Titik-titik air mulai jatuh meluncur ke permukaan tanah. Orang-orang berbondong-bondong menyelamatkan diri mereka dari derasnya air hujan yang turun.
Namun, tidak denganku.
Suara derasnya air hujan seakan leyap oleh suara isak tangisku.
Suara kerasnya halilitar yang mengamuk di atas langit malam tak menyurutkan niatku untuk terus bersimpuh di samping batu nisan yang baru terpasang beberapa saat yang lalu.
Gaun hitam yang kugunakan sudah tak nampak secantik saat pertama kali kugunakan.
Aku berteriak dan menangis, diantara ribuan titik air hujan yang semakin deras membasahi bumi.
Aku memaki semua orang yang berada di sekitar pemakamanmu. Menyalahkan kepergianmu pada mereka.
Padahal aku tau, semua ini adalah salahku.
Aku tau, tidak ada gunanya menyesal sekarang. Namun, hatiku ini masih tak sanggup menerima kepergianmu.
Padahal baru kemarin kau memanggil namaku dengan begitu hangat dan lembut. Baru kemarin kita makan malam bersama.
Dan ... baru kemarin kita menjadi sepasang kekasih.
Namun kini tubuhmu telah terbujur kaku di dalam permukaan tanah berhias bunga berwarna-warni di atasnya.
"Kau berjanji akan selalu di sampingku," ucapku lirih. Aku membawa tubuhku untuk mendekap batu nisan itu ke dalam pelukanku. "Kau berjanji akan hidup bersamaku...."
Ah, betapa bodohnya aku. Berbicara pada sesuatu yang telah tiada.
Aku masih mengingat sentuhan lembut milikmu, membelai wajahku dengan hangat sambil mengucap pelan namaku.
Duduk dengan santai ditemani canda-tawa serta tetesan air hujan yang turun secara perlahan membasahi bumi.
Hujan, ya?
Oh, bagaimana mungkin aku bisa melupakan bagaimana kejinya cara hujan merenggut dirimu?
Sore itu hujan turun dengan derasnya. Disetai kilat yang menyambar di langit-langit gelap gulita.
Kulambaikan tanganku sambil tersenyum menatap mobilmu yang perlahan menjauh.
Namun, tiba-tiba petir menyambar mobil yang kau kendarai tepat di depan mataku. Terdengarlah sebuah ledakan yang cukup besar dan memekakkan telinga.
Aku jatuh teduduk di atas jalanan yang telah digenangi oleh air. Menyaksikan tubuhmu telahap oleh kobaran api di depanku.
Kalau saja saat itu aku tak memintamu mengantarku pulang, kalau saja saat itu kita menghabiskan waktu bersama 1 detik lebih lama, mungkin ... mungkin kini kau masih hidup di sini.
Semua menyesalan itu seakan meremas dadaku. Sesak kurasa. Kepiluan membelenggu diriku dalam kurungan penyelasan.
Hujan, beberapa orang menganggapnya sebagai rizki dari Tuhan. Namun bagiku, hujan tak lebih dari sesuatu yang mengerikan.
Oh, andaikan aku bisa mengulang waktu. Aku ingin mengatakannya bahwa aku mencintaimu dan menyayangimu.
Kumohon pada semesta, izinkanlah aku untuk bertemu dengannya lagi.
Walau hanya dalam mimpi, izinkanlah aku bertemu dengannya.
ns3.17.162.15da2