“Tuhan memiliki rencana baik, sekalipun kita bertemu orang yang salah.”
—Endless Love Story—
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
“Jangan pernah melawan kalo mau selamat.” Pemuda itu mengancam disaat ia merasa kewalahan dengan perlawanan Ivy yang berusaha lepas dari dekapannya.
599Please respect copyright.PENANAJV0yJ3c3YK
“Lebih baik mati, daripada menurutimu,” sergah Ivy.
Gadis itu tak bisa berbuat apa pun saat tiba-tiba tangan pemuda itu berpindah menjalari tubuh bagian belakangnya. Selain itu Ivy merasa ada sesuatu yang mengganjal perutnya.
Ia tak pernah merasa sehina ini sebelumnya. Hingga setitik air dari mata yang sedari tadi ditahan keluar begitu saja, pertahanan Ivy runtuh. Tubuhnya bergetar dalam dekapan si pemuda.
Mendengar isakkan kecil, perlahan pelukan pemuda berjaket coklat itu mulai mengendur. Pergerakannya berhenti bersamaan dengan Ivy yang menghentikan perlawanannnya.
“Apa gue bisa ngelakuin hal yang gak pernah gue lakuin? Tapi... gue harus tetep nyelesein tugas ini.” Sejujurnya ada sedikit penolakan dari hati kecil pemuda itu. Ia tak tega mengotori gadis baik-baik seperti ini.
Selama si pemuda diam, Ivy terus berpikir untuk rencana. 599Please respect copyright.PENANAIoWEMiOs2X
599Please respect copyright.PENANAkBjCwfYwLu
Tak membuang waktu. Ivy memulai aksinya, sebelum orang ini berbuat yang tidak terduga padanya. Gadis itu berjinjit lalu menggigit leher si pemuda. Ia berharap semoga gigitan itu akan memberi reaksi sama seperti sebelumnya.
“Ish...,” erangnya tertahan.
“Apa-apaan cewek ini? Kenapa dia ngelakuin hal yang bisa bangunin animo gue?”
“Sialan! Lo, mancing, ya. Liat apa yang bisa gue lakuin biar lo hamil.”
Seperti ada gelanyar panas yang membara di tubuhnya, detik itu pula ia mulai menggila. Mendekap dan menikmati tubuh belakang Ivy. Meski Ivy berontak, ia terus berusaha mencicipi bibir ranum gadis ini.
Untuk sesaat seluruh tubuh Ivy mematung akibat sentuhan itu. Tetesan demi tetesan air mata mengalir dalam waktu hanya dua detik. Namun Ivy kembali tersadar dan memilih untuk terus berontak saat pemuda brengsek itu hendak menodai bibirnya.
Memukul dan mendorong tidaklah bisa menyelamatkan Ivy. Karena itu dengan semua kekuatan yang dimiliki. Ivy membenturkan lututnya ke arah resleting celana pemuda brengsek ini. Orang berjaket coklat itu lantas jatuh terduduk. Dan detikitu pula Ivy berlari ke arah pintu.
“Aaahk... sial! Awas saja nanti kalo tertangkap. Aku gak akan mengampunimu!" murka si pemuda sambil meringis kesakitan.
Di dekat pintu, Ivy masih berusaha membuka kunci sambil terus menoleh ke arah pemuda itu. Berulang kaki tangannya meleset memasukkan kunci karena bergetar hebat.
Ceklek
“Alhamdulillah kebuka.”
Ia cepat-cepat menutup pintu, lalu menguncinya dari luar. Berharap si pemuda tidak bisa mengejar. Ia berlari menuju lift lalu masuk ke dalam. Rasa takut, cemas, sedih , semua itu ia rasakan.
Ivy terduduk di lantaiyang dingin, menatap nanar bayangan di dinding lift. Penglihatannya perlahan memburam kembali. Bahu mungilnya bergetar. Isak tangis mulai terdengar memenuhi lift itu.
Ia memeluk lutut, menenggelamkan wajahnya di sana. Menumpahkan seluruh air matanya, merutuki semua kejadian yang ia alami. Kenapa harus dia yang merasakan hal ini? Dan kenapa harus insiden hina itu yang menimpanya?
Ia membuang napas berat. Mengenyahkan beribu pertanyaan dan keluh kesah dalam pikiran. Ia jelas tahu, masalah tak akan bisa selesai hanya dengan menangis.
Ia mengusap lelehan air di pipi sambil bergumam, “Aku harus bisa keluar sejauh mungkin dari hotel ini.”
Pintu lift terbuka, ia berdiri membenarka pakaian dan letak tasnya. Lalu berjalan keluar melewati lobby hotel dan berhenti di depan pintu utama sambil melirik jam di tangannya.
Pukul 23.00.
Diusapnya mata yang masih agak basah. Ivy putuskan untuk terus berjalan, meski tak tau harus kemana. Ia hanya mengikuti arah kakinya melangkah.
Ivy memandang ke arah hotel untuk terakhir kalinya. Tak sengaja matanya menangkap sesosok objek di dalam lobby berdindingkan kaca.
Ia terbelakak, “Kenapa lelaki itu bisa keluar? Lalu siapa lelaki yang bersamanya itu?” Tanpa berpikir panjang Ivy berlari menjauhi area hotel. Terus berlari sekencang yang ia bisa.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼
Seorang lelaki mengedarkan pandangannya sambil mengatur napas yang terengah-engah. Diikuti seorang pemuda yang lebih tua darinya.
599Please respect copyright.PENANAuX5yFcFr0d
“Dimas, gimana ceritanya dia bisa lepas?” kesal seseorang di belakangnya.
“Ah, maafin gue. Ceritanya panjang,” sesal Dimas sambil menyipitkan mata memastikan sesuatu.
“Farel! itu gadisnya ayo!”
Dimas menunjuk dan berlari kearah objek yang ia maksud. Pemuda dengan jaket coklat dan pemuda lain yang berkemeja merah maroon berlari ke luar hotel. Mengejar target mereka yang lepas.
“Hah... hah... hah...ke mana perginya dia?” Dimas berjongkok untuk meredakan rasa lelah dan mengatur napasnya yang habis karena lari mengejar target yang tak lain adalah Ivy.
Dengan penuh emosi, Farel menarik jaket coklat milik pemuda berambut ikal itu. “Dimas, gue gak mau tau. Pokoknya lo harus bawa balik tuh cewek."
“Iya, gue tau.”
Dimas berdiri melepaskan tangan Farel dari jaketnya. Mata hitamnya mengawasi satu titik, lalu melangkahkan kaki menuju bak sampah yang ada di antara bangunan cafe dan salon.
“Mau, kemana lo?” Farel mengerutkan dahinya. Melihat Dimas yang berjalan mengendap-endap.
“Gue rasa ada seseorang di balik bak sampah itu,” ucapnya selirih mungkin.
“Huh... kagak bakal ada orang. Karena di balik bak itu ada comberan. Lagi pula gue baru aja liat gadis itu masuk ke girl's cafe," jelasnya sambil memandang cafe yang berjarak 100 meter dari tempatnya berdiri.
Dimas menghentikan langkah, berbalik kearah Fatir lalu menarik tangan rekannya yang lebih tua agar ikut berlari bersama menuju cafe tanpa berkata apapun. Pemuda tanggung itu terlalu takut kehilangan targetnya.
Ivy keluar dari balik bak sampah yang beberapa saat lalu dihampiri dua lelaki untuk mencarinya. Ia menghela napas lega, melirik ke kanan dan ke kiri memastikan tak ada tanda-tanda keberadaan dua lelaki tadi. Dirasa aman, Ivy bergegas menjauh dari area ruko di perum ini.
Lelah yang Ivy rasakan. Sudah cukup jauh ia berjalan dan yang ia tahu sekarang, ia berada di area perumahan lain. Ingin sekali istirahat, tapi di mana?
Gadis itu mengedarkan pandangannya berharap ada masjid atau mushola agar ia bisa tidur semalam saja di sana. Namun nihil. Ia tak menemukan apa pun.
'Braak'
Ivy terpenjat, benturan kuat membuatnya menoleh ke sana kemari mencari asal suara. Sekitar lima puluh meter di belakangnya. Ada seseorang yang sepertinya terjatuh dari motor yang dikendarainya. Segera ia menghampiri orang itu.
“Hah, laki-laki? Apa aku harus menolongnya,”batin Ivy bimbang.
Ia sebenarnya tak tega melihat lelaki itu kesakitan. Tapi... ia juga takut kalau ini cuma bohongan. Modus penjahat yang akhir-akhir ini banyak terjadi.
“Tapi... gak ada yang aneh dari gelagat lelaki itu. Sepertinya dia emang jatuh beneran.” Lagi, helaan napas panjang keluar dari bibir mungilnya.
Ivy mendekat. Meraih sebelah tangan berbalut berjaket dan meletakkannya di atas pundak. Membantu orang itu berdiri, lalu menuntunnya menuju ke tepi jalan.
Beruntung orang itu masih setengah sadar, jadi Ivy bisa membaringkannya di rerumputan. Ia kembali mendekati lelaki berjaket itu setelah meminggirkan motor milik orang ini.
Diperhatikannya orang itu. "Lelaki ini tidak sadarkan diri, tidak ada yang berdarah, semoga ia baik-baik saja. Beruntung helmnya tidak terlepas. Aku harus membawanya ke rumah sakit.” Ivy terdiam sebentar.
"Tapi bagaimana aku membawanya? Aku butuh bantuaan saat ini." Ivy mengedarkan pandangan ke sekeliling berharap akan ada seseorang. Namun di sini sepi, tak ada siapa pun.
23.40 WIB
“Ah, pantas saja sepi,” batinnya setelah melirik jam.
Gadis itu mengalihkan pandangan pada kendaraan si pemuda. Motor sport milik lelaki itu juga baik-baik saja, tidak ada yang rusak.
“Kak.”
Ivy menoleh kebelakang, ternyata ada anak laki-laki sekitar 10 tahun berpakaian lusuh dengan sarung menutupi kakinya.
“Kenapa ada anak kecil di jam seperti ini?”
“Kak, kok bengong. Ayo, aku bantuin. Aku tau tadi kakak nyari seseorang untuk membantu kakak, kan? Nah ayo, aku bisa kok kalau cuma mengankat kakak ini ke atas motor,” ucapnya tulus sambil memandang lelaki yang sedang berbaring di rerumputan.
“Nama, adek siapa?” tanya Ivy lalu mendekatinya.
“Aku Beni, kalau kakak?”
“Nama kakak, Ivy.” Gadis itu lantas tersenyum pada anak yang bernama Beni.
“Salam kenal, kak. Yaudah kak, ayo kita bawa kakak ini ke rumah sakit,” ajaknya lalu menghampiri pemuda itu. Dengan jemari kecilnya, ia melepas helm milik korban dengan telaten.
“Kak, ini helmnya. Lebih baik kakak yang pakai.” Ivy menerima helmnya lalu memandang lamat-lamat wajah lelaki itu.
“Hah... lelaki pemabuk di hotel tadi. Kenapa aku harus bertemu denganya?”gerutu Ivy.
“Astagfirullah, ayo Ivy tolong dia.”
Segera ia menaiki motor milik lelaki itu. Tak lama setelah ia benar-benar duduk di jok. Atas bantuan Beni, pemilik motor sport itu sudah duduk di jok belakang. Sepasang tangan yang memeluk perutnya dengan tiba-tiba, sontak membuat Ivy terpenjat.
“Ah, maaf kak mengagetkan. Tapi ini diperlukan agar Kakak ini tidak jatuh saat dibonceng kakak. Dan maaf kak aku harus mengikat tubuh kakak dengan kakak ini pakai sarung,” jelas anak laki-laki itu yang kini hanya memakai celana selutut.
“Iya Beni, gapapa. Seharusnya kakak yang berterima kasih sama kamu karena mau menolong kakak.”
Beni hanya tersenyum sambil mengikatkan sarung pada pinggang Ivy dan tubuh lelaki itu. “Nah, sudah kak. Apa kakak tau rumah sakit yang dekat dari sini?”
Ivy hanya menggeleng lemah.
“Kalau begitu, dari sini. Kakak lurus terus untuk keluar dari kompleks. Belok kiri dan terus aja sampai bertemu lampu merah dua kali. Di lampu merah kedua, langsung belok kiri dan nanti ada plang di jalan yang bisa menunjukkan arah menuju RSUD,” terang Beni dengan wajah seriusnya. Ivy terdiam, mungkin terpesona pada kebaikan bocah kecil ini padanya.
“Ah, makasih ya Beni. Semoga setelah ini kita ketemu lagi,” tutur Ivy sambil membenarkan posisi duduknya.
“Sama-sama kak,” ia tersenyum.
Ivy memakai helm, lalu menyalakan motor dan mulai mengendarainya. Di sepanjang jalan Ivy terdiam. Ia sangat kesal dengan lelaki di belakangnya ini.
Ah, bukan. Bukan kesal, lebih tepatnya membenci. Tapi, ia juga tak bisa membiarkan begitu saja seseorang yang membutuhkan pertolongan, sedangkan ia mampu menolongnya.
“Ini semua karena Allah. Kamu harus ikhlas Ivy.”
Ia melirik wajah pria yang bersandar di punggungnya. “Benar, wajah blasteran inilah. Wajah pemuda jahat, yang berbuat tak sopan padaku.”
Sebenarnya Ivy tidak nyaman berada dalam posisi seperti ini, tapi keadaanlah yang memaksanya. Selama ia hidup, tak pernah sekalipun seorang lelaki memeluknya. Kecuali ayah dan kakeknya. Meskipun lelaki itu dalam keadaan tak sadar, tetap saja Ivy merasa risih.
“Ah... kenapa rumah sakitnya jauh sekali?”
Tiba-tiba, ia teringat kejadian di lorong. “Lelaki ini mabuk. Ia ingin menciumku. Untuk membuktikan kalau ia bukan gay. Hah... kenapa harus aku yang menjadi objek taruhan lelaki ini.”
Ivy menggeleng, ia tidak mau berprasangka buruk karena itu tak akan membawa kebaikan sedikit pun dalam hidupnya. Ia berusaha berkonsentrasi mengendarai motor ini, agar mereka sampai di RSUD dengan selamat.
Setelah 20 menit di perjalanan, akhirnya Ivy sampai di area RSUD. Ia memberhentikan motor di dekat pintu masuk UGD. Tidak menunggu lama, beberapa perawat lelaki membawa brankar. Dengan segera, mereka menurunkan lelaki di belakangnya dan membaringkan tubuh berbalut jaket itu di atas brankar. Sementara pemuda itu ditangani, Ivy memarkirkan motor dan mengurus segala administrasinya.
“Siapa nama masnya mbak?” tanya resepsionis pada Ivy, saat dirinya sedang membayar biaya masuk rumah sakit pria tadi.
Ivy melirik ke kakan ke kiri, “Aku harus bilang apa?”
“Hm... saya gak kenal mbak. Soalnya dia itu tadi kecelakaan dan saya langsung mengantarnya ke sini," jawab Ivy dengan senyuman kikunya.
Resepsionis itu juga tersenyum, memaklumi. Kembali mengetikkan sesuatu di keyboard komputer.
“Nik, ini dompet sama handphone milik pasien yang dibawa mbak ini,” sela perawat laki-laki yang keluar dari ruang UGD.
Resepsionis itu mengambil dompet coklat dan ponsel hitam dari rekannya, menatap Ivy sekilas. “Mbak saya izin buka dompetnya, ya.”
“Silahkan mbak,” angguk Ivy. Matanya ikut memerhatikan pergerakan resepsionis ini.
“Namanya Yudha Hilmy Prayata. Umur 18 tahun. Tinggal di Jakarta Pusat.” Resepsionis itu mengetiknya ke dalam data identitas pasien.
“Ini, Mbak bisa telepon keluarganya dan ini dompetnya. Silahkan mbak tunggu karena pasien masih ditangani,” sambungnya sambil menyerahkan handphone dan dompet milik lelaki bermarga Prayata itu.
Ivy menerimanya, lalu melangkah menuju kursi yang ada di depan ruangan UGD tempat lelaki itu ditangani. Ia duduk disana, lalu memejamkan mata sejenak. Lelah, gelisah, kesedihan, masih ia rasakan hingga kini. Kejadian itu masih membekas di ingatannya dengan jelas.
Ia membuka mata, berdiri dan melangkah. Tujuannya saat ini ialah musholah. Ivy ingin mencurahkan segala keluh kesah dan kesedihan yang ia rasakan pada-Nya. Dengan harapan semoga kegelisahannya luruh disetiap sujudnya.
ಬ಼ಬ಼ಬ಼599Please respect copyright.PENANAGJ7NbQHWxW
599Please respect copyright.PENANAwsV1LblaII
599Please respect copyright.PENANAWFxp6w2BQH
599Please respect copyright.PENANA4et1ahSFBE
599Please respect copyright.PENANA4oqHx0DvQ3
Ivy melihat jam yang ada di tangan.
02.15 WIB
Sejak sampai disini, dua jam yang lalu. Ivy sama sekali belum memasuki ruangan di rawatnya Yudha. Ia hanya duduk menunggu di depan ruangan.
“Untuk apa aku memasuki ruangannya. Lagi pula menurut dokter, pasien bermarga Prayata itu tak akan siuman sampai efek alkohol yang ia minumnya hilang. Perkiraan dokter ia akan siuman pukul 3 pagi. Sekitar 45 menit lagi.”
Ia ragu apakah harus ia yang menelpon keluarga pemuda itu sekarang atau biar lelaki itu sendiri yang menelpon keluarganya. Tapi, jika Yudha yang menelponnya, otomatis ia harus bertatap muka dengan Prayata itu untuk mengembalikan ponsel hitam ini.
Setelah berpikir matang. Ivy putuskan untuk menelpon keluaraga Prayata. Ia keluarkan handphone hitam milik Yudha dari tas selempangnya. Memandang sejenak benda itu.
Detik selanjutnya, ia mulai mencari nomor yang dirasa adalah milik orang tua Yudha. Di pencetnya kontak bernama ‘MAMA’, lalu menekan tombol hijau.
Dengan ragu, Ivy mendekatkan ponsel pada telinganya. Terdengar nada tersambung dari telepon.
“Halo, Yudha kamu ke mana aja sih? Kamu tau kan besok mama sama papa mau berangkat. Sekarang kamu tidur dimana?” tanya seorang wanita di telepon dengan nada tinggi.
“Yudha, yud kamu denger mama apa enggak sih?”
“Maaf Tante, ini bukan anak tante tapi—”
“Eh, kamu siapa?” tanya wanita di sebrang.
“Anak tante tadi kecelakaan nabrak pohon di pinggir jalan, kerena ia mengendarai sepeda motor di bawah pengaruh alkohol. Saat itu kebetulan saya lagi jalan di sana, melihat anak tante pingsan. Saya langsung bawa anak tante ke RSUD," jelas Ivy.
Tepat setelah penjelasan dari Ivy berakhir. Terdengar suara isakkan kecil di telepon. “Terima kasih nak, saya akan kesana.”
“Iya Bu, akan saya kirimkan alamat rumah sakitnya.”
Setelah mengatakan itu, sambungan telepon langsung terputus. Wajah Ivy rertunduk, maniknya menatap lantai putih rumah sakit. Masalah ini akan segera selesai. Lalu akan kemana ia setelah ini?
Bersambung...
A/n:
599Please respect copyright.PENANAMCAunLKbvc
599Please respect copyright.PENANASbGUlxHGbt
599Please respect copyright.PENANArjtRoporES
599Please respect copyright.PENANA8iVbxDQTYE
599Please respect copyright.PENANA1hDy9K57nj
599Please respect copyright.PENANACPmJPgfdQu
599Please respect copyright.PENANAu8maek6FOa
599Please respect copyright.PENANAggrQk2FBWY
599Please respect copyright.PENANA5aVQC63gEP
599Please respect copyright.PENANARICDeQlPyF
599Please respect copyright.PENANABZcdzpWisu
599Please respect copyright.PENANAoqn0xNxWpd
599Please respect copyright.PENANAX9mU0U16kk
599Please respect copyright.PENANA0KNeqWZLV2
599Please respect copyright.PENANAruKAdzmIjW
599Please respect copyright.PENANAQXaKwKUWcT
599Please respect copyright.PENANAYvlaHgEaCl
599Please respect copyright.PENANAJseuPa9lGT
599Please respect copyright.PENANApn4w8Sq33R
599Please respect copyright.PENANA1YajmnDZso
599Please respect copyright.PENANA5BGSr00lJZ
599Please respect copyright.PENANAVV56oFBKcR
599Please respect copyright.PENANAYX4aVwcJYa
599Please respect copyright.PENANAW0NULO4t1g
599Please respect copyright.PENANAwSdOxuyXDU
599Please respect copyright.PENANAIJyMEOvW3h
599Please respect copyright.PENANAqaItqsBtIO
599Please respect copyright.PENANA3RyOQEWYJs
599Please respect copyright.PENANAubZipPmk1f
599Please respect copyright.PENANA22hhQ7kqjv
599Please respect copyright.PENANADJa3FPLvbu
599Please respect copyright.PENANAX4QE3paGpe
599Please respect copyright.PENANAXAtVj4PqjF
599Please respect copyright.PENANAoRI34pVJtu
599Please respect copyright.PENANA1BNcfUhYG9
599Please respect copyright.PENANAxPMDMsvgvY
599Please respect copyright.PENANAeEdXCRL6bf
599Please respect copyright.PENANAY0Ii9uT5UF
599Please respect copyright.PENANAYKiadrWtlY
599Please respect copyright.PENANANVea3chOH1
599Please respect copyright.PENANA00va7entJQ
599Please respect copyright.PENANAZt84j7tsIP
599Please respect copyright.PENANAKHz9fvXZrZ
599Please respect copyright.PENANA9NWmwlwC8D
599Please respect copyright.PENANAIeuHCzr4gT
599Please respect copyright.PENANAAIb2auBga1
599Please respect copyright.PENANAREwoptgIXL
599Please respect copyright.PENANASknr0XIUNj
599Please respect copyright.PENANAkZIC00hvZu
599Please respect copyright.PENANAAakrXbY8fg
599Please respect copyright.PENANAYcqWy7I3V4
599Please respect copyright.PENANAS23vpIGvOk
599Please respect copyright.PENANACWrDz7TA7J
599Please respect copyright.PENANAiKFjvzuEja
599Please respect copyright.PENANAOVE5Atilry
599Please respect copyright.PENANANhkoprpuJV
599Please respect copyright.PENANAzYFQsZhrOL
599Please respect copyright.PENANApCZpHjnkaN
599Please respect copyright.PENANAEPziWSMts3
599Please respect copyright.PENANAauw2Ds4v8z
599Please respect copyright.PENANAE6NxvmmbnZ
599Please respect copyright.PENANANukW9CN1kS
599Please respect copyright.PENANAPVS3QRYelF
599Please respect copyright.PENANAMftVqYTPVl
599Please respect copyright.PENANAfQKtIYr7yY
599Please respect copyright.PENANA4tCjLD7LZa
599Please respect copyright.PENANACSDQJCRQPS
599Please respect copyright.PENANArQucUSpVhN
599Please respect copyright.PENANA7v7vIwAfAU
599Please respect copyright.PENANAF9trVgZp0h
599Please respect copyright.PENANA6iZ7lkRskI
599Please respect copyright.PENANAF7ELuNP0SD
599Please respect copyright.PENANAHZ823nfXHW
599Please respect copyright.PENANAUOc156DiFn
599Please respect copyright.PENANAuEulL2EGJ9
599Please respect copyright.PENANANBD8RYJnw7
599Please respect copyright.PENANAto3utgJKPE
599Please respect copyright.PENANA6Wb7LBvKPi
599Please respect copyright.PENANAOnWPz1jDGV
599Please respect copyright.PENANAwENoEPAPeo
599Please respect copyright.PENANArwzModYVdt
599Please respect copyright.PENANAWXARCtRWjt
599Please respect copyright.PENANAVwj0xI9oz1
599Please respect copyright.PENANAZhuNu4kx7u
599Please respect copyright.PENANAfnlb5jzOb2
599Please respect copyright.PENANAcdN9AoHYIy
599Please respect copyright.PENANAt0uzXRjE4M
599Please respect copyright.PENANANgYe8LIFok
599Please respect copyright.PENANARBOhCiqfav
599Please respect copyright.PENANAJe32t5JRgy
599Please respect copyright.PENANANBQHxt1T8K
599Please respect copyright.PENANA6Ir4u634i4
599Please respect copyright.PENANA9VUxrwhFyK
599Please respect copyright.PENANAYUnTdpxMhA
599Please respect copyright.PENANAL4HJyq7Whg
599Please respect copyright.PENANAh8SFZiuGgb
599Please respect copyright.PENANA9vWMeYjsqp
599Please respect copyright.PENANAaPVaP0a6kU
599Please respect copyright.PENANArPjDeN0E2S
599Please respect copyright.PENANA1qoJ2DjyWM
599Please respect copyright.PENANAbbwmG5DpVQ
599Please respect copyright.PENANAFEyABJxySS
599Please respect copyright.PENANASzFibrntLn
599Please respect copyright.PENANAhmr4AKZ7sm
599Please respect copyright.PENANA3l4R8pruaI
599Please respect copyright.PENANA71IVJThMKw
599Please respect copyright.PENANAkn2SWXOQKV
599Please respect copyright.PENANARpsTRfFwUl
599Please respect copyright.PENANAFEsgAyC1zF
599Please respect copyright.PENANA7mxtZ4Rq2n
599Please respect copyright.PENANAkz3rv7rThb
599Please respect copyright.PENANARmwOEC7fGZ
599Please respect copyright.PENANAbSLAFYBfnq
599Please respect copyright.PENANAULBhGPDNJ1
Hayo. Bakalan kaya gimana Ivy setelah ini? Hoho, nantikan kelanjutannya yaa... 599Please respect copyright.PENANAidNAIFrx4l
599Please respect copyright.PENANA73vokj6USC