat ke kantor. Katanya ada rapat pagi-pagi. Ah, dasar Rifa’i.
1887Please respect copyright.PENANAvWFe3XEH6r
Dengan perasaan meluap-luap, Zia menstarter motornya. Dia harus mampir ke toko kue dulu, mengambil kue tart besar yang sudah ia pesan dari kemarin. Baru setelah itu ia akan pergi ke kantor suaminya, mengejutkan Rifa’i dengan merayakan ultah pernikahan mereka disana. Tapi di tengah perjalanan, Zia tergerak untuk mampir sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan terkenal. ”Aku lupa membelikan kado buat Rifa’i.” kata Zia pada dirinya sendiri.
1887Please respect copyright.PENANATAr7q6Oer0
Langkah wanita itu ringan memasuki mall yang luas dan megah itu. Dia bergerak cepat menuju area lelaki, mencari sebuah dasi biru tua yang sudah lama diidam-idamkan oleh Rifa’i. Setelah mendapatkannya, meski harganya cukup mahal, Zia melangkah pelan ke arah kasir. Saat itulah, pandangannya terpaku. Dikerjapkannya mata berkali-kali hingga maskara-nya belepotan. Tidak. ia tak salah lihat. Di depan sana…
1887Please respect copyright.PENANArpW5fizP6g
Uh, kedua lutut Zia mulai gemetar, apalagi saat mendengar suara tawa laki-laki itu. Di benaknya terbayang percakapan seminggu yang lalu. Baru saja Zia merasa menjadi wanita yang paling bahagia, tapi kini…
1887Please respect copyright.PENANAifxyqugt3E
Perempuan berjilbab merah itu merasa gemetar di lututnya menjadi semakin keras. Lalu perasaan dingin merayapi tubuh sintalnya. Perlahan pandangannya menggelap. Suara gedebuk keras pun terdengar saat tubuh Zia terjatuh, mengagetkan pasangan yang sedang berangkulan mesra di depan kasir. Lisna dan Rifa’i.
ns3.143.254.120da2