
Kesesokan harinya di kampus
Steven:
"Eh, Din, semalam itu seriusan? Silvie langsung sembuh908Please respect copyright.PENANAj4FXzCh829
gitu aja?"
Adinda:
"Iya, beneran, Steve. Aku juga kaget. Tadi pagi dia908Please respect copyright.PENANA7Saw7oas1Z
udah ceria lagi, malah ngepel-ngepel kamar."
Steven:
"Padahal kemarin sore jalan aja dia kayak mau pingsan,908Please respect copyright.PENANAO8loAvV7zA
kan?"
Adinda:
"Iya. Mukanya pucet, badannya dingin. Tapi begitu Bang908Please respect copyright.PENANAA5bO00fhqq
Pram dateng, dia cuma mijit sebentar... langsung bangun, senyum-senyum."
Steven:
"Nyokap gue juga, loh. Tadi malem udah bisa makan908Please respect copyright.PENANAPbhgy7JF1F
lahap. Nggak ada lagi tuh cerita keram perut sampe menggeliat-geliat."
Adinda:
"Aku juga bingung. Soalnya Bang Pram bilang dia bukan908Please respect copyright.PENANA4klHnpuGXe
dukun, cuma terapis. Tapi rasanya... beda."
Steven:
"Emang beda. Gue merhatiin pas dia ngobatin Mak gue...908Please respect copyright.PENANACmJdi8Svs8
hawanya adem, tenang gitu. Padahal dia cuma nyentuh pelan."
Adinda:
"Aku ngerasain juga. Kayak... ada yang masuk, tapi908Please respect copyright.PENANAvkuQOkpIvf
bukan ngeri. Malah bikin nyaman."
Steven:
"Lo sampe merinding nggak?"
Adinda:
"Banget. Tapi bukan takut. Lebih ke... kagum."
Steven:
"Makanya gue penasaran, tuh orang sebenernya siapa,908Please respect copyright.PENANAqkvN7EHldx
sih?"
Adinda:
"Nah, itu. Aku tuh jadi kepikiran mau ngenalin Bang908Please respect copyright.PENANAXgEXQYPRhH
Pram ke kakakku."
Steven:
"Kakak lo? Yang guru ngaji itu?"
Adinda:
"Iya, Fitria. Udah lima tahun nikah, tapi belum punya908Please respect copyright.PENANAN9IajhiMog
anak."
Steven:
"Oh... yang suaminya itu, si Ahmad?"
Adinda:
"Iya. Mereka udah coba macem-macem. Dari medis, herbal,908Please respect copyright.PENANAeuEjaDAMzx
sampe doa-doa. Tapi... belum berhasil."
Steven:
"Dan lo pikir Pram bisa bantu?"
Adinda:
"Bukan yakin sih, tapi... siapa tahu. Aku tahu ini908Please respect copyright.PENANAgyqEEpFj1g
kayak nekat banget, tapi aku ngerasa Bang Pram bukan orang sembarangan."
Steven:
"Kakak lo setuju?"
Adinda:
"Belum aku omongin. Aku pengen ngobrol dulu,908Please respect copyright.PENANA29vdBeTk0x
pelan-pelan. Soalnya Kak Fitria orangnya lugu, gampang takut. Tapi dia juga908Please respect copyright.PENANAWVV44nhLdB
udah mulai nyerah."
Steven:
"Gue ngerti, Din. Kadang, yang kayak gitu justru butuh908Please respect copyright.PENANATTj1ZiIN7Y
hal di luar logika."
Adinda:
"Iya... dan aku pengen dia bahagia. Aku pengen dia908Please respect copyright.PENANA7CGxxHq1KM
ngerasain jadi ibu."
Steven:
"Ya udah, kalau lo yakin, kenalin aja. Tapi jangan908Please respect copyright.PENANAMZUHJpr7bF
dipaksa, ya."
Adinda:
"Iya, Steve. Aku pelan-pelan aja. Tapi... entah kenapa,908Please respect copyright.PENANAs8KYikaydK
aku punya perasaan... Bang Pram itu bukan cuma bisa nyembuhin."
Steven:
"Maksud lo?"
Adinda:
"Aku nggak tahu. Tapi dia bikin orang ngerasa... hidup908Please respect copyright.PENANA7BFpiGxPAr
lagi."
Pagi itu, matahari belum tinggi, tapi Togar sudah sibuk908Please respect copyright.PENANAKRs6zkHJCg
mondar-mandir di depan rumah.
Togar:
"Pram, udah siap, kan? Gue mau survei lahan di908Please respect copyright.PENANA75wt6yixox
Ciherang. Tapi jujur aja, gue butuh mata lo juga."
Pram:
"Survei aja kan..?"
Togar:
"Yah... begini. Lahan itu gede, deket aliran sungai,908Please respect copyright.PENANAWpC4qduDCd
dan katanya sering kejadian aneh. Warga sana bilang ada yang nggak beres. Gue908Please respect copyright.PENANA286FFUh8GM
butuh pandangan... dari sisi gaib juga."
Pram: (senyum kaku)
"Aduh, Pak Togar... saya tuh bukan dukun. Saya nggak908Please respect copyright.PENANAGkq6nj9C8N
bisa lihat yang begitu-begitu."
Togar:
"Justru itu, gue908Please respect copyright.PENANACGGgvZxEXc
percaya. Aura lo itu adem, Pram. Yang lo sentuh langsung pulih. Lo mungkin908Please respect copyright.PENANAK1AFhb2lln
nggak sadar, tapi lo punya 'mata' yang nggak semua orang punya."
Pram: (ragu)
"Saya ikut, Pak... tapi jangan berekspektasi tinggi ya.908Please respect copyright.PENANAaqDIaj0Ol9
Saya cuma ikut bantu-bantu liat tanah, paling gitu aja."
Togar: (menepuk bahu Pram)
"Tenang. Yang penting lo ikut dulu. Kalo cocok biar908Please respect copyright.PENANARs0SF2kgJo
kita beli kupercayakan samamu "
---
[Berpindah ke rumah Adinda – suasana siang yang tenang dan908Please respect copyright.PENANA2Y1nKtEfVz
hangat]
Di dapur rumah sederhana itu, suara gelas dan piring908Please respect copyright.PENANAcBSgjBSwWX
terdengar halus. Fitria duduk di meja makan, menyeruput teh hangat. Adinda908Please respect copyright.PENANA0I2MzGOAkJ
sedang memotong buah, dan ibunya, Bu Nur — seorang ustadzah yang kharismatik908Please respect copyright.PENANAhbJ1AwKww6
tapi ramah — sedang menyetrika sambil nimbrung.
Fitria:
"Din, itu beneran? Silvie sembuh gara-gara sentuhan908Please respect copyright.PENANAf8CboEpYkF
satu orang aja?"
Adinda:
"Iya, Kak. Aku liat sendiri. Badannya udah dingin,908Please respect copyright.PENANAik6yaJlmkE
pucat... tapi begitu Bang Pram nyentuh, Silvie langsung buka mata, bahkan bisa908Please respect copyright.PENANA38ckSFkCXP
ketawa."
Bu Nur: (berhenti menyetrika, ikut nimbrung)
"Yang mijet itu? Pram, ya? Aku juga denger dari Tiur.908Please respect copyright.PENANAdXU6E0YIoA
Katanya langsung plong perutnya."
Fitria:
"Kak Tiur? Masa sih?"
Adinda:
"Iya. Mungkin kedengarannya aneh. Tapi aku ngerasain908Please respect copyright.PENANAAMPUsNTeKB
sendiri... hawa dari Bang Pram itu... bikin tenang. Adem."
Bu Nur:
"Hmm... Umi jadi penasaran. Soalnya Umi belakangan ini908Please respect copyright.PENANAdkKFE4mNGf
juga sering lemas. Badan kayak kosong. Suami Umi udah ngira Umi kena gangguan,908Please respect copyright.PENANAHSqEhmoGAF
padahal Umi rasa cuma... hilang gairah."
Fitria:
"Umi kan masih muda, baru empat puluh empat..."
Bu Nur: (menarik napas panjang)
"Iya. Tapi rasanya... seperti ada yang menyedot energi.908Please respect copyright.PENANAR3V42pRHOJ
Umi sampai mikir, ini bukan sekadar capek biasa."
Adinda:
"Makanya aku kepikiran juga, Kak. Bang Pram tuh mungkin908Please respect copyright.PENANAVJRCNKJ9UM
bukan sembarangan orang. Waktu dia mijet Silvie... itu beda. Kayak sentuhan908Please respect copyright.PENANAHBBsCedgwV
yang... menyentuh dalam banget."
Fitria: (perlahan)
"Aku udah capek nyoba ini-itu. Tapi kalau kamu908Please respect copyright.PENANAPDEIGQgJMV
yakin..."
Bu Nur:
"Coba ajak dia ke sini. Nggak harus langsung ngobatin.908Please respect copyright.PENANAVSebObl1l9
Ngobrol aja dulu. Umi pengen lihat sendiri orangnya."
Adinda: (menatap Fitria penuh harap)
"Kalau Kakak setuju... aku bisa coba atur ketemuan.908Please respect copyright.PENANAety1TdGvzQ
Pelan-pelan aja, nggak usah langsung ngomong soal... anak."
Fitria:
"Entahlah, Din. Tapi... mungkin aku memang harus nyoba908Please respect copyright.PENANAkPZGIXKrMR
jalan lain."
Bu Nur: (menatap lembut)
"Kadang, yang tak masuk akal justru datang sebagai908Please respect copyright.PENANAGPOPrRNtRr
jawaban. Kalau hatimu tenang saat dekat seseorang... itu bukan kebetulan."
Mobil SUV hitam itu terparkir di sisi jalanan berbatu. Angin908Please respect copyright.PENANAmbqjv9QbxP
pegunungan Ciherang menyapu wajah, membawa aroma dedaunan basah dan tanah yang908Please respect copyright.PENANAyWdB2mLyy9
belum dijamah aspal.
Togar:
"Ini dia, Pram. Lahan 2 hektar, deket sungai, udaranya908Please respect copyright.PENANAy0A51xFuQK
segar. Tapi warga bilang... angker. Makanya harga anjlok."
Pram: (menatap hamparan tanah yang hijau dan luas)
"Rumornya dari mana, Pak? Warga sekitar?"
Togar:
"Katanya dulu bekas tempat persembunyian zaman908Please respect copyright.PENANAWLmqA0VxJR
penjajahan. Ada kuburan massal. Kata temenku juga fengsuinya buruk makanya di908Please respect copyright.PENANA3gH1zxqAQc
tawarin ke aku."
Pram: (diam sejenak, lebih karena bingung harus jawab apa)
"Hm... saya sih nggak liat apa-apa, Pak. Tapi dari908Please respect copyright.PENANA9W11fTojMt
posisi, ini tanah bagus banget. Deket aliran air, kontur tanahnya rata. Kalau908Please respect copyright.PENANAMXOWoCA1oW
buat resort atau glamping, cocok."
Togar: (mengangguk-angguk)
"Lo yakin? "
Tepat saat Togar hendak lanjut ngobrol, ponsel Pram908Please respect copyright.PENANA01eEfj1iEU
bergetar. Nama Steven muncul di layar.
Pram: (angkat telpon, suara agak pelan)
"Steven, ada apa, Dek?"
Steven (di telpon):
"Bang, bisa ke rumah Adinda sekarang? Kakaknya lagi di908Please respect copyright.PENANAvZsCAEJPLb
rumah, katanya pengen ngobrol soal sesuatu yang... penting."
Pram:
"Hah? Ngobrol? Sama siapa?"
Steven:
"Kak Fitria. Dia denger dari Adinda soal kejadian908Please respect copyright.PENANA5AI7bBz6AC
semalam. Kayaknya tertarik sama... pengobatan abang."
Pram: (menoleh ke Togar, nyari alasan buat cabut)
"Aduh, Bang Togar... barusan Steven telpon. Saya908Please respect copyright.PENANAT84LuXdJgt
diminta ke rumah temennya. Katanya urgent."
Togar: (senyum maklum)
"Wah, ya udah. Tugas spiritual selalu lebih penting.908Please respect copyright.PENANAnmPOoANkTh
Tapi sebelum lo pergi... beli atau enggak nih, menurut lo?"
Pram: (ragu-ragu sebentar, lalu akhirnya bicara jujur)
"Kalau saya pribadi, saya beli, Pak. Lahannya bagus.908Please respect copyright.PENANAqlU88o0ZHI
Justru karena orang takut, harganya jadi murah. Tapi prospeknya, besar908Please respect copyright.PENANAV8P0U2Acn6
banget."
Togar: (tertawa kecil)
"Pram... lo ini ya. Sakti, beneran Ya udah, cabut aja908Please respect copyright.PENANAE2rsl0CWRE
dulu. Doain aja tanah ini berkah."
Pram:
"Siap, Pak. Makasih pengertiannya."
---
[Adegan berpindah – Rumah Adinda, ruang tamu yang sederhana908Please respect copyright.PENANAjSZTQvU3eg
tapi bersih, Fitria duduk menanti sambil menggenggam gelas teh]
Adinda: (dari dapur, setengah berteriak lembut)
"Dia otw, Kak. Barusan aku telpon Steven, katanya Bang908Please respect copyright.PENANAk71FUxlfKN
Pram udah di jalan."
Fitria:
"Aku... agak deg-degan, Din. Takut kecewa sih,908Please respect copyright.PENANA5LDOV21QeA
sebenarnya."
Adinda: (muncul sambil bawa cemilan)
"Tenang aja. Bang Pram tuh bukan orang yang suka908Please respect copyright.PENANAV0MXXylMKP
janji-janji. Dia malah lebih sering diem... tapi yang disentuhnya, jadi908Please respect copyright.PENANAdtT5l0cJiL
sembuh."
Fitria: (tersenyum simpul)
"Kadang... aku capek disuruh sabar. Disuruh pasrah.908Please respect copyright.PENANA6BpkHw1ayu
Tapi makin pasrah... makin kosong rasanya."
"Mungkin ini jalannya, Kak. Atau... setidaknya langkah908Please respect copyright.PENANAjQSag8AGmn
baru. Siapa tahu."