TENG276Please respect copyright.PENANADRl7bKMG2n
276Please respect copyright.PENANAVazX1drEOf
TENG276Please respect copyright.PENANACo8YJu19Ea
276Please respect copyright.PENANATBKAQ72Cc0
TENG
Dentang lonceng tua nan berdebu kala jarum jam menunjuk angka 12.276Please respect copyright.PENANAScvPFALdZL
276Please respect copyright.PENANAaXFDtd2Io2
Tahun baru tiba. Meja emas di antara dua orang yang satu berambut putih dan yang lain kisaran umur kepala 4 menjadi saksi bisu dibacakannya pronostica, petuah Sir Zein yang setiap tahunnya diberikan kepada pemimpin pulau kecil, Na’s Adras.
Sebuah pulau bahkan tidak ada yang tahu bentuknya kenampakan dari atas. Tanah subur yang menjadi kehidupan orang orang menyapa menyebut tempat tinggal mereka adalah Na's Island.
Empat mutiara mengelilinginya.
Mata air sukma di sebelah utara menjadi cermin masa emas.
Hutan rimba dengan pohon berbaris nan menari di selatan kunci kesuburan dan menjadi arti sejuk.
Pegunungan praja di timur menjulang tinggi nan gagah menantang mentari pagi ufuk.
Bukit hijau dandelion impian ber permadani rumput karana menjadi pintu terbenam surya.
Elemen elemen terlukiskan di pigura perak yang dipajang berjejer di tembok ruangan ini.
“Ariane. Jangan biarkan dia menikah. Keturunannya, akan membunuhmu” setelah diam cukup lama, kalimat itulah yang diucapkan Sir Zein.
Adras berfikir dalam diamnya. Jika Ariane putri semata wayangnya tidak punya buah kasih, siapa yang akan mewarisi Na’s Island ini waktu dirinya sudah tua nanti?
Akan tetapi, ego Adras merasukinya karena takut mati. Hatinya berkata tak tega apabila tidak bisa melihat masa keemasan Na’s Island di generasinya.
Na's Adras bukanlah raja. Para penduduk di Pulau memilihnya menjadi orang yang dianggap paling. Kepiawaiannya memecahkan masalah hingga kepandaiannya yang mencetuskan sistem demokrasi pulau menghasilkan otonomi yang menjadi peraturan bagi daerah otonom.
Selama kurang lebih 20 tahun, Na's Island selalu dalam kebahagiaan sampai sampai banyak orang yang mengkhawatirkan akan datang bagai besar atau langit mendung yang iri pada kedamaian pulau cantik ini.
***
Di depan cermin bersudut kanan mutiara bintang berbentuk bulan, seorang gadis cantik berkuku jari manis merah muda tengah menyisir rambut panjang gelapnya. Kulit putih bersihnya dan wajah merona merah muda kontras dengan warna kulit ayahnya yang sawo matang. Mungkin anak perempuan ini lebih memiliki kemiripan dengan ibundanya yang kini tenang di atas sana.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” suara lembut pelayan terdengar dari balik pintu. Gadis yang dipanggil Ariane itu menghentikan kegiatannya di meja rias dan beranjak untuk membukakan pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Ariane selepas membuka pintu berwarna putih itu.
“Kemasi barang barang mu. Mulai nanti malam, kau tidur dekat dengan bintang di langit” jawab Adras tak meninggalkan kesan wibawanya.
“Dimanakah itu, Ayah?” cicit Ariane takut merasa ada yang tidak beres.
“Menara” singkat Adras memberi kode tersirat pada Ariane untuk bergegas.
***
Ariane yang kini genap berusia 17 Tahun tak berani melawan hanya sekedar bertanya mengapa. Disinilah dirinya sekarang. Berdiri memandang langit malam yang enggan menghadirkan bintang.
“Na’s Ariane, saya membawa bunga terompet jingga yang engkau minta” suara bariton membuyarkan lamunan Ariane.
“Masuklah, Alex,” si empu yang dipanggil namanya langsung membuka pintu kamar menara Ariane.
“Ini Na’s Ariane” Alex memberikan bunga yang dibawanya ke Ariane dengan berjongkok.
“Kau tahu kenapa aku selalu meminta dibawakan bunga terompet jingga?”terima Ariane memandang layu bunga ditangannya.
“Tidak Na’s Ariane” jawab Alex sekenanya masih dalam posisi berjongkok dihadapan Ariane.
“Jangan formal padaku, Alex. Kau adalah temanku” bibir Ariane berdecak sebal dengan tingkah pengawal menara yang seumuran dengannya ini.
“Maafkan aku...A..ria..ne” Alex ragu terpatah ucapannya seraya berdiri dan memposisikan tubuhnya disamping Ariane.
“Jangan sering mengucap maaf. Dunia ini kejam” Ariane berbalik arah menghadap laki laki disebelahnya ini.
“Kau cantik malam ini, Ariane” Alex balas memandang Ariane lekat.276Please respect copyright.PENANASnN87nlbmP
276Please respect copyright.PENANA1HsUj8pTGw
Jarak mereka semakin dekat. Raut muka Ariane merona merah seperti apel. Deru nafas Alex menerpa wajah Ariane.
Keduanya menutup mata, seperti bulan yang kini tertutup awan. Malam itu adalah saksi yang mengundang petir untuk menyambar memberitakan bahwa ini buruk.
***
“Kenapa sudah 2 minggu ini perutku membuncit? Padahal aku tidak napsu makan” Ariane bertanya pada pantulan dirinya di cermin besar kamarnya.
“Apa benar kata Alex kalau ayah mengurungku di menara agar aku terus melajang? Tapi yang telah aku lakukan..” lirih Ariane berfikir keras meratapi nasibnya terpotong oleh pintu kamarnya yang terketuk.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” mendengarnya, Ariane panik dan berjalan kesana kemari.
“Masuklah, pintu tidak aku kunci” teriak Ariane seraya memposisikan tubuhnya di ranjang dengan berbalut selimut.
“Ariane, apa kau sakit?” sesaat setelah Adras masuk, dirinya langsung menghampiri Ariane yang terbaring dan mengarahkan tangannya di dahi putrinya ini untuk memeriksa suhu badannya.
“Aku tidak apa apa, Ayah” sangkal lembuh Ariane manatap ayahnya sambil tersenyum.
“Aku khawatir padamu. Aku akan pergi ke utara selama 7 bulan di otonom Bradia” raut mimik cemas terarah dari Adras ke anak satu satunya ini.
“Aku akan baik baik saja, Ayah” kembali Ariane mengukir senyum manisnya meyakinkan.
“Bila kau butuh apa apa, katakan pada Sir Aura” dengan menggenggam tangan mungil Ariane, Adras sebenarnya tidak tega meninggalkan putrinya.
Hanya anggukan yang dibalas Ariane bahwa dirinya nanti akan mengomukasikan segalanya pada Sir Aura perawat pribadinya sekaligus ibu dari Alex.
***
7 BULAN KEMUDIAN
“Sir Aura, aku mohon rahasiakan hal ini..” ucap pasrah Ariane yang wajahnya pucat pasi seraya terbaring lemah menahan rasa sakit.
“Saya sangat bodoh Na’s Ariane, tidak mengetahuinya dari awal. Harusnya nona tidak berjuang sendirian. Saya siap jika setelah ini penggal adalah hukuman pantas untuk saya.”
Ariane memang menyembunyikan bahwa dirinya berbadan dua. Hanya Alex yang sesekali datang untuk memberikan bunga terompet jingga. Rahasia menjadi milik mereka berdua sampai masa kelahiran tiba.
Malam ini.
Dengan terbaring lemah dalam menara yang tak terlihat indah, Ariane pasrah akan keadaan.276Please respect copyright.PENANAJAOgJK3HxU
276Please respect copyright.PENANAjWBXEMHG1q
Dia merasa hal ini takdir. Walau ia tidak tahu ditujukan pada siapa.
“Selamatkan luke dan lucas” selepasnya, Ariane tidak sadarkan diri. Terpaksa Sir Aura menyayat rahim Ariane dan mengangkat bayi mungil yang kembar.
Tangisan dua bayi itu bersahutan. Untunglah mereka di menara, dengan cepat Sir Aura memotong tali pusar dua bayi laki laki itu dan memandikannya.
Diukir nama Luke di bahu kanan bayi yang keluar pertama dan Lucas di bahu kiri bayi satunya. Seraya menitikan air mata, Sir Aura membasuh wajah cantik Ariane tiga kali untuk menghormatinya yang sudah menyelesaikan urusannya di dunia yang fana ini.
“Na’s Ariane, Na’s Adras baru saja memasuki gerbang” suara yang dikenal Sir Aura menuntunnya untuk membuka pintu.
“Ibu kenapa menangis? Dimana Ariane?” Alex panik dan bergegas menerobos masuk hingga sampai di samping tempat tidur Ariane.
“Kau sebut nona siapa!? Tanpa Na’s? Bisa bisa nya kau menerobos masuk kamar gadis, anak durhaka!” Sir Aura marah terhadap sikap lancang putranya.
“Ariane...hanya tidur, kan?! Dia..dia..tidak mungkin..” Alex terduduk lesu dilantai.276Please respect copyright.PENANAPOV9dAirIz
276Please respect copyright.PENANAlllyBb8IwK
Si bayi kembar kembali menangis.
“Luke... Lucas...” panggil Alex kepada si mungil yang menangis. Alex pun tak kuasa menahan tangis.
“Dari mana kau tahu nama mereka?!” ibu Alex semakin kacau benar benar tidak tahu apa yang sedang terjadi di sini.
“Aku yang memberi nama mereka ketika Ariane bilang laki laki kembar” lirih Alex menjelaskan.
“Apa katamu?!” Sir Aura mendaratkan tamparannya di pipi anaknya.
“Jadi kau... Luke dan Lucas...?” suara tergagap akibat tangis Sir Aura yang semakin menjadi. Dirinya benar benar hancur.
“Maaf ibu, saya pasti bertanggung jawab” Alex berlutut dan meyakinkan ucapannya barusan.
Terdengar langkah kaki menaiki tangga menara.
“Cepat bawa mereka” ibu Alex menunjuk dua bayi yang dibedong kain sutera.
Tak pikir panjang Alex menggendong bayi bertudung kuning terlebih dahulu dan keluar menara lewat jendela. Sir Aura tak tinggal diam menyembunyikan bayi dengan tudung hijau di balik peti duduk berselimutkan selendang.
“Na’s Ariane, Na’s Adras ingin menemuimu” dari balik pintu terdengar suara. Hal itu tak diindahkan Sir Aura.
Di sisi lain, Adras curiga. Dirinya memerintahkan untuk mendobrak pintu di depannya ini.
BRAK!
“Apa yang terjadi di sini?!” murka Adras selepas pintu berhasil terbuka dan menampakan Sir Aura tengah menata selimut tempat Ariane tertidur untuk selama lamanya. Adras langsung menghampiri putri yang dirindukannya.
“Hukum saya, Na’s Adras” seketika itu, Sir Aura berlutut.
“Jelaskan! Sejelas jelasnya!!” tegas Adras memerintah.
“Hukum saya, Na’s Adras” Sir Aura menunduk dan bercakap lirih.
“Kau!...” kalimat Adras terpotong oleh suara tangisan bayi. Dicarinya asal suara itu dan menemukan hal tidak terduga di sana.
“Hukum saya, Na’s Adras” berkali kali berucap, hanya kalimat yang sama dari mulut Sir Aura.
Pandangan Adras hanya fokus pada satu hal. Digendongnya bayi bertudung hijau itu dan di bawanya keluar dari menara tanpa mengucap sepatah kata pun.
Langkah demi langkah serasa berat bagi Adras. Kini matanya menatap lurus ke depan mengarah pada jurang bukit belakang rumahnya. Kakinya terhenti di ujung tanah. Dilihatnya lagi bayi kecil di dekapan. Sudut bibir Adras terangkat membuat lengkungan indah yang sama dengan si bayi yang kini tengah tersenyum.
276Please respect copyright.PENANAk3Wl4kW8OM
276Please respect copyright.PENANArv0DpiMuGF
276Please respect copyright.PENANANI0dtUU3pq
276Please respect copyright.PENANAy0DLFohkFq
276Please respect copyright.PENANAw6kjTvBog2
276Please respect copyright.PENANA8077kY7P6v
276Please respect copyright.PENANAPPNggz9x6Y
276Please respect copyright.PENANAZHs4Ba95cg
276Please respect copyright.PENANAbEB1WLTFar
276Please respect copyright.PENANATpZ49yTh6z
276Please respect copyright.PENANATcx1hkyB6X
276Please respect copyright.PENANAA7HApCJjAO
276Please respect copyright.PENANAp9aAogjkLW
276Please respect copyright.PENANAKkMLCzYUE8
276Please respect copyright.PENANAiVgfLdKlsK
276Please respect copyright.PENANA4ohRay7DBN
276Please respect copyright.PENANAnhtztGBRP4
276Please respect copyright.PENANAOQ7Rwuc2yK
276Please respect copyright.PENANAIENSM0aMNM
276Please respect copyright.PENANAMoa3qZUOiW
276Please respect copyright.PENANAF6p7X2yyJR
276Please respect copyright.PENANAARPQjWp4Fy
276Please respect copyright.PENANAf0NT0QlDhp
276Please respect copyright.PENANACF3gW9o4gZ
276Please respect copyright.PENANAD9TrTMS8FK
276Please respect copyright.PENANAfOIZPiM1LC
276Please respect copyright.PENANAcvXNBxSsYC
276Please respect copyright.PENANANt7q2CtolB
276Please respect copyright.PENANAOHv0jtR1V5
276Please respect copyright.PENANAzGrUZ2wsLC
276Please respect copyright.PENANAkYmZR2cHX3
276Please respect copyright.PENANAVeg7Aj8lim
276Please respect copyright.PENANAoFHbeekhX9
276Please respect copyright.PENANAKWSfzoKF1t
276Please respect copyright.PENANAStSMWRzbM9
276Please respect copyright.PENANAF9Y4KasK1j
276Please respect copyright.PENANAjlpKEzHL2v
276Please respect copyright.PENANAufeA0LKmFh
276Please respect copyright.PENANAYbeQhGkCpT
276Please respect copyright.PENANACW9emrIvoA
276Please respect copyright.PENANAtLzecLncsr
276Please respect copyright.PENANAh3Fx4H84mr
276Please respect copyright.PENANAiwr5UE135r
276Please respect copyright.PENANAMnwQTYI3Ym
276Please respect copyright.PENANAbfBsTvDyH1
276Please respect copyright.PENANAcpgVmOO605
276Please respect copyright.PENANArE4J1tIOt2
276Please respect copyright.PENANAv7elVhYCo4
276Please respect copyright.PENANABGolZh9N06
276Please respect copyright.PENANABoQLhCUfbF
276Please respect copyright.PENANAlyBTuPy4Av
276Please respect copyright.PENANA0rfldidTLt
276Please respect copyright.PENANA28MRutSE5B
276Please respect copyright.PENANAp0iOE1gD5n
276Please respect copyright.PENANAdvkfXFKi0S
276Please respect copyright.PENANAIXsDDOznKc
276Please respect copyright.PENANAKhJfn2KBtA
276Please respect copyright.PENANAIyml8mXO0o
276Please respect copyright.PENANAWhg83YMqmE
276Please respect copyright.PENANAZ1jW9kB68P
276Please respect copyright.PENANAvd1wM2LvLD
276Please respect copyright.PENANAPRpdcHNrjy
276Please respect copyright.PENANAWrxp7GHS7v
276Please respect copyright.PENANAbWWiJBQboM
276Please respect copyright.PENANALarbarQYDb
276Please respect copyright.PENANAXDAxNoL2ht
276Please respect copyright.PENANA3bhKhOXQQ0
276Please respect copyright.PENANAtDjkFGSGB9
276Please respect copyright.PENANAUciw2pjInQ
276Please respect copyright.PENANA02CM2PSisN
276Please respect copyright.PENANAAMVNwulqTS
276Please respect copyright.PENANAHprOThTPPe
276Please respect copyright.PENANACz2VcmLZQt
276Please respect copyright.PENANAp5iJujieYT
276Please respect copyright.PENANAQP6HzZZZxt
276Please respect copyright.PENANAq3rIINZ1ey
276Please respect copyright.PENANA6Z6SkW9whD
276Please respect copyright.PENANAZM0ZZRixyr
“Jika kau nanti membunuhku, itu sudah takdirku.”
ns13.58.244.184da2