×

Penana
US
search
登入arrow_drop_down
註冊arrow_drop_down
請使用Chrome或Firefox享受更好的用戶體驗!
檢舉這個故事
Lose
PG-13 已完結
2.5K
0
0
282
0


swap_vert

Naka tersenyum ketika netranya berhasil menangkap kehadiran perempuan dengan rambut hitam pendeknya itu. Namanya Aera, cantik, seperti parasnya. Perempuan itu berjalan di lobby appartemen, mengarah ke mobil yang ditumpangi Naka. Di belakangnya, Hendra, sang manager mengikuti.

5afaa458b3acdd733d2349779f0efb5c.jpg"Langsung bawa pulang," Hendra menyapa sang pengemudi, Gema, manager Naka, lewat jendela depan.

Gema mengacungkan jempolnya, mengiyakan pesan Hendra.

Hari ini keduanya, lebih tepatnya Naka, berjanji untuk menemani Aera mendatangi klinik milik psikiater yang sejak beberapa tahun lalu menjadi langganan Aera, juga Naka, beberapa tahun sebelum Aera.

"Udah lama?" Aera bertanya sambil memasang seatbeltnya

"Aku sampai, langsung telfon kamu," Naka menjawab sambil mengamati perempuan yang duduk di sampingnya. Kemudian Aera mengangguk paham. Tandanya Naka baru saja sampai.

"Kenapa sih?" Aera bertanya saat mobil mulai jalan, dan pandangan Naka masih mengarah padanya.

Naka menggeleng, kemudian tersenyum sambil mengusap puncak kepala Aera.

"Aneh banget, kenapa sih Mas?" Aera bertanya pada Gema, berniat meledek Naka.

"Kangen, dia katanya," sambil menyetir Gema menjawab, yang justru kini malah balik menyerang Aera.

Naka berdehem sambil mengangguk.

Menutupi rasa salah tingkahnya, Aera menggeleng heran sambil menunduk, memilih memainkan ponselnya.

Gemas dengan tingkah Aera, Naka mencubit pelan pipi Aera.

Tak sampai dua puluh menit, karena jarak yang tak terlalu jauh, dan lalu lintas yang lengang, mereka sampai ke tempat yang di tuju.

"Mas cari parkir dulu, kalian masuk duluan, aman kok," ujar Gema setelah menghentikan mobil di depan salah satu bagunan yang merupakan klinik milik psikiater ternama.

Naka mengenakan maskernya kemudian menyusul Aera yang lebih dulu turun dari mobil.

"Langsung masuk," Gema berpesan sebelum Naka menutup pintu.


87dd8272895313a851bba6ef9f1825c5.jpg

Mengikuti pesan Gema, Naka langsung memegang bahu Aera dari belakang, mengarahkan perempuan itu untuk berjalan di depannya. Keduanya mendatangi sudut lobby klinik tersebut, men-scan barcode dari ponsel milik Aera. Mengecek urutannya untuk masuk ruangan.

"Habis ini aku," kata Aera saat mendapati Naka melihatnya dengan pandangan bertanya.

"Langsung naik aja?" tanya Gema yang ternyata sudah bergabung setelah memarkirkan mobil.

"Yuk," ajak Naka setelah melihat Aera mengangguk.

Benar saja, tepat setelah mereka sampai di depan ruangan sang dokter, pasien sebelumnya keluar, dengan wajah terkejut, membuat Gema sedikit was was.

"Aera? Boleh foto?"

Tak jauh beda dari perempuan yang baru keluar dari dalam ruangan itu, Aera juga menampakkan wajah terkejutnya. Tangannya menggenggam tali tasnya erat, kuku jarinya sampai memerah.

"Sorry, udah ditunggu dokternya, mungkin lain waktu?" Gema mewakili menjawab.

"Naka?" kemudian orang itu beralih pada Naka, membuat lelaki itu sedikit terkejut

"Sorry...."

"It's okay" mengerti maksud jawaban Naka, orang itu mengangguk sambil tersenyum.

"Aera semangat ya, kita percaya sama kamu, kita akan terus dukung kamu," sambungnya kemudian.

"Naka, terima kasih udah jagain Aera,"

Naka mengangguk menjawab ucapan terima kasih yang tertuju padanya.

"Take care..." penggemar perempuan itu melambaikan tangan, mengakhiri.

Gema menghela nafas lega, untungnya penggemar yang mereka temui sangat baik.

"Santai Mas," Naka menepuk pundak Gema, sambil tangan yang lain menyangga pintu, mempersilahkan Aera masuk.

"Naka, boleh masuk juga, sini," dari dalam ruangan, Mr. Gorge memanggil.

"Gak papa?" tanya lelaki itu setelah berada di hadapan orang yang memanggilnya, duduk tepat di samping Aera.

Aera mengangguk.

Mr. Gorge kemudian membuka berkas rekam medis milik Aera. Menanyakan keluhan dari terakhir kali terapi dilakukan hingga hari ini. Memberikan serentetan terapi kurang lebih selama empat puluh lima menit. Kemudian tersenyum sambil mencatat hasil terapi hari ini.

"She's getting better." ucapnya pada Naka, membuat yang diajak bicara ikut menghela nafas lega.

"Pelan-pelan ya, sudah mulai kembali kan?" sambil menunggu Aera memulihkan diri setelah sesi terapi, Mr, Gorge memulai wawancara kecil dengan Naka.

Naka mengangguk, "Thank you, Dok,"

"Bilang itu ke Aera, kita cuma bantu, kemauannya yang keras,"

"Tadi ketemu orang masih kaget ya?" Mr. Gorge kini beralih pada Aera yang sudah kembali duduk di hadapannya.

"Sedikit," yang ditanya meringis.

"Comeback pekan depan, jadi?"

"Dokter? Gak masalah?" mata Naka membola, terkejut mendengar pertanyaan itu. 

"Tenang aja, Aera ini hebat,"

Dalam hati, Naka mengiyakan.

Aera hebat, hebat sekali.

Ketika sebuah tuduhan datang padanya, perempuan itu panik, tentu saja. Siapa yang tak panik saat banyak artikel memberitakan namanya sebagai seorang pembully. Padahal faktanya tak begitu. Memang, ia sempat berselisih dengan teman lamanya, tapi ia tak melakukan pembalasan berlebihan. Hanya konflik biasa di awal remaja. Banyak juga tuduhan lain yang ia sendiri merasa tidak pernah melakukannya.

Karena berita itu, Aera sempat mengalami susah tidur lantaran banyak tuduhan baru yang menyusul. Tak berani membuka sosial media, bahkan hingga saat ini. Gangguan kecemasannya sempat muncul, namun karena bimbingan psikiater yang menangani banyak orang dengan background tak jauh beda dengannya ini, gangguan itu perlahan berkurang. Bahkan pertemuan yang lalu, Aera memberi tahu jika jadwal comeback solonya yang sempat tertunda akan dijadwalkan ulang pekan depan. Tandanya, kondisi perempuan itu sudah sangat membaik. Meskipun memang, Aera sendiri belum berani untuk melakukan promosi secara langsung. Pihak agensipun mendukung keputusan Aera.

Naka tersenyum dengan netranya mengarah pada sang kekasih. Di usapnya pelan puncak kepala Aera. Bangga, bangga sekali rasanya.


"Aera, take a breathe, inhale, exhale..." Naka memberikan tangannya untuk digenggam Aera.

"Pelan-pelan sayang, it's okay, nobody can hurts you,"

Tadi, ketika mereka singgah di sebuah restoran kelas atas yang sepengetahuan mereka memiliki penjagaan privasi sangat tinggi, tiba tiba beberapa flash kamera mengarah padanya. Entah informasi dari mana, tapi ini pertama kalinya sejak tiga bulan yang lalu berita tuduhan tentangnya muncul.

Gema berdiri, memilih keluar bilik, mencari pelaku.

Sedangkan Naka, masih coba untuk menenangkan Aera,

"Bisa dengar aku?" Naka bertanya, diangguki Aera.

"Mereka gak akan nyakitin kamu," lagi, Aera menggangguk.

"Aera bisa lawan kan kalau mereka jahat? Aera kan baik, hebat, kuat, iya kan?"

"Gak ada yang bisa jatuhin Aera," untuk kesekian kalinya Aera mengangguk, mengiyakan ucapan Naka.


"Mereka fans kamu, memori card nya udah ku ambil," Gema masuk membawa tiga memori card.

"Nanti Mas kasih ke Mas Hendra langsung," sambungnya sambil menyimpan tiga memori card yang berhasil ia pegang.


Kemudian ketiganya kembali melanjutkan makan siang yang tertunda. 


Suasanya di sekeliling Aera sangat hening saat matanya terbuka. Namun pandangannya dapat menangkap keberadaan Naka yang duduk di sofa, di seberang tempat tidurnya.

"Kak,"

Naka mendongak, mengalihkan pandangan dari ponselnya.

"Jam berapa?"

"Setengah sebelas," Naka beranjak dari sofa, berpindah ke sisi Aera.

"Kakak ga pulang?"

"Hm? Aku tidur di sini,"

"I'm okay Kak, Kakak istirahat gih, pulang,"

"Aku istirahat di sini," Naka kini membaringkan tubuhnya di samping Aera.

"Tapi aku mau makan," kini Aera justru bangkit dari posisi tidurnya

"Sana," Naka yang tengah berbaring sambil memejamkan matanya hanya menyahut pelan.

"Kak...? Seriously gak mau nemenin aku makan?"

Naka terkekeh, kemudian beranjak menyusul Aera yang langkahnya terhenti di pintu kamar.

Keduanya berjalan ke dapur, Naka memilih duduk di kursi meja makan, Aera berjalan ke kulkas mengambil menu makan malah yang tadi sore dipesan Naka, kemudian memasukannya ke microwave.

"Kak," Aera mengusap rambut hitam milik Naka.

"Hm?"

"Makasih ya."

Mendengar ucapan Aera, Naka mengangkat dan memutar kepala yang tadinya menyamping menjadi menghadap Aera langsung.

"Makasih udah temenin aku terus,"

"Nangis habis ini kamu," Naka meledek, tak mau Aera kembali bersedih.

Aera terkekeh kecil. Tapi, dari lubuk hati terdalamnya, Aera benar-benar berterima kasih pada lelaki dihadapannya ini. Naka selalu menyempatkan diri untuk menghubunginya ditengah kesibukan, sabar mengikuti perkembangan terapi yang dijalani Aera. Naka bahkan mau mengerti, kapan perempuan itu mau dihubungi, kapan tidak.

"Makasih udah percaya aku."

Lagi, satu hal yang paling penting, Naka mau mempercayainya, disaat banyaknya orang yang memilih untuk berbalik, meninggalkannya.

"Aera, dengar ya," tubuh Naka sedikit lebih maju

"Kamu itu hebat, aku bangga, fans kamu apalagi, banyak lho yang support kamu," kata Naka sambil tersenyum, menggambarkan betapa bangganya ia pada perempuan di hadappannya.

"Makasih ya, udah mau berjuang," tutup Naka kemudian.

Dan bunyi dari microwave menyudahi percakapan mereka.


favorite
0 喜歡
率先喜歡這期作品!
swap_vert

X
開啟推送通知以獲得 Penana 上的最新動態! Close